14 May 2007

Refleksi Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga 2007 : KENAIKAN TUHAN YESUS KE SURGA, KERAJAAN ALLAH DAN PENGINJILAN (Denny Teguh Sutandio)

Refleksi Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga 2007

Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, Kerajaan Allah dan Penginjilan

oleh : Denny Teguh Sutandio



Nats : Kisah Para Rasul 1:1-11


Kitab Kisah Para Rasul ditulis oleh dr. Lukas, salah seorang murid Tuhan Yesus yang juga menulis Injil Lukas (Lukas 1:1). Kitab ini dimulai dari pernyataan Lukas kepada Teofilus tentang apa yang dikerjakan dan diajarkan Tuhan Yesus sampai pada hari kenaikan-Nya ke Surga yaitu memberikan perintah kepada para rasul-Nya melalui Roh Kudus (Kis. 1:1-2). Pada ayat 3, Lukas mencatat tentang kebangkitan Kristus yang disusul dengan 40 hari penyataan diri-Nya yang membuktikan bahwa Dia hidup sambil mengajar mereka tentang Kerajaan Allah. Selanjutnya, di ayat 4-5, Lukas mencatat perkataan Tuhan Yesus yang mengingatkan para rasul-Nya untuk tidak meninggalkan Yerusalem karena mereka harus menantikan janji Bapa yaitu menerima baptisan Roh Kudus. Setelah selesai mengatakan semuanya ini, Ia akan naik ke Surga. Tetapi sebelumnya, di ayat 6, mendadak, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” Sebuah pertanyaan yang mengejutkan dari para rasul kepada Kristus. Mengutip pernyataan Pdt. Dr. Stephen Tong, Tuhan Yesus kalau boleh dikatakan “geleng-geleng kepala” setelah mendengar pertanyaan para rasul, karena menjelang kenaikan-Nya ke Surga dan setelah mendapatkan pengajaran selama 3 tahun ditambah “les privat” 40 hari setelah kebangkitan-Nya, mereka masih belum mengerti Kerajaan Allah. Kekonyolan mereka tidak berubah seperti pada saat Ia masih bersama dengan mereka dengan menganggap bahwa Kristus datang untuk mendirikan kerajaan duniawi (Matius 20:20-21). Konsep kerajaan Mesias sesungguhnya tidak dapat dimengerti karena mereka selalu mengharapkan kerajaan mesianik itu bersifat politis yang akan menghancurkan pemerintahan Romawi yang sedang menjajah mereka (Israel). Seringkali, di dalam keKristenan pun, hal serupa terjadi. Di dalam khasanah theologia Kristen, konsep kerajaan Allah duniawi dianut oleh para penganut premillenialisme (khususnya dispensasionalisme) di mana mereka mengajarkan bahwa di akhir zaman, Allah akan mendirikan kerajaan-Nya secara jelas/harafiah di Sion. Sehingga tidak heran, mereka mati-matian membela Israel bahkan rela mati demi Israel, karena mereka mempercayai bahwa Sion adalah tempat kedatangan Kristus yang kedua kalinya membangun Kerajaan Daud. Antusiasme mereka sama dengan antusiasme bangsa Israel yang tidak mengerti konsep Firman Tuhan secara menyeluruh.

Bagaimana respon Tuhan Yesus terhadap pertanyaan mereka ? Di ayat 7, Tuhan Yesus bersabda, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.” Kata “masa” di dalam ayat ini dalam bahasa Yunaninya chronos yang berarti a space of time (=suatu jarak waktu) dan kata “waktu” di dalam bahasa Yunaninya kairos yang berarti set or proper time (=waktu yang diatur atau tertentu/tepat). Lalu, kata “kuasa” di dalam frase “ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya” diterjemahkan power dalam King James Version dan bahasa Yunaninya exousia yang artinya privilege (=hak istimewa). Ini berarti dengan jawaban di ayat 7, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Allah yang kedua kali datang pada waktu tertentu atau jarak waktu yang hanya ditetapkan menurut hak istimewa Allah Bapa sendiri. Apakah ini berarti Tuhan Yesus tidak tahu ? TIDAK. Tuhan Yesus jelas tahu akan hal ini, tetapi melalui ayat ini, Ia mengajarkan bahwa kapan Kerajaan Allah yang kedua kali datang (berhubungan dengan waktu kedatangan Kristus yang kedua) bukanlah urusan para murid/rasul, sehingga mereka tidak perlu mempersoalkannya. Lalu, kalau mereka tidak mempersoalkan waktu kedatangan Kerajaan Allah yang kedua, apakah berarti para rasul-Nya hanya berdiam diri saja ? TIDAK. Di ayat 8, Tuhan Yesus melanjutkan pengajaran-Nya, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Yang seharusnya menjadi perhatian para rasul-Nya bukanlah tentang waktu kedatangan Kristus yang kedua, tetapi mandat penting di dalam menyongsong kedatangan-Nya yang kedua yaitu mandat Injil, memberitakan Injil kepada semua orang dengan kuasa Roh Kudus. Di dalam keKristenan, kita pun seringkali terjebak dengan ramal-meramal kapan Tuhan Yesus akan datang yang kedua kali, padahal hal itu tidaklah penting. Yang lebih penting daripada kegiatan ramal-meramal itu adalah menunaikan mandat yang Kristus perintahkan yaitu memberitakan Injil kepada semua orang. Momen kenaikan Tuhan Yesus ke Surga merupakan momen di mana kita sebagai anak-anak-Nya sekaligus murid Kristus harus memberitakan Injil sebagai wujud kesaksian iman kita.

Memberitakan Injil kepada siapa saja ? Di dalam ayat 8 ini, Kristus mengatakan bahwa para murid harus menjadi saksi-Nya di : pertama, Yerusalem. Yerusalem adalah tempat kediaman dan tempat tinggal mereka sehari-hari sebagai orang Yahudi. Yerusalem pula menjadi tempat di mana Kristus pernah dihakimi secara tidak adil, sehingga menjelang Kristus masuk ke tempat ini, Ia bersedih hati (Lukas 13:33-34 ; Matius 23:37-39). Tetapi justru di dalam tempat ini, para rasul harus bersaksi dan memberitakan Injil. Pertama-tama, Rasul Petrus yang mantan seorang pengecut dan penakut (karena telah mengkhianati Kristus sebanyak 3x), di hari Pentakosta ketika ia adalah salah satu rasul yang dipenuhi Roh Kudus, ia berani memberitakan Injil kepada orang-orang di luar dan akibatnya, 3000 orang yang bertobat dan menerima Kristus (Kisah 2:1-41). Rasul Paulus yang mantan seorang penganiaya keKristenan juga dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem (Kisah 9:28-29 ; 20:22-24 ; 21:15-22:22 ; 25:1-13). Ini membuktikan bahwa para rasul menunaikan apa yang Kristus perintahkan. Bagaimana dengan kita ? Kita yang berada di dalam zaman postmodern juga diperintahkan untuk memberitakan Injil pertama-tama kepada kerabat atau saudara atau keluarga kita yang masih belum mengenal Kristus. Sudahkah kita melakukannya ?
Kedua, selain di Yerusalem, Kristus juga memerintahkan para murid untuk menjadi saksi-Nya di Yudea. Yudea, menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini-II (1995), adalah sebuah Kerajaan yang diperintah oleh Herodes (37-4 sM) meliputi seluruh Palestina dan beberapa daerah di sebelah timur Sungai Yordan. Selanjutnya, kata ini (“Yudea”) berarti kata sifat (‘bersifat Yahudi’) dengan gé (tanah/negeri) atau khora (negeri) (halaman 636). Kata ini muncul ketika Injil Matius 2:1 menunjuk Betlehem sebagai sebuah kota di wilayah/negeri/tanah Yudea. Berarti, pekabaran Injil juga harus dilakukan di Yudea, seperti yang dilakukan oleh Paulus (Kisah 26:20). Di dalam keKristenan, Yudea merupakan wilayah yang lebih luas dari sekedar kerabat, keluarga, atau saudara, yaitu orang yang belum kita kenal sama sekali. Kepada mereka yang belum kita kenal yang kita temui mungkin di mal, kampus, dll, kita perlu memberitakan Injil.
Ketiga, Samaria adalah wilayah ketiga yang Tuhan Yesus inginkan para rasul menjadi saksi. Samaria menurut Kamus Alkitab adalah ibukota Kerajaan Israel Utara sejak raja Omri (1 Raj. 16:24) di mana penduduk daerah ini dicampur dengan bangsa-bangsa lain, sehingga juga agama dicampur (2 Raj. 17:24-41). Penduduknya dibenci oleh orang-orang Yahudi karena adanya perbedaan agama dan kebiasaan (Yohanes 4:9). Di dalam peta, kota Samaria ini termasuk di dalam wilayah/negeri Israel, bukan di dalam wilayah Yudea. Di dalam kitab Kisah Para Rasul, Lukas mencatat Filipus memberitakan Injil di daerah ini (Kisah 8:5,25). Kota Samaria melambangkan bahwa keKristenan harus memberitakan Injil bahkan kepada musuh yang kita benci sekalipun yang tidak sependapat dengan kita. Dan terakhir, kita dituntut Tuhan Yesus untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Melalui ayat 8 ini, kita dituntut Tuhan Yesus untuk menjadi saksi-Nya dalam menyongsong kedatangan-Nya yang kedua sama seperti yang telah dinubuatkan-Nya, “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:14) Selain itu, melalui ayat 8, Kristus ingin menyadarkan mereka bahwa perihal Kerajaan Allah bukan sesuatu yang spektakuler atau fenomenal, tetapi menyangkut perihal esensi dan sikap hati yang mau taat akan perintah-Nya. Ayat 8 juga masih berlaku bagi kita yang hidup di zaman postmodern untuk terus taat akan perintah-Nya sambil menyongsong kedatangan-Nya yang kedua dengan memberitakan Injil untuk menggenapkan Kerajaan Allah yang sudah, sedang dan akan ada kelak.

Setelah memerintahkan para rasul-Nya untuk menjadi saksi-Nya, Kristus terangkat ke Surga dan para murid menyaksikannya (Kisah 1:9). Ketika mereka sedang asyik menyaksikan peristiwa terangkatnya Kristus, tiba-tiba 2 malaikat Tuhan berdiri dan mengatakan, “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” (Kisah 1:11). Kembali, ayat 11 ini merupakan suatu peringatan dan hubungan antara kenaikan Kristus ke Surga dengan kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Kenaikan-Nya ke Surga menjadi jaminan bahwa Dia akan kembali lagi untuk kedua kalinya dengan cara yang sama ketika Ia naik ke Surga. Dan juga kedatangan-Nya yang kedua menunaikan Kerajaan Allah.

Sudahkah kita memaknai Kenaikan-Nya yang kedua sebagai momen memberitakan Injil kepada mereka yang terhilang akibat dosa untuk menghadirkan Kerajaan Allah ? Kita harus memberitakan Injil, karena, “...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,…” (Roma 1:16).
Amin. Soli Deo Gloria. Solus Christus.

No comments: