12 December 2007

Roma 4:13-15 : IMAN DAN HUKUM TAURAT

Seri Eksposisi Surat Roma :
Fokus Iman-4


Iman dan Hukum Taurat

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 4:13-15.

Setelah Paulus memaparkan tentang iman yang berfokus/bersumber pada perjanjian Allah, maka ia mulai membandingkan konsep iman dan hukum Taurat sebagai prinsip dibenarkan.

Pada ayat 13, Paulus mengatakan, “Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.” Kembali, Paulus lebih mengkhususkan bahwa bukan karena hukum Taurat, Abraham memperoleh janji Allah, tetapi hanya berdasarkan iman. Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikannya, “Allah berjanji kepada Abraham dan keturunannya bahwa dunia ini akan menjadi milik Abraham. Allah berjanji begitu bukan karena Abraham taat kepada hukum agama Yahudi, tetapi karena ia percaya kepada Allah sehingga ia diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya.” King James Version menerjemahkannya, “For the promise, that he should be the heir of the world, was not to Abraham, or to his seed, through the law, but through the righteousness of faith.” Kata “janji” di dalam ayat ini dalam KJV diterjemahkan promise dan kata Yunaninya adalah epaggelia yang secara khusus berarti a divine assurance of good (asuransi/jaminan Allah akan kebaikan). Dengan kata lain, kata janji sangat berkaitan erat dengan jaminan Allah sendiri bagi umat-Nya. Bagi Allah, janji-Nya diberikan kepada Abraham tanpa memandang apakah Taurat itu sudah ada atau belum. Hal ini juga dijelaskan Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Galatia 3:17-18, “Maksudku ialah: Janji yang sebelumnya telah disahkan Allah, tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat, yang baru terbit empat ratus tiga puluh tahun kemudian, sehingga janji itu hilang kekuatannya. Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum Taurat, ia tidak berasal dari janji; tetapi justru oleh janjilah Allah telah menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada Abraham.” Di sini, kebenaran Firman menjadi lebih jelas, yaitu hukum Taurat yang ada 430 tahun setelah perjanjian Allah kepada Abraham (Kejadian 17:4-6 ; 22:17-18) tidak dapat berbuat apa-apa untuk meniadakan janji Allah. Ini berarti janji Allah lebih berkuasa ketimbang seluruh syariat agama apapun di dunia ini. Kembali, kita melihat pentingnya iman di dalam kehidupan orang Kristen sejati. Ketika agama-agama dunia (non-Kristen) menawarkan jasa baik sebagai syarat “mutlak” untuk diselamatkan dan masuk “surga”, maka keKristenan adalah satu-satunya yang berdasarkan iman. Iman ini di dalam pengertian theologia Reformed didasarkan pada perjanjian/jaminan Allah (kovenan) bagi umat pilihan-Nya sejak kekekalan. Dan lagi, iman di dalam janji Allah ini tidak dapat dibatalkan atau digugurkan oleh apapun atau siapapun, bahkan syariat agama apapun, sehingga ketika seorang umat pilihan beriman sungguh-sungguh di dalam Kristus, maka secara otomatis keselamatannya tidak pernah mungkin bisa hilang (Perseverance of the Saints). Ini membuktikan kedahsyatan kuasa iman di dalam Kristus (the power of faith in Christ). Kalau keselamatan anak Tuhan bisa hilang, maka ayat ini dan Galatia 3:17-18 tidak berlaku dan akan berbunyi bahwa bahwa janji Allah bisa dibatalkan karena umat pilihan tidak mengerjakan keselamatannya. Tetapi, kedua perikop ini tidak sedang mengajar hal demikian. Jadi, barangsiapa yang mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan bisa hilang adalah penyesat.

Mengapa manusia pilihan-Nya dibenarkan hanya melalui iman ? Jawabannya dijelaskan Paulus di dalam ayat 14, “Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu.” Di dalam ayat ini, Paulus kembali mengajarkan tentang fokus keKristenan. Kalau keKristenan berfokus pada perbuatan baik (yang tidak ada bedanya dengan agama-agama dunia yang non-Kristen), maka iman kita di dalam Kristus dan lebih dalam lagi, pengorbanan Kristus menjadi sia-sia dan tidak berarti. Kata “sia-sia” dalam KJV diterjemahkan made void dan kata Yunaninya adalah kenoō yang berarti to make empty (membuat kosong). Berarti, jika perbuatan baik menjadi fokus keKristenan, maka iman di dalam Kristus dan pengorbanan Kristus tidak berarti apa-apa atau menjadi kosong. Selain itu, jika perbuatan baik yang menjadi fokus keKristenan, maka janji Allah menjadi batal. Kata “batal” dalam KJV diterjemahkan made of none effect (=tidak memiliki pengaruh/efek) dan kata Yunaninya adalah katargeō yang berarti to be (render) entirely idle (useless) (=tidak memberikan efek apapun/tidak berguna). Selain kosong, iman dan janji Allah pun menjadi tidak berarti, ketika keKristenan berfokus kepada perbuatan baik. Mengapa demikian ? Karena ketika seseorang memfokuskan perbuatan baik sebagai syarat dibenarkan/diselamatkan, maka ia akan terus berbangga diri atas apa yang telah diperbuatnya, sehingga ia menjadi sombong dan seolah-olah tidak memerlukan orang lain bahkan Tuhan untuk menyelamatkannya. Di sini, saya berani menyatakan “theologia” Arminian dan Katolik Roma yang berpura-pura mengajarkan dibenarkan melalui iman, padahal “iman” mereka sebenarnya ada pada perbuatan baik adalah “theologia” yang dipengaruhi oleh humanisme dan berakar pada antroposentris (berpusat pada manusia). John Gill dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible memaparkan, “if salvation is by works, it is to no purpose for God to promise, or men to believe; for the thing promised depends not upon God's promise, but upon man's obedience to the law;” (=jika keselamatan adalah melalui perbuatan, tidak ada alasan/maksud apapun bagi Allah untuk berjanji, atau manusia untuk percaya ; karena hal yang dijanjikan bergantung bukan pada janji Allah, tetapi pada ketaatan manusia pada hukum.) Dalam paparannya, John Gill lebih tajam lagi mengaitkan iman pada janji dan karya Allah secara aktif, bukan pada perbuatan karena jika didasarkan pada perbuatan, meskipun Allah berjanji bagi umat-Nya, maka janji itu bukan bergantung pada karya Allah tetapi tindakan aktif manusia. Theologia Reformed mengajarkan dengan jelas bahwa iman adalah anugerah Allah yang merupakan tindakan karya aktif Allah sendiri (bukan atas inisiatif manusia). Bagaimana dengan kita ? Ketika kita sudah beriman sungguh-sungguh di dalam Kristus, adakah kita masih bimbang dan ragu tentang kepastian keselamatan kita ? Banyak orang Kristen yang masih bimbang akan kepastian keselamatan mereka karena mereka diajarkan oleh para “theolog” Arminian yang tidak bertanggungjawab bahwa anak Tuhan bisa kehilangan keselamatannya karena mereka tidak berbuat baik mengerjakan keselamatan. Ajaran ini tidak bertanggungjawab karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa manusia pilihan-Nya dibenarkan HANYA melalui iman (bukan melalui jasa baik). Kalau Arminian berani menegaskan bahwa manusia pilihan bisa kehilangan keselamatan, maka tidak dapat dipungkiri, seorang penganut Arminian sedang mengajarkan bahwa manusia dibenarkan melalui iman (+perbuatan baik), lebih jelas lagi, mereka percaya bahwa manusia dibenarkan melalui perbuatan baik (yang juga dianut oleh banyak “theolog”/jemaat Katolik Roma). Lebih dalam lagi, ketika mereka berani mengajarkan bahwa manusia pilihan bisa kehilangan keselamatan, maka ada dua poin yang dibenci dan dihina oleh mereka, yaitu : pengorbanan Kristus di kayu salib dan janji Allah. Artinya, ketika mereka berani mengajarkan bahwa anak Tuhan bisa kehilangan keselamatan, mereka secara otomatis sedang mengajarkan bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib masih belum cukup (meskipun di mimbar-mimbar gereja yang menganut doktrin ini tetap menyuarakan pentingnya pengorbanan Kristus), sehingga perlu ditambah dengan jasa baik anak Tuhan untuk “melengkapi” pengorbanan Kristus. Selain itu, mereka juga menghina janji Allah, seolah-olah janji Allah itu bisa diganti sesuka hati seperti janji manusia. Sebenarnya, ketika mereka berani mengajarkan ini, mereka sedang menghina natur dan hakekat Allah yang tidak dapat berubah (kekal) dan otomatis mereka sebenarnya tidak mengenal Allah (tetapi pura-pura mengenal Allah). Tinggal pilih, apakah kita mau berpegang pada doktrin yang sudah dijelaskan Alkitab atau lebih memilih sesuatu yang masih ambigu dan tidak jelas ? Marilah kita tetap berpegang dan beriman hanya di dalam janji Allah yang pasti, benar dan kekal, karena hanya Dia sajalah satu-satunya yang patut disembah, disandari, dan dipuji sebagai Allah dan Sumber Keselamatan kita yang tidak ada duanya. Dan ketika kita beriman di dalam janji-Nya, maka Ia pasti memelihara iman kita sampai akhir, karena Ia sendiri berjanji bahwa Ia akan menyertai kita selama-lamanya (Matius 28:20).

Di manakah letak kelemahan Taurat yang disalahmengerti ? Paulus lebih lanjut menjelaskan hal ini di dalam ayat 15, “Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran.” Kata “murka” di sini dalam KJV, ISV (International Standard Version) dan ESV (English Standard Version) diterjemahkan wrath dan kata Yunaninya adalah orgē yang secara analogi berarti violent passion (keinginan yang jahat/bengis) atau secara implikasi berarti punishment (penghukuman). Di dalam BIS, kata “murka” diterjemahkan hukuman Allah. Dengan kata lain, ketika seseorang berfokus pada perbuatan baik/menaati Taurat sebagai syarat dibenarkan/diselamatkan, maka ia sedang menghadapi murka/hukuman Allah. Mengapa demikian ? Bukankah hukum Taurat diberikan oleh Allah sendiri ? Perhatikan. Memang, Taurat diwahyukan Allah bagi umat-Nya tetapi bukan sebagai ilah yang menggantikan Allah sejati tetapi sebagai penuntun tingkah laku dan iman mereka. Nah, sayangnya, para ahli Taurat menyelewengkan makna Taurat yang berintikan kasih kepada Allah dan sesama menjadi “Taurat” yang mengekang kemerdekaan umat-Nya sehingga mereka berani mengajarkan bahwa kalau tidak menaati Taurat maka tidak masuk Surga. Hal ini sangat mirip dengan agama mayoritas di Indonesia yang selalu mengandalkan jasa baik manusia. Saya pernah membaca sebuah artikel dari Pdt. Binsar A. Hutabarat dengan judul Taurat Melayani Injil. Bagi saya, judul ini sangat tepat, di mana Taurat diwahyukan Allah bukan sebagai pedoman masuk Surga, tetapi sebagai pelayan bagi Injil yang akan diberikan-Nya setelah Taurat. Sehingga ketika Allah mewahyukan Taurat, Ia bermaksud menyiapkan hati umat-Nya akan berita Injil yang sesungguhnya. Dengan kata lain, Taurat di sini berfungsi sebagai cermin bagi umat-Nya bahwa dengan jasa baik mereka sendiri, mereka tidak mungkin dapat sempurna menjalankan seluruh Taurat itu, sehingga Injil yang diwahyukan Allah dapat melengkapi dan menjelaskan bahwa bukan melalui perbuatan baik manusia dibenarkan/diselamatkan, tetapi melalui iman di dalam Kristus. Lebih dalam lagi, di dalam ayat ini, Paulus dengan tegas mengatakan bahwa ketika Taurat ada, di situ ada pelanggaran. Ini membuktikan bahwa Taurat yang disalahmengerti dapat berakibat fatal, yaitu pelanggaran dan dosa yang semakin besar. Taurat yang diwahyukan Allah dengan maksud semula untuk menuntun tingkah laku dan iman umat-Nya akhirnya menjadi “Taurat” yang membelenggu dan mengakibatkan umat-Nya bukan tambah beres, malahan hidup mereka semakin brengsek karena terlalu berfokus pada Taurat dan bukan pada Allah sebagai Pewahyu Taurat. Di sini, kita melihat disorientasi iman. KeKristenan pun seringkali bertindak hal yang sama. Banyak aturan di dalam keKristenan seringkali mengakibatkan umat-Nya tidak mengenal Allah. Saya mengatakan hal ini bukan berarti bahwa aturan itu tidak penting sama sekali. Aturan memang penting, tetapi aturan yang penting hendaknya tunduk dan taat di bawah Firman Allah, bukan malahan menggantikan Firman Allah, bahkan menghina Firman-Nya. Ketika aturan yang mengklaim diri aturan “Kristen” tetapi menghina Firman Allah, itu bukan aturan Kristen, tetapi aturan manusia yang diklaim sebagai aturan “Kristen”. Marilah kita mulai selektif membedakan dua prinsip ini. Aturan Kristen yang beres selain taat dan tunduk di bawah Alkitab, juga harus takut dan menghormati Allah dengan iman dan pengertian yang benar, sedangkan aturan “Kristen” yang brengsek (palsu) mengakibatkan orang “Kristen” semakin hidup tidak bertanggungjawab dan malahan menghina Allah. Kita melihat banyak contoh konkret dalam hal ini. Karena terlalu kakunya suatu kebaktian di gereja Katolik Roma yang menggantikan otoritas Firman Allah dengan pentingnya liturgi (pengaruh dari Thomas Aquinas), maka Firman Allah dilecehkan secara tidak sengaja dan otoritas kePausan yang ditinggikan. Ini adalah akibat aturan “Kristen” yang tidak berdasarkan Firman Allah. Sebaliknya, banyak gereja “Kristen” yang pop terlalu ekstrim dan tidak lagi memperhatikan aturan, akhirnya mereka menyelenggarakan kebaktian yang tidak menggunakan liturgi yang ketat dan asal memuji “Tuhan” dengan berbagai cara. Ini pun tidak benar. Kita tidak boleh ekstrim entah itu terlalu kaku atau terlalu liar. Kita harus seimbang, yaitu bagaimana dalam beribadah, kita tetap mempertahankan tradisi liturgi kebaktian yang ketat sambil terbuka kepada kuasa Roh Kudus yang sesuai dengan Firman Allah (Alkitab). Itulah aturan Kristen yang sesuai dengan prinsip Alkitab.

Hari ini, di manakah fokus iman kita ? Kepada perbuatan baik atau iman kepada janji Allah di dalam Kristus ? Ketika kita berani mengklaim diri sebagai orang Kristen (pengikut Kristus), maka kita harus berani mengambil satu-satunya tindakan iman yaitu HANYA beriman di dalam Kristus dan bukan pada pribadi siapapun. Itulah iman Kristen yang sejati. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: