18 July 2008

Bagian 3: Aspek-aspek Khotbah

III. ASPEK-ASPEK KHOTBAH
Lalu, apa yang perlu diperhatikan setiap pengkhotbah di dalam khotbah yang disampaikannya? Setelah kita memikirkan signifikansi khotbah, kita akan memikirkan dan merenungkan aspek-aspek khotbah. Prof. Stephen J. Nichols, Ph.D. di dalam bukunya Jonathan Edwards: A Guided Tour of His Life and Thought memaparkan tiga ciri khas khotbah orang-orang Puritan, yaitu: teks, doktrin, dan aplikasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. memaparkan tiga aspek/hal penting di dalam khotbah, yaitu khotbah yang: theologis, biblika, dan apologetis, dan saya menambahkan satu aspek lagi yaitu aplikatif.

A. Khotbah yang Theologis
Khotbah yang bertanggungjawab adalah khotbah yang theologis. Artinya, di dalam khotbah, sang pengkhotbah mengajar theologi sebagai pokok-pokok penting iman Kristen. Theologi di sini yang dimaksud adalah theologi sistematika, yang mencakup Doktrin Allah, Doktrin Alkitab, Doktrin Manusia dan Dosa, Doktrin Keselamatan, Doktrin Kristus, Doktrin Roh Kudus, Doktrin Gereja, dan Doktrin Akhir Zaman. Kedelapan doktrin di dalam theologi sistematika harus diajarkan di dalam setiap khotbah. Mengapa? Karena kedelapan doktrin ini adalah doktrin inti sebagai presuposisi iman Kristen yang bertanggungjawab. Sebuah khotbah yang bertanggungjawab dapat dinilai dari kesinambungan dan integrasi semua theologi/doktrin yang dia ajarkan. Sedangkan khotbah yang asal-asalan adalah khotbah yang didasarkan pada satu atau beberapa doktrin yang tidak berkaitan atau bahkan berkontradiksi dengan doktrin lain di dalam kedelapan doktrin ini. Misalnya, jika seorang pengkhotbah mengkhotbahkan Allah itu adalah Tuhan, Raja, dll, lalu ia juga mengkhotbahkan bahwa orang Kristen minta apa saja pasti Tuhan berikan. Contoh khotbah ini jelas tidak bertanggungjawab, karena adanya kontradiksi. Di mana letak kekontradiksian khotbah ini? Dalam contoh ini, sang pengkhotbah mengajar bahwa Allah adalah Tuhan, Raja, dll tanpa (mau) mengerti apa arti sesungguhnya konsep ini dari Alkitab, sehingga akhirnya ia mengajar konsep Allah menurut anggapannya sendiri lalu dikaitkan dengan ajaran bahwa minta apa saja pasti Tuhan berikan. Kalau benar bahwa orang Kristen minta apa saja pasti Tuhan berikan, bukankah Allah bukan lagi sebagai Raja, Tuhan, dll, tetapi sebagai pembantu/budak kita? Di sini letak kekontradiksian khotbah tersebut.


B. Khotbah yang Biblika/Ekspositoris: Homiletika dan Hermeneutika
Khotbah yang theologis harus diimplementasikan di dalam aspek khotbah kedua, yaitu khotbah yang Biblika. Artinya, khotbah yang bertanggungjawab adalah khotbah yang mengeksposisi Alkitab per pasal/ayat, sehingga jemaat mendapatkan konsep yang menyeluruh akan kebenaran Firman. Dr. Martin Luther, Dr. John Calvin, dan para reformator mengajarkan pola ini yaitu mengeksposisi setiap bagian Alkitab di dalam khotbah pada kebaktian/ibadah, sehingga jemaat mendapatkan berkat firman Tuhan secara menyeluruh, bukan parsial (sebagian). Apa arti mengeksposisi setiap bagian Alkitab? Artinya, di dalam khotbah, pengkhotbah menyampaikan eksposisi satu kitab, misalnya Injil Matius di dalam rangkaian seri setiap Minggu. Misalnya, minggu pertama, si pengkhotbah mengkhotbah Matius 1 ayat 1, lalu pada minggu berikutnya, ia mengeksposisi Matius 1 ayat 2, begitu seterusnya sampai keseluruhan Injil Matius selesai. Setelah selesai, si pengkhotbah juga mengeksposisi kitab lain dalam Alkitab, misalnya Surat Roma, dll. Di sini, saya mendapatkan istilah dari Pdt. Dr. Bambang H. Widjaja (Gereja Kristen Perjanjian Baru – GKPB) di dalam Majalah Rohani BAHANA, yaitu homiletika (ilmu berkhotbah) harus dikaitkan dengan hermeneutika (ilmu menafsirkan Alkitab). Untuk mengeksposisi setiap bagian Alkitab, diperlukan hermeneutika atau ilmu menafsirkan Alkitab. Agar kita dapat menjelaskan ayat per ayat di dalam sebuah pasal di dalam satu kitab di Alkitab, kita perlu menafsirkan ayat tersebut dengan memerhatikan beberapa poin penting, misalnya: latar belakang kitab yang akan kita eksposisi, perbandingan terjemahan Indonesia dengan Inggris, Mandarin (kalau bisa berbahasa Mandarin), dll sampai ke bahasa aslinya (Ibrani dan Yunani), konteks ayat tersebut dan kaitannya dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, kaitan bagian/ayat tersebut di dalam kitab tersebut dengan bagian lain di dalam kitab sejenis dengan penulis yang sama dan kitab lain baik dari Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB), dan terakhir perbandingan tafsiran ayat yang kita selidiki/khotbahkan ini dengan tafsiran dari para penafsir Alkitab baik dari para bapa gereja, theolog, maupun para ekspositor Alkitab lainnya. Jika kita benar-benar memerhatikan konsep ini, maka khotbah ini tidak akan pernah habis-habis, karena kita menggali kelimpahan berita Alkitab ayat per ayat, bagian per bagian, dll. Pdt. Dr. Stephen Tong telah mencontohkan hal ini di mana beliau mengeksposisi Surat Roma, Ibrani, Yakobus, dll sudah bertahun-tahun. Tetapi “kelemahan” pola seperti ini adalah para pengkhotbah dituntut untuk mengeksegese Alkitab (menafsirkan Alkitab dengan mengeluarkan makna Alkitab seseungguhnya) secara teliti, di mana tuntutan ini menyita waktu yang sangat lama. Jika pengkhotbah dituntut seteliti ini, maka pengkhotbah tersebut tentu tidak bisa berprofesi ganda misalnya sambil menjadi pendeta sambil bekerja sekuler (seperti: jadi dokter, dll).


C. Khotbah yang Apologetis
Ketiga, selain theologis dan biblika, khotbah seharusnya apologetis. Artinya, khotbah harus memberikan pertanggungjawaban iman Kristen di tengah dunia berdosa. Ketika dunia mengajar konsep-konsep yang berpusat pada manusia (antroposentris), misalnya bagaimana menjadi kaya, dll, khotbah di mimbar harus mengajar konsep-konsep Firman (berpusat pada Allah/Kristus – theosentris/Kristosentris) yang bertolak belakang dengan konsep manusia. Dengan kata lain, khotbah yang bertanggungjawab bukan meniru konsep dunia, tetapi menantang konsep dunia untuk ditundukkan di bawah Ketuhanan Kristus! Kita bisa menantang dunia berdosa karena kita memiliki wahyu khusus (Kristus dan Alkitab) yang memiliki konsep yang lebih agung dan bijaksana dari semua konsep dunia berdosa. Sudahkah Anda sebagai pengkhotbah mengkhotbahkan konsep theosentris yang bertentangan dengan konsep dunia yang antroposentris? Ataukah kita mengkhotbahkan konsep yang sama dengan konsep dunia demi menyenangkan konsep (“iman”) pendengar/jemaat?


D. Khotbah yang Aplikatif (Memberitakan Firman)
Di dalam khotbah harus ada unsur berita sebagai aplikasi dari khotbah yang theologis, biblika, dan apologetis. Di sini, saya mengaitkan khotbah dengan pemberitaan Firman Tuhan. Khotbah bukan hanya masalah teknik pidato/khotbah (di dalam theologi disebut homiletika), bukan hanya masalah penguasaan bahan secara akademis, tetapi khotbah yang terpenting adalah berita (message). Pdt. Dr. Stephen Tong di dalam master-class dengan tema, “Kuasa Dalam Pelayanan Berita Mimbar” mengajar bahwa pelayanan khotbah mimbar adalah pelayanan yang memberitakan Firman, bukan transfer data. Apa beda berita dengan data? Berita/pesan (di dalam khotbah mimbar) berarti pernyataan kembali apa yang telah Allah wahyukan di dalam Alkitab (bersifat dinamis), sedangkan data itu statis. Pdt. Stephen Tong memberikan contoh yang saya parafrasekan. Misalnya, melalui surat kabar/koran, kita mendapatkan data tentang kelulusan siswa/i sekolah tahun ini, sedangkan jika seorang ibu memberi tahu anaknya bahwa anaknya lulus, itulah berita. Anak bukan mendapatkan data dari ibunya, tetapi pesan/berita, di mana berita itu didapatkan sang ibu dari berita di koran. Banyak gereja Protestan/Reformed yang mementingkan doktrin, melupakan aspek berita di dalam khotbah mereka. Mereka sibuk menggali Alkitab sampai ke dalam bahasa Ibrani dan Yunani, membandingkan banyak terjemahan, mengutip segudang tafsiran orang lain akan satu ayat/nats Alkitab bahkan di dalam khotbah mimbar, tetapi mereka lupa menyampaikan berita/pesan pribadi bagi jemaatnya sebagai aplikasi. Sebaliknya, di dalam banyak gereja kontemporer, para pengkhotbah terlalu banyak memerhatikan aspek berita, bahkan terlalu ekstrim, sampai mengklaim bahwa mereka menerima “wahyu” baru, lalu membuang semua studi Alkitab yang kritis dan teliti. Reformed Injili mau menyeimbangkan kedua hal ini. Di satu sisi, tetap memerhatikan studi eksegesis Alkitab yang ketat dan berita yang segar yang disampaikan di atas mimbar.

Lalu, apa yang harus kita beritakan di dalam khotbah? Untuk itu, kita perlu belajar dari Alkitab, tentang berita apa saja yang dikhotbahkan baik oleh para nabi di PL, Tuhan Yesus, dan para rasul di PB. Berita tersebut saya bagi menjadi tiga:
1. Berita pertobatan
Nabi Natan diutus untuk menegur Raja Daud yang berdosa (2Sam. 12:7). Nabi Yesaya diutus Tuhan untuk memberitakan pertobatan bagi orang Israel, “Bertobatlah, hai orang Israel, kepada Dia yang sudah kamu tinggalkan jauh-jauh!” (Yes. 31:6) Begitu juga dengan nabi Yeremia (Yer. 25:5). Hal yang sama juga dilakukan nabi Yehezkiel, Hosea, dll. Nabi Yunus diutus untuk memberitakan berita pertobatan bagi negeri Niniwe (Yun. 3:4). Di dalam Perjanjian Baru, Yohanes Pembaptis memberitakan berita pertobatan di padang gurun Yudea sebagai jalan untuk menyambut Tuhan Yesus (Mat. 3:2). Tuhan Yesus juga memberitakan berita pertobatan kepada manusia yang hidup pada zaman-Nya (Mat. 4:17). Para rasul Kristus pun memberitakan berita yang sama yaitu berita pertobatan. Semua ini menunjukkan bahwa pemberitaan Firman Tuhan tidak bisa dilepaskan dari berita pertobatan manusia berdosa agar mereka kembali kepada Tuhan Allah. Tetapi sayangnya, di zaman postmodern, berita ini sudah jarang didengar. Yang didengungkan di atas mimbar adalah khotbah yang menjanjikan kemakmuran, kesuksesan, kelancaran, kesembuhan, dll bagi semua orang yang mengikut Kristus. Selain itu, para pengkhotbah tidak menegur dosa jemaat, malahan menutupi dosa tersebut dan mengkambinghitamkan setan sebagai penyebabnya. Contoh, jika ada jemaat yang berzinah, bukan jemaatnya yang ditegur supaya bertobat, tetapi roh/setan zinahnya yang ditengking. Dari dulu sampai sekarang, Alkitab memberi tahukan bahwa setan dari sananya memang penggoda dan penipu, sehingga kalau manusia mau digoda setan, itu salah manusianya mengapa ia mau ditipu oleh setan, bukan salah setannya.

2. Berita kasih karunia
Selain berita pertobatan, Alkitab juga mengajar bahwa para nabi, Kristus, dan para rasul pun memberitakan berita sukacita yaitu kasih karunia Allah. Allah melalui Yeremia mengajar, “Bertobatlah masing-masing kamu dari tingkah langkahmu yang jahat dan dari perbuatan-perbuatanmu yang jahat; maka kamu akan tetap diam di tanah yang diberikan TUHAN kepadamu dan kepada nenek moyangmu, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.” (Yer. 25:5) Konteks Perjanjian Lama menjelaskan bahwa berkat/kasih karunia Tuhan selalu berbentuk jasmani, karena itulah tanda penyertaan Tuhan. Di dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberitakan kasih karunia kepada mereka yang percaya, yaitu mereka akan memperoleh hidup yang kekal/tidak binasa (Yoh. 3:16), hidup berkelimpahan (Yoh. 10:10b), dll. Rasul Petrus yang berkhotbah dengan kuasa Roh Kudus di hari Pentakosta memberitakan berita pertobatan ditambah kasih karunia, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” (Kis. 2:38) Rasul Paulus juga memberitakan anugerah Allah yang menyelamatkan manusia dari jerat dan kuasa dosa (Rm. 3:23-26). Di sini, kita melihat kesinambungan PL dan PB tentang berita kasih karunia yang diberitakan selain berita pertobatan. Beberapa gereja hanya menekankan berita pertobatan dan tidak memberitakan berita kasih karunia. Ini juga salah, karena Alkitab mengajar dua hal ini secara seimbang. Berita kasih karunia ini diberitakan dengan tujuan agar umat pilihan-Nya bertobat dan kembali kepada-Nya. Ini berarti anugerah Allah mendahului dan mengakibatkan terjadinya pertobatan sejati.

3. Berita penghukuman
Di dalam Perjanjian Lama, kita menjumpai banyak kali Tuhan berfirman melalui para nabi-Nya selain berita pertobatan, juga disertai berita penghukuman. Berita penghukuman ini bisa dibedakan menjadi dua, yaitu: berita penghukuman bagi umat pilihan-Nya agar mereka bertobat dan berita penghukuman kekal bagi manusia yang bukan termasuk umat pilihan-Nya.
a. Berita penghukuman bagi umat pilihan-Nya
Berita penghukuman pertama ditujukan bagi umat pilihan-Nya dengan tujuan agar umat-Nya bertobat dari dosa-dosa mereka dan kembali kepada-Nya. Berita penghukuman ini bisa berupa penghukuman langsung atau teguran keras berupa hajaran, dll. Di dalam Perjanjian Lama, setelah menegur dosa Daud, nabi Natan memberitakan penghukuman kepada Daud yang berdosa (2Sam. 12:10-15). Di dalam Perjanjian Baru, kepada jemaat di Laodikia, Tuhan Yesus berkata, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Why. 3:19) Penghukuman Tuhan berupa hajaran ini dimaksudkan agar jemaat di Laodikia tidak suam-suam kuku dan tidak sombong (baca ay. 15 dan 17). Kedua bagian Alkitab PL dan PB ini mengingatkan kita bahwa Tuhan yang mengasihi adalah Tuhan yang menghajar anak-anak-Nya bahkan dengan keras agar anak-anak-Nya bertobat. Hajaran Tuhan mungkin terasa sakit sekali, tetapi percayalah, tujuannya adalah supaya kita bertobat dan kembali kepada-Nya. Mungkin sekali untuk menghukum kita agar tidak tamak uang, Tuhan menghajar dan menghukum kita dengan membuat kita bangkrut. Ketika Tuhan menghukum kita demikian, introspeksilah diri kita apakah kita telah berbuat dosa yang menyakitkan hati-Nya dengan mengilahkan uang/harta kita (mamon)? Jika ya, segeralah bertobat dan kembali kepada-Nya, serta tidak tamak akan uang, tetapi beriman total kepada Tuhan.

b. Berita penghukuman kekal bagi manusia yang bukan termasuk umat pilihan-Nya.
Berita penghukuman kedua adalah penghukuman kekal yang diterima bagi mereka yang bukan termasuk umat pilihan-Nya. Kekristenan postmodern berusaha menghapuskan ajaran predestinasi ini dengan dasar bahwa Tuhan memilih semua orang untuk diselamatkan. Tidak. Alkitab mengajar bahwa Allah memilih beberapa orang untuk diselamatkan dan secara otomatis, membuang sisanya (bdk. Rm. 8:29-30; Ef. 1; 1Ptr. 1:2). Kepada mereka yang tidak dipilih, Tuhan memberitakan penghukuman kekal bagi mereka. Di dalam Perjanjian Lama, Ia menghanguskan bangsa kafir (non-Israel) karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan. Di dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberitakan penghukuman kepada para penyesat. Hal ini tercantum di dalam Mat. 18:6-9, “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua.” Ia tidak segan-segan menghajar siapa pun yang tidak mau bertobat bahkan menyesatkan. Kristus juga memberitakan berita penghukuman bagi mereka yang menolak-Nya (Yoh. 3:18b), setelah Ia memberitakan anugerah hidup kekal bagi mereka yang percaya (Yoh. 3:16b, 18a). Kepada jemaat di Pergamus, Tuhan Yesus berfirman, “Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu dan Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulut-Ku ini.” (Why. 2:16) Penghukuman ini dialamatkan kepada jemaat Pergamus yang menganut ajaran Bileam (ay. 14). Penghukuman serupa juga dialamatkan kepada jemaat di Tiatira yang menganut ajaran Izebel (Why. 2:20) yang menipu jemaat untuk berzinah baik jasmani maupun rohani yaitu, “Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.” (ay. 22) Tuhan tidak pernah bermain-main dengan dosa manusia khususnya yang bukan umat pilihan-Nya. Selain berita anugerah, kita juga dituntut memberitakan berita penghukuman, meskipun orang (Kristen) postmodern tidak suka mendengarkannya. Lalu, apa makna berita penghukuman kekal ini diberitakan di dalam khotbah? Ada dua, yaitu: pertama, agar manusia dunia sadar bahwa dosa bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Setiap dosa yang keji harus menerima hukuman yang berat. Kedua, agar umat Tuhan juga sadar adanya realita pembeda yaitu anak-anak Tuhan sejati di dalam gereja vs anak-anak setan yang masih indekos di dalam gereja Tuhan. Jangan pernah mempermainkan Allah, “Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.” (Ibr. 12:29)

No comments: