06 January 2008

Bab 14 : MENJADI SAHABAT-SAHABAT KARIB ALLAH ?? (Analisa Terhadap Bab 11 Buku Rick Warren)

Bab 14
Menjadi Sahabat-sahabat Karib Allah ??




Pada bab 14 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari kesebelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Sekilas, kalau kita membaca uraian Warren pada bab ini, seolah-olah ia mengajarkan apa yang Alkitab ajarkan, tetapi benarkah demikian ? Mari kita selidiki.
Lagi-lagi, penyakit lama Warren kambuh, ia mengutip Roma 5:10 dalam versi New Living Translation yang berbunyi, “Karena kita dipulihkan ke dalam persahabatan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya sementara kita masih menjadi musuh-musuh-Nya, kita pasti akan dibebaskan dari hukuman kekal melalui kehidupan-Nya.”.

Komentar saya :
Di dalam versi Terjemahan Baru (TB) LAI, Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), King James Version (KJV), English Standard Version (ESV), International Standard Version (ISV), New Revised Standard Version (NRSV), New International Version (NIV) bahkan bahasa aslinya tidak pernah sedikitpun mengindikasikan istilah “persahabatan dengan Allah”. Berikut saya akan menyajikan kutipan ayat ini dari versi TB LAI, BIS, dan KJV sebagai tiga contoh saja. TB LAI, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” BIS mengartikannya, “Kalau pada masa kita bermusuhan dengan Allah, kita didamaikan dengan-Nya melalui kematian Anak-Nya, apalagi sekarang sesudah hubungan kita dengan Allah baik kembali, tentu kita akan diselamatkan juga melalui hidup Kristus.” KJV menerjemahkannya, “For if, when we were enemies, we were reconciled to God by the death of his Son, much more, being reconciled, we shall be saved by his life.” Kata “diperdamaikan” atau reconciled atau bahasa Yunaninya katallassō berarti changed mutually atau bisa juga berarti direkonsiliasi. Meskipun Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible mengungkapkan bahwa diperdamaikan identik dengan dijadikan sahabat, tetapi jangan menggunakan ayat ini untuk mengajarkan, “Allah ingin menjadi Sahabat baik Anda.” (Warren, 2005, p. 95). Tafsiran lain tidak mengindikasikan bahwa “diperdamaikan” itu identik dengan dijadikan sahabat. Dr. John Gill dalam John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan,
we were reconciled to God; not God to us; and this reconciliation is for their sins, an atonement for them, rather than of their persons; which being done, their persons are reconciled, not to the love, grace, and mercy of God, or to his affections, in which they always had a share, but to the justice of God injured and offended by their sins; and so both justice and holiness on one side, and love, grace, and mercy on the other, are reconciled together, in the business of their salvation;… (=kita diperdamaikan dengan Allah ; bukan Allah kepada kita ; dan rekonsiliasi/pendamaian ini bagi dosa-dosa kita, ssebuah penebusan bagi mereka, lebih daripada pada pribadi-pribadi mereka ; yang mana itu telah dilakukan, pribadi-pribadi mereka diperdamaikan, bukan pada kasih, anugerah, dan belas kasihan Allah, atau terhadap kasih sayang-Nya, di mana mereka selalu memilikinya bersama, tetapi terhadap keadilan Allah yang dicemari oleh dosa-dosa mereka ; dan juga keadilan dan kekudusan di satu sisi, dan kasih, anugerah, dan belas kasihan di sisi lain, diperdamaikan bersama, di dalam hal keselamatan mereka;…)
Dari penjelasan Dr. John Gill ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa kata “diperdamaikan” menunjuk kepada pendamaian atas dosa-dosa kita oleh pengorbanan Kristus (lihat seluruh perikop dan konteks Roma 5 untuk mendapatkan gambaran seluruhnya), dan bukan berarti ajaran Warren, “Allah ingin menjadi Sahabat baik Anda.”

Kemudian, Warren mengajarkan,
Allah ingin menjadi Sahabat baik Anda... Tetapi kebenaran yang paling mengejutkan adalah ini : Allah yang Mahakuasa ingin menjadi Sahabat Anda ! (Warren, 2005, p. 95)

Komentar saya :
Saya tidak menyalahkan pandangan ini 100%. Status kita memang dipulihkan dari musuh-Nya, menjadi sahabat-Nya. Tetapi kembali, Warren memunculkan kata “ingin” di dalam pengajarannya, “Allah ingin menjadi Sahabat baik Anda.” Pengajaran ini agak mengganggu pikiran saya, karena seolah-olah kata “ingin” berarti ada suatu hasrat atau kerinduan yang “perlu” dari Allah untuk menjadi kawan baik manusia, benarkah ajaran ini ? TIDAK. Sekali lagi, Alkitab menegaskan : ALLAH TIDAK MEMERLUKAN MANUSIA. Allah mencipta manusia, tidak berarti Allah memerlukan mereka. Allah mengasihi mereka bukan karena Allah memerlukan mereka. TIDAK ! Itu ajaran sesat ! Allah mengasihi manusia karena memang manusia yang Ia ciptakan tetapi sudah berdosa, tetapi itu tidak mengindikasikan seperti ajaran Warren (secara implisit) bahwa Allah benar-benar memerlukan manusia.

Setelah itu, mulai halaman 95, ia menjelaskan bahwa sejak Adam dan Hawa, mereka menikmati hubungan yang mesra dengan Allah, tetapi akibat dosa, maka hubungan ini menjadi lenyap. Hanya beberapa orang saja yang memiliki hak istimewa untuk berhubungan dengan Allah. Tetapi Kristus dengan pengorbanan-Nya di kayu salib menjadikan kita sebagai sahabat-sahabat Allah. Lalu, ia mengemukakan 2 dari 6 hal yang menjadi rahasia persahabatan dengan Allah pada bab ini.
Pertama, menjadi sahabat karib Allah berarti melalui percakapan yang terus-menerus. Warren mengatakan, “Persahabatan dengan Allah dibangun dengan berbagi semua pengalaman hidup Anda dengan-Nya.” (Warren, 2005, p. 97). Ini dilakukan dengan tetap berdoa, dan melalui segala sesuatu yang kita kerjakan. Lebih lanjut, ia mengungkapkan, “Segala sesuatu yang Anda lakukan bisa merupakan tindakan ‘menggunakan waktu bersama Allah’ jika Allah diajak untuk mengambil bagian di dalamnya dan Anda tetap sadar akan kehadiran-Nya.” (Warren, 2005, p. 99). Untuk itulah, ia mengutip gagasan dari Brother Lawrence yang menurutnya bermanfaat dengan, “menaikkan doa-doa berbentuk percakapan yang lebih singkat secara terus-menerus sepanjang hari dan bukannya berupaya menaikkan doa-doa yang memakan waktu lama dan kompleks.” (Warren, 2005, p. 98) Dengan dalih ajaran Alkitab, ia mengajarkan caranya yaitu menggunakan “doa nafas” sepanjang hari dan cara ini katanya sudah dilakukan oleh banyak orang Kristen selama berabad-abad. Caranya ? “Anda memilih satu kalimat pendek atau frasa sederhana yang bisa diulangi kepada Yesus dalam satu nafas : ‘Engkau menyertaiku.’, ‘Aku menerima anugerah-Mu.’, ‘Aku bergantung pada-Mu.’, ‘Aku ingin mengenal-Mu.’, ‘Aku milik-Mu.’, ‘Tolong aku percaya pada-Mu.’...Pastikan bahwa tujuan Anda adalah untuk menghormati Allah, bukan untuk mengendalikan Dia.” Dengan cara ini, Warren berkata, “Mempraktikkan kehadiran Allah merupakan suatu keterampilan, sebuah kebiasaan yang bisa Anda kembangkan...

Komentar saya :
Menjadi sahabat karib dengan Allah tidaklah salah, karena Alkitab memang menyebut status kita bukan lagi hamba, tetapi sahabat. Yang dimaksud “hamba” di sini bukan berarti kita tidak perlu mengabdi lagi, lalu kita semua menjadi bos yang bisa akrab dengan Tuhan. Itu tafsiran dan ajaran sesat ! Status kita sebagai anak Allah memang paradoks. Di satu sisi kita adalah sahabat Allah dan di sisi lain, status sahabat tidak mengajarkan bahwa kita seenaknya terhadap Allah, oleh karena itu kita masih disebut Hamba, tetapi bukan hamba dosa, melainkan Hamba Kebenaran yaitu orang yang mengabdi dan setia hanya kepada kebenaran Allah di dalam Kristus. 1 Korintus 7:22 mengajarkan prinsip ini, “Sebab seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan. Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya.” Tuhan menyebut kita tetap sebagai hamba, tetapi bukan hamba yang terikat, melainkan hamba yang bebas (bahasa Yunaninya apeleutheros berarti dibebaskan), milik Tuhan. Ini adalah pengertian yang paradoks. Di dalam Roma 6:22, Paulus juga mengajarkan, “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.” Status kita selain disebut Sahabat, adalah hamba Allah. Rasul Paulus yang tersohor di dalam keKristenan di dalam setiap suratnya tidak berani menggunakan kalimat pembuka, “dari Paulus, Sahabat Allah”. Ini membuktikan dia tahu diri. Di dalam Roma 1:1, Paulus menyebut diri, “hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.” Paulus yang tersohor sekalipun selalu menggunakan status bahwa dirinya adalah tetap hamba yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil. Di sini, dia tahu benar bahwa hamba Tuhan itu adalah tetap hamba yang dulunya rusak akibat dosa, tetapi sudah dipanggil dan dikuduskan. Mengapa konsep ini tidak diajarkan oleh Warren dan sebaliknya, malahan Warren menekankan pengajaran pada menjadi sahabat Allah, bukan menjadi hamba Allah ?! Apakah Warren lebih hebat daripada Paulus ?!
Lalu, problematika dalam mengerti menjadi sahabat Allah menjadi problematika Warren selanjutnya. Ia mendefinisikan menjadi sahabat Allah bukan merenungkan firman Allah terlebih dahulu, tetapi bercakap-cakap dengan-Nya terus-menerus. Bahkan ia mengutip pengajaran “doa nafas” dari Brother Lawrence. Berikut penuturan Richard M. Bennett dalam kritiknya terhadap ajaran Warren ini,
For centuries Catholic mystics have practiced “breath prayers” such as these. They are simply the Catholic form of old Greek mysticism and akin to the mantras of Hindus. In this same book, Warren cites approvingly the famous Catholic mystic Madame Guyon (p. 193). He approves also of St. John of the Cross (p. 108) and the Catholic priest mystic, psychologist and ecumenist Henri Nouwen (pp. 269-270). He warmly agrees with Mother Teresa (pp. 125, 231). These misleading techniques are thus propagated and lead further into the whole mystic plague that presently is threatening believers. This plague is the imagination that there is a unity consciousness with God apart from the Person, unique life and sacrifice of Christ Jesus. [See our article on The Mystic Plague on our WebPage: www.bereanbeacon.org] Warren presents a mystical agenda, which the world loves and accepts, but which is an abomination before the Lord God. (=Selama 100 tahun, para penganut mistik Katolik telah mempraktekkan “doa-doa pernapasan” seperti ini. Mereka semata-mata merupakan bentuk Katolik dari mistisisme Yunani kuno dan mirip dengan mantra-mantra dari orang-orang Hindu. Di dalam buku yang sama, Warren dengan penuh keyakinan mengutip penganut mistik Katolik Madame Guyon pada halaman 193. Dia juga menyetujui akan St. John of the Cross (halaman 108) dan imam Katolik mistik, psikolog dan ecumenist, Henri Nouwen (halaman 269-270). Dengan hangat dia setuju dengan Ibu Teresa (halaman 125, 231). Teknik-teknik yang menyesatkan ini disebarluaskan dan dipimpin lebih jauh kepada keseluruhan bahaya mistik yang sekarang sedang mengancam orang-orang percaya. Bahaya ini adalah imajinasi bahwa ada sebuah kesadaran yang menyatu dengan Allah terlepas dari Pribadi, kehidupan yang unik dan pengorbanan dari Kristus Yesus [lihat artikel Richard M. Bennett tentang Bahaya Mistik di www.bereanbacon.org]. Warren menawarkan sebuah agenda mistik, yang dunia cintai dan terima, tetapi yang adalah sebuah kebencian yang dalam di hadapan Tuhan Allah.) (http://www.bereanbeacon.org/articles/rick_warren_purpose_driven_2.htm)

Apa yang sudah saya duga sebelumnya adalah benar. Boleh dikatakan hampir semua buku yang berstandart best-seller bukan buku yang baik dan God-centered, tetapi berdasarkan semangat zaman (Zeitgeist/spirit of the age), yaitu humanisme dan pantheisme (Gerakan Zaman Baru). Dan dugaan saya ini ternyata dibuktikan dengan teliti oleh Richard M. Bennett bahwa kutipan dari Brother Lawrence sengaja dilakukan oleh Warren agar bukunya laris di pasaran dunia yang memang sedang menggandrungi Gerakan Zaman Baru dengan ide mistiknya (market and profit oriented). Ini problematika dan krisis zaman ! Apa yang Warren paparkan lebih ke arah pengalaman pribadi (experience-oriented), dan bukan pengajaran Alkitab. Bolehkah kita mengalami hadirat Allah ? Boleh saja, tetapi yang menjadi dasar dan sumber utama adalah firman Allah, yaitu Alkitab. Kita boleh mengalami hadirat-Nya hanya sebagai respon kita mengerti dan mengenal-Nya melalui Alkitab ! Jika pengalaman kita menyimpang dari Alkitab, seperti pengalaman yang tidak bertanggungjawab dari Pariadji, yang harus kita lakukan hanya satu : buanglah pengalaman itu dan kembalilah hanya kepada Alkitab !

Kedua, cara menjadi sahabat karib Allah menurut Warren adalah dengan melalui meditasi yang terus-menerus, yaitu dengan merenungkan Firman-Nya sepanjang hari. Lalu, ia mengungkapkan, “Mustahil menjadi sahabat Allah tanpa mengetahui apa yang Dia firmankan.” (Warren, 2005, p. 100). Untuk apa kita melakukan ini ? Ia mengajarkan, “Sahabat saling berbagi rahasia, dan Allah akan berbagai rahasia-rahasia-Nya dengan Anda jika Anda mengembangkan kebiasaan merenungkan Firman-Nya sepanjang hari. Allah memberi tahu Abraham rahasia-rahasia-Nya, dan Dia melakukan hal yang sama terhadap Daniel, Paulus, para murid, dan sahabat-sahabat lainnya.” (Warren, 2005, p. 101).

Komentar saya :
Menjadi sahabat karib dengan Allah dengan merenungkan firman-Nya itu tidak salah dan bahkan harus dilakukan karena kita adalah anak-anak Allah. Tetapi yang menjadi masalah selanjutnya adalah motivasi orang Kristen dalam merenungkan firman-Nya menurut Warren adalah agar rencana Allah dinyatakan kepada kita. Ini bukan motivasi yang beres. Kita merenungkan firman-Nya, supaya firman-Nya itu menuntun, mengajar, mendidik dan menegur kita yang salah. Perhatikan, Paulus mengajar, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3:16-17). Kita mempelajari firman-Nya agar diri kita dalam seluruh keberadaan kita dapat sesuai dengan apa yang Ia kehendaki, bukan sebaliknya agar Allah bisa dimanipulasi oleh kita dengan menyatakan semua rencana-Nya seperti layaknya seorang sahabat. Analogi yang Warren pakai yaitu tentang sahabat yang saling berbagi rahasia untuk menggambarkan hubungan Allah dengan anak-anak-Nya, itu TIDAK TEPAT dan bahkan salah ! Seorang sahabat menurut pikiran saya, memang bisa berbagi rahasia, tetapi sahabat yang otaknya agak beres, pasti tidak semua membagikan rahasia kepada orang lain. Maksud saya, sahabat yang otaknya masih beres hampir jarang mengungkapkan rahasia yang sangat pribadi entah tentang dirinya atau orang lain kepada temannya yang lain. Allah pun demikian. Di dalam Alkitab dari kaca mata theologia Reformed, Allah itu adalah Allah yang berdaulat yang memiliki dua macam atribut yaitu atribut yang dikomunikasikan (communicable attribute), misalnya adil, kasih, jujur, dll, dan kedua, atribut yang tidak dikomunikasikan (incommunicable attribute), misalnya kekal, melampaui ruang dan waktu, tidak terbatas, dll. Rahasia-Nya yang dinyatakan kepada anak-anak-Nya pun dibagi menjadi dua, dan ada rahasia-rahasia tertentu hanya dapat diketahui oleh Allah saja, dan tidak boleh diketahui oleh manusia, contohnya kapan Kristus datang kedua kalinya, alasan Allah memilih sebagian orang untuk diselamatkan (Efesus 1), dll. Ketika ktia mulai mengotak-atik rahasia-Nya yang tidak disingkapkan-Nya, itu akan menjadi cikal bakal timbulnya bidat/ajaran sesat ! Ketika kita tidak mengerti rahasia-Nya yang tidak disingkapkan-Nya, kita diperintahkan hanya TAAT ! Itu sikap seorang hamba ! Kalau sikap seorang sahabat, ingin tahu (lebih tepatnya, memaksa ingin tahu) apa yang sahabat lainnya ingin tahu meskipun temannya tidak mau membukakan rahasianya. Itulah Rick Warren dengan ajian saktinya The Purpose Driven Life !

No comments: