23 January 2008

Matius 8:18-21 : THE ATTITUDE OF THE TRUE FOLLOWER

The Attitude of the True Follower
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 8:18-21
Kristus adalah Tuhan dan Guru yang Agung maka sudah sepatutnyalah kalau setiap orang mengikut dan menjadi murid-Nya dan Tuhan Yesus telah memberikan teladan indah bagaimana menjadi seorang murid sejati, the true follower. Kristus bukan sekedar berteori tetapi Dia menjalankan teori yang Ia ajarkan tersebut dalam kehidupan-Nya. Untuk menjadi seorang pengikut Kristus sejati, pertama-tama kita harus memahami terlebih dahulu akan esensi seorang murid sejati maka kita harus mengubah konsep berpikir atau paradigma yang salah dan kembali pada kebenaran, yaitu: Pertama, mengarahkan pandangan mata kita hanya kepada kehendak Tuhan. Pada umumnya, saat masalah datang, manusia selalu memandang ke bawah akibatnya kita selalu melihat dan merasakan kesulitannya saja sebab kita telah terjepit oleh kondisi. Berbeda halnya kalau kita memandang pada Tuhan maka percayalah, bersama Tuhan, segala kesulitan tersebut dapat kita lewati sebab kita tahu bahwa semuanya itu sudah menjadi kehendak Tuhan dan demi untuk kemuliaan nama-Nya. Kedua, menguji hati apakah kita mempunyai motivasi yang bersih. Orang lain tidak tahu apa motivasi kita sebab ada kemungkinan sepertinya kita mempunyai motivasi rohani namun sesungguhnya di balik motivasi yang “rohani“ itu ada motivasi duniawi yang mengikut di belakangnya. Sebagai contoh, banyak orang Kristen yang “katanya“ sedang melakukan pelayanan misi, yaitu memberitakan Injil ke daerah namun sesungguhnya motivasi mereka bukanlah mengabarkan Injil tapi rekreasi. Alkitab mengajarkan seorang murid sejati haruslah mempunyai motivasi murni, yaitu segala sesuatu yang kita kerjakan adalah untuk Tuhan bukan untuk manusia. Ketiga, mempersiapkan hati untuk segala kemungkinan yang terburuk yang mungkin terjadi, prepare for the worst. Kalau kita tidak mempunyai kesiapan hati maka saat kesulitan itu datang, kita akan pergi dan meninggalkan Tuhan. Mengikut yang dimaksud oleh Tuhan Yesus adalah mengikut yang selama-lamanya bukan sekedar mengikut ketika keadaan menyenangkan saja.Setelah kita memahami dan memiliki jiwa seorang murid dengan paradigma yang baru, pertanyaannya kini bagaimana hal itu termanifestasi dalam tindakan kita. Hati-hati, setiap tindakan kita merupan cerminan dari konsep berpikir atau paradigma kita, apakah kita mempunyai paradigma salah atau benar. Kalau Matius hanya mengambil dua contoh orang yang mengikut Kristus, yaitu ahli Taurat dan murid Kristus sendiri maka itu bukan berarti yang mau menjadi murid Kristus hanya dua orang itu saja. Tidak! Mengingat banyaknya mujizat yang Yesus lakukan maka hari itu pastilah banyak orang yang hendak mengikut Kristus namun baik Matius maupun Lukas tidak mencatat semua sebab memang, tujuannya bukan mencatat detail tetapi mereka ingin supaya pembaca melihat apa yang sedang terjadi dan bagaimana mengerti ada apa dibalik kejadian tersebut. Alkitab tidak mencatat apakah si ahli Taurat ini bertobat dan mengikut ataukah meninggalkan Tuhan Yesus dan Alkitab juga tidak mencatat apakah si murid ini mengerti akan penjelasan Yesus dan kemudian memutuskan untuk mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh atau meninggalkan Yesus. Kenapa Alkitab tidak mencatat? Beberapa penafsir beragumen kita tidak perlu mencari kenapa sebab memang bukan tentang kenapa tetapi Matius ingin mengajak pembaca masuk ke dalam pilihan sikap. Tuhan Yesus tidak menunjukkan sikap senang ketika ada seorang ahli Taurat yang hendak berniat menjadi murid-Nya. Tidak! Tuhan Yesus justru memberikan pilihan yang menuntut suatu keputusan, yakni serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Mat. 8:20). Keputusan setiap orang pastilah tidak sama bahkan orang Kristen yang mendengar kalimat inipun belum tentu menghasilkan reaksi yang sama. Sebagian orang mungkin memutuskan untuk ikut namun sebagian orang mungkin memutuskan tidak mau mengikut Yesus. Jadi, kalimat ini kembali kepada pribadi setiap kita, bagaimana paradigma yang benar yang Tuhan Yesus sudah teladankan tersebut terimplikasi pada setiap kita. Bagaimana menjadi seorang pengikut Kristus sejati? Ada tiga aspek yang perlu kita perhatikan: 1. Total ServiceSebagai hasil dari paradigma yang diubahkan maka pengikut Tuhan Yesus haruslah mempunyai sikap pelayanan yang sepenuh hati, total service. Hal inipun sangatlah disadari oleh dunia khususnya dalam dunia kerja, dengan segala cara perusahaan akan mengusahakan supaya pekerjanya berjiwa loyal pada perusaahaan dengan demikian perusahaan yang diuntungkan. Bahkan beberapa perusahaan tertentu menggunakan prinsip meditasi new age untuk memotivasi para pekerjanya. Dunia melihat secara pragmatis, untuk sesaat memang kelihatan hebat namun dunia tidak memahami bahwa pertumbuhan yang cepat tanpa pondasi yang kuat berakibat kehancuran. Dunia tahu pentingnya total service namun ironisnya orang Kristen tidak tahu bagaimana melayani Tuhan dengan total service. Tuhan Yesus sudah membukakan realita bahwa mengikut Dia menuntut suatu total comitment, jangan mengharapkan keuntungan dari Kristus. Mengikut Kristus berarti kita turut melakukan pekerjaan dahsyat dan mulia karena itu, Kristus menuntut sikap pelayanan yang sepenuh hati.Semangat materialisme telah mencengkeram pikiran kita, maka sesungguhnya, orang bukan total komitmen pada perusahaan tapi pada uang akibatnya kalau ada perusahaan lain yang memberikan tawaran lebih besar maka ia akan pindah ke perusahaan lain. Begitu juga dengan pelayanan kita, banyak orang yang giat dan semangat melayani tapi sesungguhnya komitmen hidupnya diserahkan pada mamon. Seluruh hidupnya diserahkan pada uang. Betapa celakanya, manusia yang hidupnya dibelenggu dengan setan. Pertanyaannya ketika Tuhan Yesus mengatakan serigala punya liang, burung punya sarang tetapi Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya, apakah itu berarti Tuhan Yesus sengaja mau membuat orang-orang yang mengikut Dia menjadi orang-orang yang papah? Apakah Tuhan Yesus tidak menghargai mereka, yaitu orang-orang yang telah melayani sesuai dengan apa mereka kerjakan? Tidak! Tuhan Yesus adalah Tuhan yang adil, Tuhan Yesus tahu bagaimana memberikan penghargaan. Uang yang diiming-imingi di depan itulah yang memacu manusia untuk maju seperti halnya anjing pacuan, greyhorne , bukankah anjing pacuan juga dipancing dengan makanan di depannya dengan demikian ia akan terus berpacu tapi sampai akhir toh ia tidak akan pernah mendapatkan apapun. Kristus telah menebus kita dari dosa dengan darah-Nya ketika kita masih berdosa. Kristus telah memberikan penghargaan pada kita terlebih dahulu; Dia mengangkat kita dari lumpur dosa dan memberikan keselamatan pada kita. Orang kristen sejati seharusnya menyadari dan berespon dengan tepat akan anugerah Tuhan ini. Tuhan sudah berikan diri-Nya menjadi tebusan dan harganya sangat mahal. Hal ini seharusnya menjadikan kita gemetar ketika kita melayani; bagaimana kita melakukan yang terbaik untuk Tuhan sebab kita telah mendapat keselamatan. Orang yang mengerti anugerah seharusnya mengerjakan setiap tugas pelayanan yang Tuhan beri dengan sepenuh hati namun sangatlah disayangkan, banyak orang justru mempermainkan anugerah. Puji Tuhan, kalau Dia telah berkenan menebus kita dari dosa, menyelamatkan kita dari kematian kekal dan menjadikan kita sebagai anak-Nya maka hendaklah hal itu menyadarkan kita bahwa darah Kristus sangatlah mahal, kita tidak akan mampu membayarnya, kita hanya dapat melayani Dia dengan sepenuh hati. 2. Single AuthorityKalimat Tuhan Yesus yang berkata: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka“ ini berarti bahwa menjadi pengikut Kristus berarti tidak boleh mengikut yang lain. Kata “mengikut“ dari bhs. Yunani, eltheim yang berarti mengikut selama-lamanya dan itu menjadi keputusan tunggal. Seorang yang telah diubahkan paradigmanya maka hatinya selalu terarah pada Kristus. Mengikut Kristus berarti kembalinya kita pada otoritas tunggal, yaitu Kristus sebagai pemegang otoritas tertinggi. Namun, manusia tidak suka kalau ada kuasa lain yang lebih tinggi dan berkuasa atas dirinya. Seiring dengan berkembangnya dunia maka konsep berpikir manusia pun juga mengalami pengembangan namun bersifat negatif sebab telah terdistorsi oleh berbagai macam pikiran filsafat. Akibatnya, manusia menjadi paranoid, orang akan sukar percaya pada orang lain sebab manusia takut ditipu. Bahkan orang yang mengaku dirinya mempunyai rasa percaya diri pun sesungguhnya tidaklah demikian. Pertanyaannya sekarang apakah diri sendiri bisa dipercaya? Tidak! Sebab diri sendiri pun sedang mencari-cari rasa percaya itu. Sebagai contoh, ketika diri meyakini sesuatu sebagai kebenaran pertanyaannya apakah sesuatu itu merupakan kebenaran sejati sehingga keyakinan kita tidak akan salah? Sayangnya, itu bukanlah kebenaran sejati karena selama kita belum tahu salah maka hal tersebut dianggap sebagai kebenaran. Bayangkan, kalau setiap hal yang ia yakini ternyata kedapatan salah maka orang menjadi skeptis, akibatnya segala sesuatu yang ia anggap benar itulah kebenaran. Sikap skeptis ini meluas hingga ke seluruh dunia, dunia menjadi anti kepercayaan dan anti otoritas. Ketika manusia sudah sampai pada titik puncak skeptik maka saat berhadapan dengan Tuhan, maka Tuhan pun tidak ia percaya lagi. Bersama-sama dengan Frederich Engels, Karl Max membuat manifesto komunisme dan mencetuskan ekonomi kapitalisme namun dunia akhirnya sadar kalau paham komunisme justru tidak membuat orang menjadi kaya bersama-sama tetapi sebaliknya orang menjadi miskin bersama. Orang menjadi kecewa ironisnya kekecewaan tersebut ditumpahkan pada Tuhan. Hati-hati ketika orang berpikir, dirinya mampu maka itu menjadi titik kehancurannya. Hendaklah kita sadar bahwa kita harus kembali kepada Tuhan sebagai single authority yang mengontrol hidup kita sebab tidak ada siapapun atau apapun di dunia ini yang dapat memimpin dan mengarahkan hidup kita. Hal ini seharusnya menyadarkan kita, kita tidak perlu kuatir dan cemas akan hidup kita. Biarlah orang-orang “mati“ (arti: mati rohani) menguburkan orang-orang mati (mati jasmani) mereka. Ketika kita tahu apa yang menjadi prioritas hidup maka biarlah kita menjadi orang hidup yang hidup dalam pemikiran kita dan otoritas kita sehingga semua tindakan kita menjadi hidup. Dimanakah kita bisa mempunyai dinamika dan kehidupan seperti demikian? Jawabannya hanya satu, yaitu kalau kita hidup di dalam Kristus. Mengikut Kristus membutuhkan kesadaran bukan fanatisme tetapi ketaatan karena kita tahu siapa Kristus yang kita ikuti tersebut, yaitu Kristus yang telah menebus dan membayar kita dengan harga yang mahal, yaitu dengan darah-Nya dan itu telah lunas di bayar.3. Kerelaan Hati Yesus berkata, “Biarlah orang mati menguburkan orang-orang mati.“ Kalimat ini langsung memilah menjadi dua posisi dan menuntut keputusan dari kita, yaitu mengikut atau menolak. Hanya ada dua pilihan, tidak ada pilihan ketiga. Serigala punya liang, burung punya sarang, Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Kalau kita termasuk sebagai orang yang “hidup“ maka kita harus mengikut pada yang Kristus yang hidup, biarlah orang mati menguburkan orang yang mati. Kita dihadapkan pada pilihan, mau posisi yang hidup atau posisi yang mati? Ingat, kalau kita memilih mengikut pada “yang hidup“ maka ia akan membawa pada kehidupan, kalau kita memilih mengikut pada “yang mati“ maka ia akan membawa kita pada kematian. Sebab kedua hal ini terletak pada dua kutub yang berbeda sehingga terjadi kesenjangan yang saling tarik menarik maka hati-hati, dengan demikian kita tidak salah memilih. Namun bukan berarti antara hidup dan mati tidak saling berhubungan. Tuhan juga tidak mengajarkan anak-anak-Nya supaya hidup secara eksklusif, yaitu hanya hidup dengan sesama orang Kristen saja. Tidak! Tuhan justru memberikan amanat Agung supaya kita pergi mengabarkan Injil ke seluruh bangsa. Tuhan ingin anak-anak-Nya mempunyai paradigma hidup yang diubahkan namun hal itu bukan berarti seorang anak Tuhan harus hidup terasing di dunia. Tidak! Tuhan justru menempatkan anak-anak-Nya di tengah-tengah kawanan serigala tapi ia haruslah tetap menjadi seekor domba dengan demikian ia menjadi terang dunia. Bagaimana anak Tuhan harus menjadi orang yang hidup di tengah-tengah orang mati tanpa kita diseret ke dalam kehidupan kematian. Inilah gambaran Kekristenan tentang discipleship of Christ. Sebagai murid Kristus yang sejati maka sikap murid seperti yang Tuhan Yesus teladankan itu harus terimplikasi dalam hidup kita sehari-hari dengan demikian hidup kita menjadi berkat bagi orang lain; orang disadarkan akan dosa dan bertobat. Biarlah sebagai murid Kristus sejati hendaklah kita mempunyai jiwa servanthood, pelayanan yang total, dan menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada otoritas Kristus yang tunggal serta kerelaan untuk hidup dalam situasi yang bersifat kontras di tengah dunia. Amin. ? (Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)


Sumber :
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20050206.htm

No comments: