18 March 2008

Roma 6:15-19: HAMBA DOSA VS HAMBA KEBENARAN-1: Status dan Kondisi yang Diubahkan

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-7


Hamba Dosa Vs Hamba Kebenaran-1 :
Status dan Kondisi yang Diubahkan


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 6:15-19.

Setelah mempelajari tentang hidup yang melawan dosa di ayat 11 s/d 14, maka Paulus mulai membahas tentang status dan kondisi yang diubahkan di dalam diri orang percaya.

Karena kita tidak lagi hidup di bawah Taurat, tetapi di bawah kasih karunia, maka di ayat 14, Paulus mengingatkan kita supaya kita tidak lagi hidup di dalam dosa. Namun, apakah karena kita sudah hidup di bawah anugerah, kita masih akan berbuat dosa ? TIDAK. Paulus menjabarkan hal ini di ayat 15, “Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak!” Pernyataan “Sekali-kali tidak” dalam terjemahan King James Version, “God forbid.” (Allah melarangnya) Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat 14 dengan penjelasan lebih gamblang yaitu justru karena kita dibenarkan dan diselamatkan oleh anugerah Allah di dalam penebusan Kristus, kita tidak boleh hidup di dalam dosa dan berbuat dosa. Terjemahan KJV dalam hal ini lebih tegas yaitu Allah melarang. Bukan hanya kita tidak boleh berbuat dosa, kita juga dilarang oleh Allah untuk melakukannya. Banyak orang dunia menganggap keKristenan itu agama yang terlalu menjual murah keselamatan sehingga banyak orang Kristen menurut mereka tidak berbuat baik karena ada anugerah. Anggapan itu justru keliru, karena tanpa anugerah, manusia tak mungkin sedikit pun berbuat baik. Anugerah Allah di dalam Kristus yang dikerjakan melalui karya efektif Roh Kudus memungkinkan manusia pilihan-Nya berbuat baik sesuai kehendak-Nya. Filipi 2:13 mengajarkan bahwa Allah lah yang mengerjakan kemauan bahkan pekerjaan baik sehingga kita bisa mengerjakan keselamatan kita (ayat 12). Paulus di dalam Efesus 2:10 mengajarkan bahwa Allah telah mempersiapkan pekerjaan baik bagi umat pilihan-Nya, sehingga kita perlu mengerjakan apa yang Ia kehendaki (bukan apa yang kita kehendaki). Dengan kata lain, sumber kebaikan adalah Allah sendiri dan dari-Nya lah kita dapat dan mampu berbuat baik serta tidak lagi berbuat dosa. Apa kaitan antara berbuat baik dan tidak berbuat dosa ? Secara aneh sekali, orang dunia merasa diri sudah berbuat baik, tetapi sebenarnya makin berbuat baik mereka justru makin berdosa. Mengapa ? Karena mereka berbuat baik untuk memuliakan diri mereka sendiri dan perbuatan baik mereka tidak dikerjakan di dalam Kristus. Tetapi bagaimana dengan umat pilihan-Nya di dalam Kristus ? Ketika kita berbuat baik, kita percaya bahwa Allah kita akan memimpin langkah hidup kita dan Allah Roh Kudus menegur kita ketika kita mulai berbuat dosa. Ini semua adalah tindakan providensia (pemeliharaan) Allah bagi umat-Nya, sehingga kita tidak sampai mendukakan hati-Nya. Tetapi jangan menggunakan alasan ini untuk mengatakan bahwa kita tidak diingatkan Roh Kudus sehingga kita akhirnya jatuh ke dalam dosa. Roh Kudus memang mengingatkan dan menegur kita di dalam hati, tetapi tidak berarti Ia mematikan kehendak manusia. Menyangkal diri tidak berarti kita tidak memiliki kehendak apapun, karena ketika kita tak memiliki kehendak apapun, di saat itu pula kita sedang berkehendak untuk tak memiliki kehendak. Suatu kontradiksi yang aneh ! Kembali, menyangkal diri berarti kehendak dan keinginan kita ditundukkan pada kehendak dan keinginan Allah sehingga yang kita kerjakan hanya lah kehendak-Nya dan untuk memuliakan Allah. Demikian juga, ketika kita sudah di dalam anugerah Allah dan Roh Kudus menegur kita di dalam hati, kita diminta untuk tunduk mutlak kepada-Nya. Ketika kita tidak tunduk, di saat itu pula kita berdosa, karena kita mendukakan hati-Nya.

Untuk menjelaskan ayat 15 ini, di ayat 16 Paulus mengajarkan, “Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?” Di ayat ini, Paulus sedang mengajarkan konsep hamba dan tuan. Hamba adalah seorang yang harus taat mutlak kepada tuan dan si tuan adalah penguasa hamba tersebut. Di dalam hidup ini, Paulus membagi dua macam orang yaitu hamba iblis dan hamba Kristus/kebenaran.
Pertama, hamba iblis adalah orang yang menyerahkan dirinya sendiri secara aktif kepada iblis dan dosa sebagai tuannya. Hal ini, kata Paulus, memimpin kepada kematian/maut. Dengan kata lain, ketika kita menghambakan diri kepada iblis, kita pasti mati. Bagaimana dengan kita ? Bukankah banyak orang postmodern bahkan beberapa di antaranya mengklaim diri “Kristen” tetapi juga termasuk hamba iblis ? Mengapa ? Apakah saya terlalu ekstrim ? TIDAK. Alkitab jelas mengajarkan bahwa siapa yang menjadi hamba iblis adalah mereka yang tidak tunduk kepada Allah dan Firman-Nya (hanya Alkitab). Merekalah yang pasti mati, meskipun kelihatannya hidup. Banyak dari kroni-kroni iblis seolah-olah nampak “hebat”, “sakti”, “berkuasa”, dll di mata manusia, tetapi kenyataannya mereka tidak pernah diperkenan oleh Allah. Para kroni iblis diizinkan Tuhan untuk menguji daya tahan iman kita. Ketika kita mulai tergoda dengan tipuan tersebut, kita pun ikut mati bersama mereka. Lalu, apa ciri kroni-kroni iblis ? Pertama, memutarbalikkan dan mengganti/mengubah Injil Kristus (Galatia 1:6-10). Kedua, membujuk orang supaya mengikuti dirinya dan bukan kepada Kristus (2 Timotius 4:3-4). Ketiga, memakai Firman Tuhan (tentu yang sudah diselewengkan) untuk membujuk para pengikutnya (Matius 4:6). Dan masih banyak lagi ciri para kroni iblis, tetapi satu hal esensial yang perlu diperhatikan adalah hamba iblis pasti memuja iblis dan filsafat-filsafat atheis (seperti dualisme, materialisme, humanisme, Marxisme, komunisme, pantheisme, postmodernisme/relativisme, dll).
Kedua, hamba kebenaran adalah orang yang menyerahkan dirinya secara aktif (sebagai respon terhadap pemilihan/predestinasi Allah) kepada Kristus di dalam ketaatan. Ketaatan ini mengakibatkan orang tersebut hidup di dalam kebenaran. Kata “kebenaran” di dalam ayat ini menggunakan bahasa Yunani dikaiosunē yang berarti kebenaran keadilan (righteousness). Dengan kata lain, hamba kebenaran adalah hamba-hamba Kristus yang kesukaannya menggumuli, mengerti dan mengaplikasi Firman di dalam kehidupannya sehari-hari (bandingkan Mazmur 1:1-4). Selain itu, hamba kebenaran juga meninggikan Kristus di atas segala-galanya dan memberitakan Injil. Secara singkat, hamba kebenaran adalah umat pilihan-Nya yang mencintai : Kebenaran ketimbang ketidakbenaran, Kekudusan/Kesucian ketimbang ketidakkudusan/kenajisan, Keadilan ketimbang ketidakadilan, Kejujuran ketimbang kebohongan/dusta, dll. Mengapa ? Karena mereka adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada Sumber Kebenaran, Kesucian, Keadilan dan Kejujuran sejati. Rasul Paulus, Petrus, Yohanes, Dr. Martin Luther, Dr. John Calvin, Jonathan Edwards, Dr. Billy Graham, Dr. Stephen Tong, dll adalah para hamba Tuhan yang memberitakan Kebenaran secara bertanggungjawab, sehingga mereka layak disebut hamba kebenaran. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita juga mencintai Kebenaran dan rindu mengaplikasikannya di dalam kehidupan kita sehari-hari ? Ketika itu menjadi komitmen kita, jalankan dan Anda akan menjadi hamba kebenaran. Tetapi ingatlah, menjadi hamba kebenaran adalah orang yang sangat sulit hidup di dalam dunia postmodern yang menggila ini, karena apa yang kita beritakan bukan berita yang menyenangkan telinga, tetapi memekakkan telinga mereka, sehingga tidak heran 2 Timotius 4:3 merupakan peringatan tajam dari Paulus kepada Timotius (dan juga kepada kita) bahwa akan datang saatnya orang tidak lagi mau mendengarkan ajaran yang sehat/benar.

Puji Tuhan ! Kita bukan lagi disebut hamba dosa, tetapi hamba kebenaran. Hal ini dipaparkan Paulus di ayat 17-18, “Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” Paulus mengatakan bahwa dulu kita adalah hamba dosa karena kita menghambakan diri kepadanya, tetapi puji Tuhan, anugerah Allah di dalam Kristus telah melepaskan kita dari kegelapan dosa menuju terang Allah yang ajaib. Dulu kita setia terhadap dosa dan iblis, tetapi sebagai hamba kebenaran, Paulus menuntut kita untuk setia dan taat pada Kristus dan Injil-Nya. Taat merupakan suatu tanda kita menjadi hamba kebenaran. Ketika kita taat kepada iblis, tentu kita adalah kroni-kroni/hamba-hamba iblis, tetapi ketika kita taat kepada Kristus, kita disebut hamba Kebenaran. Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari kedua ayat ini, yaitu :
Pertama, status kita dimerdekakan dan diubahkan. Sungguh menarik ketika Paulus di ayat 18 mengajarkan bahwa kita telah dimerdekakan dari dosa, hal ini disambung dengan pernyataan, “dan menjadi hamba kebenaran.” Mungkin banyak orang dunia bingung dengan pernyataan ini, mengapa ? Karena mereka menyangka bahwa orang yang dimerdekakan tetapi kok masih menjadi hamba. Bukankah ide postmodern adalah ide yang menolak otoritas (anti-otoritas) ? Alkitab mengajarkan hal yang berlainan yaitu sesuatu yang paradoks. Kita telah dimerdekakan dari dosa berarti kita sudah lepas dari dosa atau kita tidak lagi terikat dengan kutuk dosa. Mengapa ? Karena kita sudah dimerdekakan di dalam penebusan Kristus. Lalu, bagaimana dengan status kita ? Alkitab mengajarkan bahwa kita yang sudah dimerdekakan bukan orang yang menganggur, tetapi kita dengan aktif menundukkan diri kembali di bawah Allah (bukan di bawah dosa). Di dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajarkan hal yang serupa, “Sebab seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan. Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya.” (1 Korintus 7:22) Bagaimana orang dunia mengerti antara pernyataan “orang bebas” tetapi juga “milik Tuhan” ? Mereka tidak akan mengerti kecuali kalau anugerah Allah tiba padanya dan memimpin dia menjadi anak-anak sekaligus hamba Allah di dalam Kristus. Alkitab menolak keras konsep anti-otoritas tetapi juga menolak keras otoritas yang tidak berpusat kepada Allah dan Kristus, sehingga Ia mengajarkan bahwa orang percaya bukan anti-otoritas atau bukan juga berpegang pada otoritas yang salah, tetapi kembali kepada Sumber Otoritas yaitu Allah sendiri. Dari situ lah, kita dikatakan menjadi hamba Kebenaran.
Kedua, ketaatan seorang hamba. Taat bukan sekedar mengatakan “ya” kepada perintah Allah, tetapi taat mencakup adanya totalitas penyerahan diri kita secara total kepada kehendak Allah. Hal ini ditunjukkan Paulus di dalam ayat 17 dengan mengatakan, “kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran...” Kata “segenap hati” menunjukkan bahwa kita dengan seluruh totalitas kita dari dalam menaati Firman dan menjalankannya. Dengan kata lain, menaati Firman berarti menjunjung tinggi otoritas Firman dan bersedia mengkritisi semua paradigma dunia dari orang berdosa sehingga membawa mereka kembali kepada Kristus dan Firman. Jangan pernah mengklaim diri “Kristen” tetapi kita sendiri tidak mau menjunjung tinggi otoritas Alkitab, tetapi mengilahkan diri kita sendiri atau filsafat-filsafat atheis. Mari bersama-sama kita mengintrospeksi diri kita sendiri di hadapan Allah.

Apakah ketika kita sudah menjadi hamba Kebenaran kita tidak mungkin berbuat dosa ? Jawabannya TIDAK. Mengapa ? Kuasa dosa memang sudah dilepaskan dari kita oleh Kristus, tetapi kita masih bisa berbuat dosa. Meskipun demikian, kita tidak lagi terus-menerus berbuat dosa. Rasul Yohanes mengajarkan, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.” (1 Yohanes 3:9) Kata “tidak berbuat dosa lagi” menunjukkan bahwa orang Kristen sejati masih bisa berbuat dosa (karena masih mengandung bibit dosa), tetapi mereka tak mungkin terus-menerus berbuat dosa lagi, karena mereka sudah dilahirkan dari Allah dan benih Allah tetap tinggal di dalamnya. Bibit Ilahi inilah yang memungkinkan mereka menyukai kebenaran ketimbang dosa. Tidak heran, kalau di ayat 19, Paulus mengungkapkan, “Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan.” Paulus menyadari bahwa jemaat Roma tetap adalah manusia biasa yang lemah, sehingga ia memberikan semangat dan dorongan serta teguran supaya mereka tidak lagi berkubang di dalam kelemahan dosa, tetapi keluar sebagai pemenang yang hidup bagi Kristus. Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikan kelemahan daging sebagai daya tangkap yang begitu lemah. Dengan kata lain, jemaat Roma memiliki kelemahan berpikir dan mengerti karena mereka banyak dipengaruhi oleh filsafat-filsafat Yunani yang dualis. Kalau kita mengerti konteks di Roma, kita akan mengetahui bahwa jemaat Roma khususnya yang berlatarbelakang Yunani adalah orang-orang yang dipengaruhi oleh filsafat-filsafat Plato, Aristoteles, dll yang tidak karuan. Plato mengajarkan dualisme, yaitu tubuh ini jahat dan jiwa ini baik, sehingga tubuh ini harus ditekan dan disiksa, sedangkan jiwa dibiarkan hidup dan menguasai tubuh. Tetapi Alkitab mengajarkan di dalam bagian ini adalah kita menghargai tubuh dan menyerahkan tubuh ini untuk memuliakan Allah/sebagai hamba Kebenaran. Paradigma Paulus melalui pewahyuan Roh Kudus membukakan kita suatu paradigma yang bertolak belakang dari dunia. Ketika dunia mengutuk tubuh, Allah Trinitas yang adalah Allah sejati menghargai tubuh dan mengharuskan umat pilihan-Nya menghargai tubuh mereka sebagai pemberian Allah yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah. Jadi, tanda dari seorang hamba kebenaran selanjutnya adalah menyerahkan tubuh kita untuk dipakai bagi kemuliaan Allah.

Hari ini, setelah kita merenungkan kelima ayat ini, adakah hati kita tergerak untuk menyerahkan tubuh dan jiwa kita bagi kemuliaan-Nya ? Adakah kita berkomitmen untuk tidak lagi menggemari dosa, tetapi sebaliknya menggemari Firman Allah dan Kebenarannya ? Itulah citra diri hamba Kebenaran yang telah ditebus Kristus dari hidup yang sia-sia. Soli Deo Gloria. Amin.

No comments: