07 July 2008

Matius 10:23: CHRISTIAN & PERSECUTION: Unfriendly World

Ringkasan Khotbah : 12 Februari 2006
Christianity & Persecution: Unfriendly World
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 10:23


Pendahuluan
Bukan kebetulan kalau eksposisi Injil Matius sampai pada tema tentang penganiayaan dan tema ini sangatlah tepat mengingat tahun ini merupakan tahun yang penuh dengan gejolak dan tantangan; ekonomi, sosial dan politik yang semrawut ini membawa kita masuk dalam berbagai kesulitan dan beban hidup yang semakin berat sehingga orang menjadi teraniaya. Namun topik tentang penganiayaan ini sangatlah tidak disuka oleh orang Kristen. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa manusia tidak suka dengan topik penganiayaan atau penderitaan? Manusia mulai mencari kambing hitam untuk menjadi tempat pelampiasan, membuang kemarahan dan kejengkelan hati dan yang menjadi korban biasanya adalah orang-orang yang dianggap lemah dan terlalu baik. Karena itu, tema ini perlu untuk direnungkan dan menjadi pembelajaran bagi kita supaya kita menjadi lebih bijaksana menyikapi kehidupan yang penuh dengan gejolak. Ada empat aspek yang saling terkait yang perlu kita perhatikan: 1) pembentukan point of view atau sudut pandang, akan membuat kita melihat suatu 2) realita dengan tepat, menghasilkan 3) interpretasi yang akurat dengan demikian kita tidak salah dalam 4) meresponi suatu realita. Demikian halnya dengan penganiayaan, jikalau kita mengerti keempat aspek ini, yakni kita melihat penganiayaan dari sudut pandang yang tepat, kita tidak salah menilai suatu realita dan mengintepretasikannya dengan demikian kita tidak salah meresponi suatu penderitaan.
I. Domba di Tengah Serigala
Ketika Tuhan Yesus memilih murid, Tuhan membukakan pada murid-Nya bahwa menjadi murid Kristus seperti seekor domba yang diutus ke tengah-tengah serigala. Kalau kita mempunyai sudut pandang yang salah maka kita akan berespon salah sehingga muncul pandangan salah, yakni seekor domba yang berada di tengah serigala pasti tidak akan selamat atau dengan kata lain menjadi Kristen itu tidak enak karena banyak tantangan dan penderitaan yang harus dihadapi. Pemikiran ini sangatlah jahat karena sepertinya kita menuduh Kristus telah bersekongkol dengan serigala dan Kristus sengaja memilih kita untuk dijadikan umpan. Pemikiran yang salah! Memang, domba adalah binatang yang lemah tapi orang lupa bahwa domba ini mempunyai gembala, yaitu Tuhan Yesus. Gembala yang agung itu tidak akan membiarkan domba-Nya menjadi santapan empuk bagi serigala. Tuhan tidak mengajarkan orang Kristen menjadi seorang yang kuat yang dapat menghadapi segala tantangan dunia. Tidak! Justru ketika kita merasa diri kuat maka itu menjadi titik kehancuran kita, karena kita memerankan posisi yang seharusnya bukan menjadi posisi kita akibatnya kita gagal melihat realita yang sejati.
Bukanlah hal yang aneh kalau kita yang adalah domba dimusuhi oleh dunia. Pertanyaannya sekarang adalah kenapa orang Kristen selalu menjadi korban aniaya? Orang yang berpikiran sempit pasti langsung mengambil suatu keputusan, yakni: tidak akan pernah mau menjadi Kristen. Keputusan yang salah. Penganiayaan itu menjadi sangat istimewa karena dialami oleh orang Kristen sebab di luar Kekristenan, aniaya merupakan hal yang biasa. Gambaran domba di tengah serigala adalah gambaran yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi orang Kristen di tengah dunia. Sebab domba dengan sesama domba hidup dimanapun sangat akur lain halnya dengan serigala meski hidup dengan sesama serigala, ia tidak akan segan-segan berkelahi dan saling membunuh demi untuk mendapatkan makanan. Maka gambaran serigala yang licik dan kejam ini tepat untuk menggambarkan kondisi manusia saat ini – homo homini lupus, manusia menjadi serigala atas sesamanya. Ketika manusia mulai tamak maka ia akan menjadi kejam dan licik seperti serigala, perhatikan, sekejam-kejamnya singa, ia tidak akan pernah memakan anaknya. Di dunia modern ini pun kita akan berhadapan dengan situasi yang mengerikan – satu dengan yang lain akan saling menghancurkan dan saling menganiaya. Dunia kita adalah dunia yang berdosa sehingga aniaya itu menjadi hal yang biasa akan tetapi aniaya menjadi berbeda ketika terjadi di dalam Kekristenan. Orang Kristen sejati pasti akan dimusuhi oleh dunia karena ia berbeda dengan dunia.

II. Penyangkalan Realita
Dunia semakin berdosa, dunia tidak suka jika dibukakan akan realita yang ada, dunia lebih suka menipu diri maka jalan keluarnya adalah orang meng-indoktrinasi diri bahwa dunia ini semakin maju. Tidak! Realita itu tidak sepenuhnya benar, memang teknologi semakin maju namun kehidupan sosial – moral manusia semakin rusak, sistim ekologi semakin merosot. Sebagian orang menyadari hal ini, mereka menyerukan ke tengah-tengah dunia, declaim of the world dengan demikian diharapkan orang mulai sadar dan mengevaluasi diri. Dunia menawarkan berbagai jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan, yakni bagaimana membuat dunia ini menjadi lebih baik, bagaimana menyejahterakan hidup manusia namun semua itu nihil belaka. Beban hidup manusia justru semakin susah dan berat. Akhirnya sampailah manusia pada suatu titik kejenuhan maka pada awal abad 20, manusia mulai memberontak dan mendobrak konsep rasionalisme yang ada dan pecahlah perang dunia pertama dan kedua. Selesai dengan perang, manusia mulai masuk dalam era postmodern dimana segala hal yang mutlak direlatifkan dan membuang semua konsep tak terkecuali membuang pandangan tentang realita dengan menyerukan slogan: my business is my business, your business is your business and my business is not your business and your business is not my business so let do our own business. Celaka, setiap orang merasa diri hebat dan menganggap interpretasi atau pandangan subyektifnya itu adalah kebenaran. Perhatikan, di hadapan Tuhan kita bukanlah siapa-siapa, kita hanya manusia berdosa yang seharusnya dibinasakan, the dead man karena kita telah melawan Tuhan semesta alam. Ironis, orang menjadi marah ketika ada orang yang membukakan suatu realita kebenaran bahwa dirinya tidak lebih hanyalah manusia bodoh.
Hari ini, orang ramai protes karena salah seorang nabi dilecehkan dengan dibuat kartun. Dan reaksinya sungguh di luar dugaan ternyata apa yang digambarkan dalam karikatur tersebut dilakukan oleh para pengikutnya. Inilah gambaran dunia berdosa, dunia marah ketika dibukakan suatu realita dan hal ini justru semakin membuktikan kebenaran realita tersebut. Sebagai seorang anak Tuhan yang sejati janganlah mudah terpancing dengan akal licik iblis, kita harus melihat suatu peristiwa secara bijaksana dengan demikian kita tidak masuk dalam jebakan iblis. Kalau suatu hari nanti orang berbuat hal yang sama pada kita maka janganlah kita menjadi marah dan berbuat anarkis sebab realitanya kita hanyalah domba di tengah-tengah serigala. Kita seharusnya berbelas kasihan dan menyadarkan supaya mereka meminta ampunan pada Tuhan dan bertobat. Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang Perkasa, Dialah pemilik alam semesta maka siapakah manusia sehingga mau membela Tuhan? Adalah perbuatan konyol, seorang anak kecil membela ayahnya ketika ayahnya itu mendapat ancaman dari seorang anak kecil lain. Kalau si ayah ini mau bukankah si ayah ini dapat membela dirinya sendiri karena ia lebih kuat? Disini jelaslah bahwa point of view ini sangat mempengaruhi penilaian kita melihat suatu realita dan menentukan respon kita.
Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab manusia tidak suka realita sesungguhnya, yaitu: 1) Manusia tidak mau kekurangan dirinya terbuka di depan umum – orang yang membukakan akan realita ini, ia akan dianggap sebagai musuh. Sebagai anak Tuhan sejati, Tuhan ingin supaya kita menjadi pembawa berita – membongkar semua kebohongan yang ada dan untuk hal ini kita harus siap dimusuhi oleh dunia, 2) Esensi dosa membuat manusia tidak suka dengan kebenaran. Sejak kejatuhan, kebenaran itu selalu diputarbalikkan maka kalau ada orang yang hidup benar, orang justru melihat hal itu sebagai ketidakwajaran. Ironis, bukan? Jangan pikir hidup kita akan menjadi lebih nikmat kalau kita hidup dalam dosa. Tidak! Iblis tidak akan pernah menolong manusia ketika manusia berada dalam kesusahan apalagi kalau tidak ada suatu keuntungan dalam diri manusia yang dapat ditarik oleh iblis maka iblis tidak akan pernah menyelamatkan kita. Inilah cara kerja setan. Betapa bodohnya manusia yang berpikir bahwa hidup lebih nikmat kalau tidak menjadi Kristen. Salah! Lepas dari perlindungan Tuhan justru akan membuat hidup kita sengsara di dunia dan di kekekalan nanti.

III. Menghadapi Penganiayaan
Setiap manusia di dunia entah miskin atau kaya, buruk atau cantik pasti tidak akan lepas dari kesulitan. Orang Kristen akan dianiaya namun jangan pikir kalau kita bukan Kristen kita tidak dianiaya. Salah! Sebagai orang Kristen kita memang akan menghadapi aniaya namun kita mempunyai Gembala Agung yang tidak akan membiarkan kita menjadi sasaran empuk serigala. Tuhan meneladankan hal indah ketika menghadapi bahaya dan tantangan, yakni:
Pertama, lari. Tuhan tidak mengajar kita untuk menantang semua tantangan sehingga kita mati konyol. Jadi, menghindar dari bahaya itu bukanlah suatu kesalahan dan bukan suatu kewajiban bagi orang Kristen untuk mengorbankan diri. Dalam beberapa peristiwa, Tuhan Yesus pun ketika berada dalam posisi sulit dan terjepit, Tuhan Yesus menghilang. Menghilang disini tidak mesti harus dilakukan secara supranatural. Para Rasul seperti Rasul Petrus, Rasul Paulus juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Kristus, yaitu menghidar dari penganiayaan. Dalam doa “Bapa Kami“ diajarkan: ...jauhkanlah kami dari pencobaan; Tuhan tidak mengajar kita menjadi seorang yang sok dengan menantang segala kesulitan. Menghindari kesulitan bukan berarti kalah dan lemah. Tidak! Perhatikan, mengalah bukan berarti kalah dan menghindar bukan berarti takut. Kita boleh lari dari satu kota ke kota lain tapi satu hal yang perlu kita camkan, yakni:

Kedua, berpaut pada Tuhan. Celakalah hidup kita kalau kita lari dari dunia dan lari dari Tuhan – kita akan binasa – binasa di dunia sekaligus di kekekalan. Yang menjadi pertanyaan ketika lari, kita lari demi siapa. Betulkah hal ini merupakan pimpinan Tuhan ataukah hanya demi egoisme manusia? Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan ketika kita lari, menghindar dari bahaya, yakni: 1) integritas tidak boleh berubah, dalam pelariannya Tuhan Yesus tetap menjalankan tugas dan panggilan-Nya; 2) Tuhan Yesus lari itu bukan karena Tuhan egois – dengan lari, Dia merasa diuntungkan. Tidak! Tuhan Yesus pergi bukan karena Ia takut celaka. Tidak! Terbukti, ketika Dia pergi, Tuhan Yesus tidak tetap Tuhan yang berkuasa. Demikian juga halnya dengan Paulus, ketika dia pergi meninggalkan satu kota dan pergi ke kota lain maka tidak ada satu pun orang yang mengatakan bahwa dia pergi karena dia tidak bermoral. Tidak! Kita boleh pergi kemanapun tapi satu hal yang kita ingat dan perhatikan, jangan lepas dari Tuhan;

Ketiga, ada waktunya untuk tidak lari. Setiap manusia mempunyai kadar kemampuan menanggung suatu penderitaan yang berbeda. Jadi, tidak mungkin setiap manusia akan mengalami penganiayaan yang sama dan seberat seperti yang dialami oleh para rasul dan para martir lain. Dan satu hal yang perlu kita perhatikan, yaitu bila tiba waktu-Nya maka kita tidak boleh lari. Tuhan Yesus sendiri datang ke Yerusalem menyerahkan diri-Nya untuk disalibkan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Paulus, dia mengikuti teladan Kristus, sebelum tiba waktu bagi Paulus maka ia akan pergi menghindar dari penganiayaan akan tetapi kalau waktu itu sudah tiba meski Agapus telah memperingatkannya, Paulus tetap pergi ke Yerusalem. Inilah jiwa seorang gentleman yang harus ada dalam diri seorang Kristen sejati.

Dikisahkan ada seorang kaisar kejam bernama Kaisar Nero, dia sangat membenci orang Kristen. Kaisar Nero sangat suka melihat api maka ia menjadikan orang-orang Kristen itu sebagai obor hidup. Petrus pun pergi menghindar dari aniaya ini namun di tengah perjalanan ia berpas-pasan dengan seseorang dan bertanya, “Qua Vadis dominee?“ yang artinya: “Mau kemana, Pak Pendeta?“ Pertanyaan ini mengingatkannya akan pertanyaan Tuhan Yesus yang pernah dilontarkan padanya dahulu maka hari itu ia disadarkan bahwa saat ini bukanlah waktu baginya untuk lari maka hari itu Petrus dihukum mati – disalib dengan posisi terbalik.

Bila tiba waktunya bagi anak Tuhan untuk menghadapi aniaya maka kita harus hadapi, jangan menghindar dan jangan takut, kita harus hadapi penderitaan aniaya itu karena kita tahu, kematian itu tidak dapat dihindarkan – cepat atau lambat kita pasti akan mati. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau Tuhan berkenan memakai kita untuk berkorban demi nama-Nya. Kita akan mendapatkan sukacita sorga karena kita bertemu dengan Dia. Orang yang lari dari penderitaan karena alasan Alkitab yang mengajarkan maka itu menjadi suatu tanda tanya besar, benarkah ia anak Tuhan yang sejati? Sadarlah, hari itu mungkin kita dapat menghindari kematian tapi itu sifatnya sementara karena kita toh pasti akan mati. Biarlah perenungan ini menjadikan kita semakin mengerti bagaimana melihat suatu penganiayaan dan menghadapi penganiayaan itu. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

No comments: