04 March 2008

Roma 6:5-11: IMPLIKASI PERBEDAAN ESENSIAL-3: Kehidupan yang Mati Vs Kematian yang Hidup-2

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-5


Implikasi Perbedaan Esensial-3 :
Kehidupan yang Mati Vs Kematian yang Hidup-2


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 6:5-11.

Setelah mempelajari tentang implikasi perbedaan manusia pertama dan kedua poin kedua yaitu kehidupan yang mati vs kematian yang hidup di pasal 6 ayat 1 s/d 4, kita akan meneruskan prinsip ini mulai ayat 5 sampai dengan ayat 11.

Apa arti dibaptiskan di dalam kematian-Nya dan memperoleh hidup baru di dalam kebangkitan-Nya ? Di ayat 5, Paulus menjelaskannya, “Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.” Ayat ini diterjemahkan dalam King James Version, “For if we have been planted together in the likeness of his death, we shall be also in the likeness of his resurrection:” Kata planted together dalam ayat ini berarti ditanamkan bersama atau united to (dipersatukan kepada). Dengan kata lain, dibaptiskan di dalam kematian-Nya berarti dipersatukan dalam kematian-Nya. Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible memaparkan, “Planting is in order to life and fruitfulness: we are planted in the vineyard in a likeness to Christ, which likeness we should evidence in sanctification.” (=penanaman adalah agar supaya hidup dan berbuah : kita ditanam di dalam kebun anggur di dalam keserupaan dengan Kristus, yang keserupannya itu kita harus buktikan di dalam pengudusan.) Di sini, Matthew Henry mengaitkan konsep ditanam dengan tujuan ditanam yaitu agar hidup dan berbuah. Ditanam di dalam apa ? Paulus menjelaskan bahwa kita yang termasuk umat pilihan-Nya ditanam di dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Ditanam di dalam kematian-Nya berarti kita ikut mati bersama Kristus. Dengan kata lain, karena Kristus sudah mati bagi kita, hendaklah kita pun harus mematikan seluruh dosa kita. Dosa-dosa itu termasuk di dalam perbuatan daging yang tercantum di dalam Galatia 5:19-21, yang meliputi, “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.” Kelimabelas tindakan kedagingan ini (di dalam King James Version ada 17 tindakan) adalah tindakan-tindakan yang tidak diperkenan Allah. Selanjutnya, kita juga ditanam di dalam kebangkitan-Nya, artinya kita bukan hanya tidak berlaku hal-hal kedagingan saja, tetapi juga kita harus berinisiatif melakukan hal-hal yang memuliakan Allah.

Apa arti ditanam/menjadi satu di dalam kematian-Nya ? Pada ayat 6-7, Paulus menjelaskan lebih dalam, “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.” Pernyataan “Karena kita tahu,” menunjukkan bahwa jemaat Roma sebenarnya sudah mendengar pengajaran ini, sehingga Paulus perlu mengulanginya lagi untuk mengingatkan jemaat Roma (dan tentu juga kita) dengan mengaitkannya dengan kematian kita terhadap dosa. Sebagai manusia baru, kita harus mematikan manusia lama kita. Kata “lama” pada manusia lama dalam bahasa Inggris adalah old diterjemahkan dari bahasa Yunani palaios berarti antik/kuno. Kata antik mengingatkan kita akan barang-barang antik yang sudah usang, demikian pula manusia lama seharusnya berarti manusia yang sudah usang yang harus diperbaharui total. Definisi inti dari ditanam/menjadi satu di dalam kematian-Nya (atau mematikan manusia lama kita), adalah ikut disalibkan. Disalibkan dalam bahasa Yunani sustauroō berarti ditusuk dengan sesuatu yang tajam. Demikian pula, kita ikut disalibkan berarti kita ikut ditusuk oleh salib Kristus. Ditusuk adalah sesuatu yang menyakitkan. Itulah gambaran kita menyalibkan dosa-dosa kita, yaitu menyakitkan. Ketika kita berani menyalibkan dosa kita, itu mungkin terasa sakit sekali, karena kita berani menekan bahkan mematikan keinginan daging kita yang berdosa, tetapi ada akibat/efek positif (yang terjadi bersamaan) yang Tuhan singkapkan bagi kita, yaitu :
Pertama, tubuh dosa kita kehilangan kuasanya. King James Version (KJV) menerjemahkannya destroyed artinya dihancurkan. Ketika kita berani menyalibkan dosa kita dengan “menusuk”nya (bukan arti harafiah), itu berarti kita sedang menhancurkan tubuh dosa kita. Ini tidak berarti kita menyayat tubuh jasmani kita seperti yang dilakukan oleh para bidat dan pemuja berhala yang mengajarkan askese (bertarak diri). Kata body di dalam KJV diterjemahkan dari bahasa Yunani bisa berarti budak (slave). Hal ini berarti kita berani menekan keinginan daging kita yang melawan Allah. Atau dengan kata lain kita berani tidak lagi menjadi budak dosa. Hal ini lah yang ditegaskan Allah melalui Paulus dengan memperingatkan kita bahwa kita tidak boleh lagi menghambakan diri terhadap dosa (atau “melayani dosa” di dalam terjemahan KJV).
Kedua, kita bebas dari dosa. Kata “bebas dari dosa” dalam KJV diterjemahkan dibebaskan dari dosa. Dalam bahasa Yunani dikaioō, pernyataan ini berarti kita dijadikan benar/adil (just) atau tidak bersalah (innocent). Ketika kita telah mematikan dosa kita, pada saat yang sama, kita telah dijadikan benar/dibebaskan dari dosa. Hati-hati menafsirkan bagian ini. Hal ini tidak berarti setelah kita berbuat baik melawan dosa, baru kita dibenarkan. Itu ajaran Arminian yang melawan prinsip penting Alkitab, yakni kedaulatan Allah. Hal ini berarti kita dapat mematikan dosa karena Kristus telah melakukannya bagi kita, sehingga tidak ada satu inci jasa baik yang manusia lakukan yang menjadi syarat dirinya dibenarkan oleh Allah (karena semua manusia berdosa dan mengurangi kemuliaan Allah—bandingkan Roma 3:23).

Setelah kita mematikan dosa, apa yang harus kita lakukan selanjutnya ? Paulus menjelaskannya di ayat 8, “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.” Jika kita telah mati dengan Kristus atau telah mematikan dosa, maka kita beriman juga bahwa kita akan hidup/bertahan bersama dengan Dia. Kata “hidup dengan” (KJV : live with) dalam ayat ini dalam bahasa Yunani bisa berarti co-survive yaitu terus hidup/bertahan. Dengan kata lain, kematian-Nya dan kematian kita terhadap dosa mengakibatkan kita bisa percaya dan memiliki daya tahan hidup di dalam dan bersama Kristus. Berarti kita memiliki hidup yang berkelimpahan di dalam Kristus (Yohanes 10:10b) meskipun kita harus menanggung aniaya dan derita demi nama-Nya. Inilah pengharapan orang Kristen yang termasuk anak-anak Allah, yaitu beriman di dalam kehidupan bersama Kristus selama-lamanya (meskipun tetap harus melewati kematian fisik). Tidak ada pengharapan di dalam agama atau filsafat apapun di sepanjang sejarah dunia yang lebih indah daripada pengharapan yang dijumpai di dalam Kristus, yaitu hidup bersama-sama di dalam Kristus selama-lamanya di Surga. Adalah sangat idiot bagi mereka termasuk banyak “hamba Tuhan”/“pendeta” yang tidak beriman di dalam pengharapan ini (tetapi ber“iman” di dalam pluralisme/social “gospel”). Dari mana kita mendapatkan kepastian hidup ini ?

Kita mendapatkan kepastian ini karena kebangkitan Kristus, seperti dijelaskan Paulus di ayat 9-10, “Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah.” Kristus yang telah disalibkan, pada hari ketiga, Ia bangkit. Setelah Ia bangkit, Paulus mengungkapkan bahwa Ia tidak mati lagi, mengapa ? Karena maut tidak berkuasa lagi (memerintah) atas Dia. Dengan kata lain, kebangkitan-Nya telah mematikan dan mengalahkan maut. Hal ini juga dijelaskan oleh Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 15:56-57, “Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Kemenangan di dalam kebangkitan-Nya menjamin kita juga menang mengalahkan kuasa dosa, iblis dan maut. Lalu, di ayat 10, Paulus mulai mengaitkan konsep kematian dan kebangkitan-Nya dengan periode waktu dan tujuannya, yaitu kematian dan kebangkitan-Nya terjadi hanya satu kali (tidak terulang) dan untuk selama-lamanya, serta bagi Allah. Ini berarti :
Pertama, kematian dan kebangkitan Kristus adalah satu-satunya peristiwa terpenting di sepanjang sejarah yang mutlak tidak boleh diulang oleh pribadi siapapun bahkan di dalam event kapanpun, karena kematian dan kebangkitan Kristus itu unik dan memiliki finalitas yang tak dijumpai di dalam agama apapun (bandingkan Ibrani 9:28). Mengutip pernyataan dari Pdt. Dr. Stephen Tong, semua pendiri agama mati, tetapi Kristus mati dan bangkit, itulah finalitas Kristus yang mutlak. Melawan ini, berarti melawan Allah dan tidak layak disebut Kristen sejati (apalagi disebut anak-anak Tuhan).
Kedua, kematian dan kebangkitan Kristus berlaku untuk selama-lamanya (melampaui ruang dan waktu). Dengan kata lain, sifat kematian dan kebangkitan-Nya adalah kekal, mengapa ? Karena Kristus adalah Allah sekaligus manusia yang melampaui kesementaraan. Ini berarti kematian dan kebangkitan-Nya bukan hanya berlaku bagi orang-orang zaman modern tetapi juga zaman postmodern bahkan sampai selama-lamanya. Tidak ada jangka waktu berlaku di dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Puji Tuhan, ketika para pendiri agama dunia meninggal, kematian mereka tak berdampak apapun, tetapi kematian ditambah kebangkitan Kristus sangat berdampak penting bagi hidup umat pilihan Allah, mengapa ? Karena kematian dan kebangkitan-Nya menggenapkan rencana keselamatan Allah bagi kita, sedangkan kematian para pendiri agama hanya kematian manusia berdosa yang tak berdampak apapun (khusus bagi keselamatan manusia).
Ketiga, kematian dan kebangkitan Kristus diperuntukkan bagi Allah. Kristus mati menebus dosa manusia BUKAN bagi setan, karena BUKAN setan yang menjadi obyek hutang dosa manusia, tetapi Allah. Sehingga ketika Kristus menebus dosa kita, Kristus membayarkan hutang dosa kita kepada Allah, karena ketika manusia berdosa, manusia berhutang kepada Allah (=tidak berjalan menurut kehendak dan kedaulatan-Nya). Demikian juga, kebangkitan Kristus adalah kebangkitan/kehidupan bagi Allah, karena Ia telah menang dan selesai menggenapkan rencana keselamatan Allah untuk seterusnya disempurnakan melalui karya Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya.
Adalah sangat konyol jika ada “pendeta”/“pemimpin gereja” yang melawan bahkan menghina pengorbanan Kristus dengan menyamakan Kristus dengan para pendiri agama lain. Terhadap bidat ini, kita harus mati-matian menolak mereka dan kembali kepada Kristus serta jangan lupa untuk mendoakan mereka agar mereka bertobat dari kesesatan mereka kepada Alkitab dan Kristus.

Setelah menguraikan dua ayat tentang kematian dan kebangkitan Kristus, Paulus langsung mengimplikasikannya di ayat 11, “Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” Karena Kristus telah mati dan bangkit bagi Allah, maka kita pun harus mematikan dosa kita dan harus hidup bagi Allah. Apa bedanya kematian Kristus terhadap dosa dan kematian kita terhadap dosa ? Di ayat 10 tadi sudah dijelaskan bahwa kematian Kristus terhadap dosa hanya terjadi sekali (satu kali) untuk selama-lamanya, sedangkan kematian kita berlangsung berkali-kali (artinya di dalam proses) menuju kepada kesempurnaan. Dengan kata lain, kematian Kristus memungkinkan kita berani dengan kuasa-Nya mematikan dosa-dosa kita. Selanjutnya, setelah mematikan dosa, kita harus hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Terjemahan KJV menambahkan kata our Lord setelah Kristus Yesus (sedangkan LAI tidak mencantumkannya). Mengapa kata our Lord begitu signifikan? Karena hidup bagi Kristus bukan hanya beriman di dalam Kristus sebagai Juruselamat dan Penebus dosa saja, tetapi juga beriman di dalam Kristus sebagai Tuhan/Raja yang memerintah hidup kita. Dengan kata lain, hidup bagi Kristus adalah hidup yang men-Tuhan-kan Kristus di dalam kehidupan sehari-hari demi kemuliaan Allah. Bagaimana dengan kita ? Sudahkah kita menyerahkan hidup kita untuk dikuasai sepenuhnya oleh Kristus sebagai Raja, Tuhan dan Pemilik hidup kita ? Itulah tandanya kita manusia baru. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: