23 June 2008

Roma 8:35-39: PENGHARAPAN ANAK-ANAK ALLAH-5: Lebih dari Pemenang Melalui Iman-2

Seri Eksposisi Surat Roma:
Menjadi Manusia Baru-5


Pengharapan Anak-anak Allah-5:
Lebih dari Pemenang Melalui Iman-2


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:35-39.

Setelah mempelajari tentang pengajaran Paulus tentang bentuk pertama dari segala sesuatu yang dikaruniakan Allah bagi kita bersama-sama dengan Kristus, yaitu pembenaran (ayat 33), maka sekarang kita akan merenungkan bagian kedua, yaitu menjadi warga Kerajaan Surga bersama-sama dengan Kristus di ayat 35 s/d 39.

Setelah dibenarkan melalui anugerah Allah di dalam Kristus, kita dijadikannya warga Kerajaan Surga bersama-sama dengan Kristus, sehingga “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” (ayat 35) Dengan menjadi warga Kerajaan Surga bersama-sama dengan Kristus, kita tidak akan dipisahkan dari kasih Kristus. Pertanyaan di ayat 35 sebenarnya merupakan pertanyaan retoris yang tidak memerlukan jawaban, karena pembaca diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan di ayat 35 melalui pengertian yang didapatkan dari ayat 34 dan ayat-ayat sebelumnya. “Siapakah yang akan memisahkan” menggunakan keterangan masa depan (future) yang berarti pada saat kita dibenarkan melalui iman di dalam karya Kristus yang menjadi Perantara (ayat 34 LAI menerjemahkan : “Pembela”, arti bahasa Yunani : memohonkan―memakai bentuk present), pada saat yang sama dan berlanjut untuk selama-lamanya, kita tidak akan lagi dipisahkan dari kasih Kristus. Ini adalah bentuk pemeliharaan Allah di dalam hidup dan keselamatan kita. Berbeda dari Arminian yang menekankan keselamatan yang merupakan joint venture antara Allah dan manusia, sehingga keselamatan seorang percaya sungguh-sungguh bisa hilang karena orang tersebut murtad, maka theologia Reformed yang ketat berdasarkan ayat ini dengan jelas mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan-Nya TIDAK mungkin bisa hilang, mengapa ? Jelas, Paulus mengemukakan alasannya yaitu karena Allah telah memilih, menentukan, memanggil, membenarkan dan memuliakan kita pada waktunya dengan kasih dan kedaulatan-Nya (ayat 29-30). Kedua, Allah yang sama juga telah membenarkan kita melalui Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus, sehingga tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus. Kalau Arminian “benar”, maka ayat ini seharusnya berbunyi, “Ada yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus.” Tetapi puji Tuhan, Arminian dalam hal ini salah total, dan Alkitab lah yang benar. Lalu, apa yang mungkin akan memisahkan kita dari kasih Kristus (tetapi itu tidak mungkin) ?
Pertama, penindasan. Dalam bahasa Yunani, kata ini adalah thlipsis berarti pressure (tekanan). Hampir semua Alkitab terjemahan Inggris (King James Version/KJV, New King James Version/NKJV, American Standard Version/ASV, Geneva Bible, English Standard Version/ESV) menerjemahkannya tribulation yang berarti kesengsaraan atau penderitaan, tetapi Alkitab versi International Standard Version (ISV) menerjemahkannya trouble atau masalah. Kalau kita melihat konteksnya, kita dapat merasakan bahwa Paulus sangat mengerti kondisi jemaat Roma yang mengalami penindasan, khususnya dari pihak Kaisar yang mewajibkan warganya untuk menyembah Kaisar sebagai “Tuhan”. Dari konteks inilah, maka Paulus mengajar jemaat Roma bahwa ketika kita dibenarkan melalui iman di dalam Kristus, pada saat yang sama dan selama-lamanya, kita tidak akan dipisahkan dari kasih Kristus meskipun harus menghadapi penindasan atau kesengsaraan. Di kala penindasan atau kesengsaraan, Paulus mengajar jemaat Roma untuk mengarahkan mata hatinya kepada Kristus sebagai satu-satunya Sumber Pengharapan, sehingga mereka mampu menghadapi penindasan itu dengan penuh iman, pengharapan dan kasih yang tertuju kepada Kristus. Bagaimana dengan kita ? Ketika menghadapi penderitaan sedikit saja, kita sudah bersungut-sungut terhadap Tuhan, “mengapa ini terjadi ?”, dll. Ini membuktikan kita masih memiliki iman yang kanak-kanak (childish faith). Tetapi melalui bagian ini, Paulus mengingatkan kita bahwa meskipun kita harus menanggung aniaya/penderitaan (memang yang seharusnya kita tanggung karena mengikut Kristus : Matius 16:24), maka kita harus menanggungnya dengan pengharapan dan iman yang pasti bahwa penderitaan ini tidak akan sebanding dengan kemuliaan yang akan kita peroleh (Roma 8:18). Inilah iman Kristen yang dewasa yang tahu resiko akan harusnya menderita bagi Kristus, tetapi di sisi lain tetap beriman dan berharap penuh pada janji-Nya yang selalu menyertai dan menguatkan kita.
Kedua, kesesakan. Dalam bahasa Yunani, kata ini adalah stenochōria berarti kesengsaraan atau kesedihan atau bencana atau kesusahan. New International Version (NIV) menerjemahkannya hardship (penderitaan/kesengsaraan). Seringkali bukan hanya penderitaan yang harus ditanggung, jemaat Roma pun juga menanggung kesusahan yang mendalam, entah itu diejek oleh orang-orang Roma yang atheis, pemerintah Roma, dll karena mereka menjadi Kristen. Mereka dihimpit begitu rupa sehingga mungkin beberapa di antara mereka (tentu bukan umat pilihan-Nya) yang tidak tahan akan menyangkal imannya. Di dalam kondisi ini, Paulus kembali mengingatkan bahwa kasih Kristus tidak akan melepaskan dan meninggalkan kita begitu saja, tetapi kasih-Nya memampukan kita meskipun kita harus mengalami kesusahan dan tekanan hidup yang sangat berat. Dialah satu-satunya Sumber Hidup yang patut disembah, dipuji, diagungkan dan dijadikan pedoman dan standar hidup.
Ketiga, penganiayaan. Ini adalah tahap yang lebih parah dari dua tahap sebelumnya, karena setelah menerima penderitaan dan kesesakan, jemaat Roma juga mengalami penganiayaan, ada yang dibunuh, dibakar hidup-hidup, dll. Penganiayaan ini lebih bersifat fisik. Di dalam kondisi yang lebih tertekan lagi, Paulus kembali mengingatkan bahwa meskipun harus mati sekalipun demi Kristus, percayalah, kita akan dibangkitkan dan dimuliakan bersama-sama dengan-Nya. Hal ini sesuai dengan sabda Tuhan Yesus sendiri di dalam Matius 5:10, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Mungkin di dunia, mereka ditolak dan harus menderita karena kebenaran, tetapi di Surga, mereka TIDAK akan mungkin ditolak, karena di Surga, Allah menerima mereka dan mereka dimuliakan bersama-sama dengan Kristus. Penderitaan, kesesakan hidup dan yang lebih parah, penganiayaan tidak seharusnya membuat kita terlena, tetapi bangkit dan beriman di dalam Kristus.
Keempat, kelaparan dan ketelanjangan. Bukan hanya masalah fisik yang disiksa, mungkin kita juga mengalami kelaparan atau perut kita kosong atau kekurangan makanan dan kekurangan pakaian. Paulus kembali mengingatkan kita bahwa Kristus lah Roti Hidup yang sanggup mengeyangkan kita dengan berkat-berkat rohani yang bernilai kekekalan ketimbang roti jasmani yang sesaat sifatnya. Kasih Kristus membuat kita yang mungkin kelihatan miskin dan tak berdaya di mata manusia, tetapi di mata Allah, kita begitu berharga. Tetapi hal ini tidak berarti kita harus melarat, miskin, dll. TIDAK. Itu semua tergantung pada kedaulatan Allah atas hidup kita yang berdaulat memberikan kekayaan dan sanggup juga membiarkan kita miskin.
Kelima, bahaya dan pedang. Kata “pedang” di sini secara figuratif dapat diterjemahkan sebagai perang. Bahaya bisa meliputi bahaya yang mengancam hidup, misalnya kapal kandas, tenggelam, dll. Melalui semuanya itu, kita seringkali takut, gentar, dan putus asa. Tetapi, sekali lagi, Paulus mengingatkan kita bahwa tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus meskipun ada marabahaya dan perang sekalipun. Bagaimana dengan kita ? Konflik Israel dan Palestina, Irak dan Iran, bahaya yang mengancam hidup kita terus mencengkeram dan menghimpit hidup kita, seakan-akan tidak ada damai sejahtera, tetapi percayalah, Allah yang Berdaulat akan memberikan damai sejahtera bagi umat-Nya ketika tidak ada damai sejahtera, supaya kita yang telah merasakan damai sejahtera Allah dapat menyalurkannya kepada mereka yang membutuhkan damai sejahtera dengan memberitakan Injil Kristus. Meskipun tetap harus melewati bayang-bayang maut, Tuhan akan Kekuatan kita dan Sumber Damai Sejahtera kita, sehingga kita tidak akan goyah dan juga kita harus mewujudnyatakan damai sejahtera itu kepada mereka yang membutuhkan.

Uniknya, meskipun tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus (penderitaan, kesesakan, penganiayaan, dll), tetapi kita tidak berarti lepas dari segala kesulitan, melainkan harus melewatinya. Hal ini lah yang diajarkan di dalam ayat 36 yang mengutip Mazmur 44:23, “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Pemazmur menyanyikan hal ini dengan suatu iman dan pengharapan bahwa hanya karena Allah saja, umat-Nya ada dalam bahaya maut. Mazmur 44 secara unik menjelaskan hal ini. Pasal ini dapat saya bagi menjadi 2 poin, yaitu, pertama, ayat 1 s/d 9 yang mengisahkan kebesaran, keagungan dan kedaulatan Allah yang memimpin bangsa Israel serta pujian ini berakhir di ayat 9, dan kedua, ayat 10 s/d 27, Allah yang juga mendisiplin umat-Nya dengan berbagai penderitaan, kesesakan, dll, meskipun demikian umat-Nya tetap beriman di dalam Allah (ayat 18 s/d 22). Inilah pengharapan iman umat Israel dan juga kita sebagai umat pilihan-Nya. Di sini jelas dikatakan bahwa meskipun kasih Kristus tidak pernah meninggalkan kita, tidak berarti kita dibiarkannya menjadi anak Allah yang manja, hidup serba instan, hidup sukses, lancar, tanpa sakit penyakit, dll, tetapi Allah mengizinkan berbagai penderitaan, kesesakan, bahaya, dll mengancam hidup umat-Nya, supaya melalui itu semua, iman mereka dimurnikan. Yang lebih unik lagi, penderitaan, kesesakan, bahaya maut, dll langsung dikaitkan dengan pernyataan, “Oleh karena Engkau”. Hal ini menunjukkan bahwa Allahlah yang mengizinkan semuanya terjadi. Tuhan Yesus sendiri mengajar kita bahwa barangsiapa yang mengikut-Nya harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut-Nya (Matius 16:24) serta barangsiapa yang tidak mau menyangkal diri dan memikul salib, orang itu tidak layak bagi-Nya (Matius 10:38). Rasul Petrus mengajarkan hal serupa, “Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.” (1 Petrus 2:19) Bagi Petrus, penderitaan sejati adalah penderitaan yang ditanggung dengan kesadaran bahwa itu terjadi atas kehendak Allah. Kembali, kata “kehendak Allah” disebutkan. Hal ini berarti kalau kita menderita bukan atas kehendak Allah, misalnya karena kesalahan kita sendiri yang teledor, maka jangan bersukacita atas penderitaan itu, tetapi bertobatlah. Yakobus juga menjelaskan hal serupa, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah,…” (Yakobus 1:2-5a) Yakobus mengajarkan bahwa jika kita jatuh ke dalam berbagai pencobaan, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan (arti bahasa Yunani : sukacita). Mengapa ? Karena pencobaan (atau bisa diterjemahkan godaan) yang diizinkan Tuhan itu menghasilkan ketekunan (arti Yunaninya : ketahanan) dan ketekunan/ketahanan itu menghasilkan buah yang matang (arti Yunaninya : perwujudan yang sempurna ; ASV, Geneva Bible, KJV dan NKJV menerjemahkannya perfect work/karya yang sempurna), supaya kita menjadi sempurna dan utuh serta tidak ada sesuatupun yang kurang/tertinggal. Di dalam pengujian dari Tuhan (bisa melalui iblis yang menggoda), kita bukan hanya diperintahkan untuk menganggapnya sebagai suatu sukacita, tetapi juga kita harus membutuhkan hikmat Allah untuk menanganinya. Inilah uniknya Yakobus 1:5a yang langsung terkait erat dengan ayat 2 s/d 4. Dengan kata lain, Allah yang mengizinkan kita melewati bayang-bayang maut, Ia pulalah yang akan memimpin dan menuntun kita di dalam bayang-bayang maut melalui hikmat-Nya untuk memuliakan-Nya. Bagaimana dengan kita ? Banyak orang Kristen gemar mengeluh ketika harus menderita, melarat, dll, mereka menganggapnya itu kutukan dari iblis yang harus di“tengking” dan dilepaskan (pemulihan atas resesi ekonomi). Benarkah itu ? Apakah setiap penderitaan pasti dari iblis ? BELUM TENTU ! Penderitaan bisa dipakai Allah untuk menguji umat-Nya. Ketika kita mungkin melarat, gagal dalam usaha kita, introspeksi diri kita apakah kita memang yang salah, teledor, dll, atau sebenarnya ada ujian Allah bagi kita supaya kita HANYA menTuhankan Kristus, bukan harta kita. Ingatlah ! Setiap hidup kita harus berserah total kepada-Nya dan menTuhankan Kristus, sehingga meskipun harus menghadapi marabahaya, kita tetap kuat dan tidak goyah, bukan karena kehebatan kita, tetapi karena kuasa dan anugerah Allah.

Lalu, apakah kita yang harus menghadapi segala marabahaya, nantinya akan kalah dan tidak berpengharapan ? TIDAK ! Ayat 37 menjelaskannya bagi kita, “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” Meskipun harus menghadapi marabahaya, kita tidak ditentukan untuk kalah, tetapi MENANG ! Bahkan Alkitab kita menyatakan bahwa kita lebih dari orang-orang yang menang atau terjemahan Yunaninya berarti kita beroleh kemenangan mutlak atau kita mampu menaklukkan semuanya itu. Inilah janji Allah bagi umat-Nya. Kita bukan lemah, kalah, dll oleh karena pencobaan dan ujian, tetapi kita mampu menaklukkan semuanya itu dan menjadi lebih dari pemenang oleh iman. Mengapa ? Karena iman kita ditujukan bukan pada penderitaan, tetapi kepada Kristus yang telah menang. Karena Kristus telah menang atas kuasa dosa, iblis dan maut melalui kebangkitan-Nya, maka Ia menjamin kemenangan umat pilihan-Nya untuk menaklukkan segala penderitaan untuk memuliakan-Nya. Karena Kristus yang telah bangkit dan menang mengalahkan kuasa dosa, iblis, dan maut serta memberikan kemenangan itu bagi umat-Nya, kita tidak perlu sombong, tetapi kita harus terus-menerus bersyukur atas anugerah dan kasih-Nya. Inilah yang ditegaskan Paulus di dalam pernyataannya kemudian, “oleh Dia yang telah mengasihi kita.” Dengan kata lain, tanpa kasih Kristus, kita tak mungkin bisa menang mengalahkan iblis, dosa, maut, dll. Tanpa Kristus, kita pasti terus-menerus menjadi budak dosa yang mengilahkan dosa. Tetapi puji Tuhan, melalui dan di dalam Kristus, kita menjadi lebih dari pemenang atau memperoleh kemenangan mutlak melawan kuasa dosa, iblis dan maut. Perlu diingat, kemenangan kita bukan kemenangan yang tidak mau melihat masalah/penderitaan, tetapi kemenangan yang TELAH MELEWATI masalah/penderitaan melalui kasih dan anugerah-Nya di dalam Kristus. Kemenangan yang tidak mau menghadapi penderitaan adalah kemenangan palsu yang merupakan tipuan iblis, tetapi kemenangan yang mau menghadapi dan berhasil menaklukkan penderitaan, itulah kemenangan yang Kristus kerjakan di dalam kita, karena Kristus bangkit BUKAN tanpa melalui kematian, tetapi melalui kematian, Ia telah menaklukkan kematian itu di dalam kebangkitan-Nya. Sehingga, tidak heran, Rasul Paulus di dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus berani mengatakan, “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Korintus 15:55-57) Kemenangan Kristus mengakibatkan dosa, iblis dan maut tidak memiliki kuasa yang membelenggu kita dan kita dilepaskan dari ketiga kuasa tersebut. Meskipun demikian, kita masih bisa berdosa, oleh karena itu, kita harus terus-menerus mengalahkan dosa dan godaan iblis dengan mata hati tertuju HANYA kepada Kristus.

Bagaimana mengarahkan mata hati kita tertuju HANYA kepada Kristus ? Inilah yang disimpulkan Paulus di dalam pembahasannya di ayat 38-39, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Bahasa Yunani menerjemahkan “aku yakin” dengan “aku diyakinkan”. Ini artinya Paulus diyakinkan melalui kebangkitan Kristus bahwa baik maut maupun hidup (aspek fisik), malaikat maupun pemerintah baik yang ada sekarang maupun yang akan datang (aspek penguasa), kuasa-kuasa baik yang ada di atas maupun yang di bawah atau sesuatu makhluk lain (aspek supranatural) tidak mampu memisahkan umat-Nya dari kasih Allah di dalam Kristus Yesus, Tuhan. Hal ini berarti baik kematian mencengkeram hidup kita, pemerintah yang mungkin melarang kita menyembah Allah di dalam Kristus atau iblis (dan para kroninya) yang gemar menggoda umat Allah, itu semua tidak mampu memisahkan umat-Nya dari kasih Allah. Dengan kata lain, umat pilihan-Nya tidak mungkin akan berkompromi dengan segala macam tipu daya setan. Alkitab dan sejarah gereja menjadi teladan bagi kehidupan Kristen kita tentang hal ini. Rasul Paulus tidak takut ketika ia harus dianiaya, dicambuk, dll, mengapa ? Karena ia tahu bahwa mengikut Kristus harus menderita dan penderitaan itu bernilai kekekalan, karena melalui penderitaan itu, mata hati kita terus menuju HANYA kepada Kristus. Polycarphus, murid Rasul Yohanes siap mati karena dia tidak mau mengkompromikan iman Kristennya kepada Raja/Kaisar waktu itu. Mengapa Polycarphus melakukan hal ini ? Dunia akan menghina dia sebagai orang “bodoh”, karena dia tak mau berkompromi. Tetapi di mata Allah, apa yang dianggap bodoh bagi dunia, itulah hikmat dan hal yang tertinggi. Di mata Allah, penderitaan yang diizinkan-Nya membuat umat-Nya tidak berfokus kepada kesenangan dunia (lalu terlena karenanya), tetapi berfokus hanya kepada Kristus. Bagaimana dengan kita ? Jangankan disuruh mati, banyak orang “Kristen” postmodern disodori hal-hal dari iblis (seperti MLM, training motivasi sukses-nya Andrie Wongso, membaca buku-buku Robert T. Kiyosaki, dll) saja sudah tergiur, bagaimana mau mati bagi Kristus ? Kita harus menyadari hal ini. Iman Kristen kita khususnya di zaman postmodern hampir luntur. Sudah seharusnya, sebagai umat pilihan-Nya yang sungguh-sungguh, kita TIDAK lagi akan tergiur oleh bujuk rayu iblis, tetapi hidup kita harus menTuhankan Kristus dengan tidak mempedulikan untung rugi, hidup mati, senang susah, dan sehat sakit. Biarlah teladan Polycarphus ini menyadarkan kita agar kita sebagai orang Kristen menTuhankan Kristus di dalam hidup kita dan siap mati bagi-Nya jika diperlukan.

Banyak pemimpin “gereja” mengajarkan bahwa kita sebagai anak-anak Raja tidak akan mengalami kesusahan, penderitaan, bahkan tidak pernah digigit nyamuk, tetapi melalui perenungan kita akan 5 ayat ini mengajarkan bahwa penderitaan, kesesakan, dll harus kita alami sebagai pengikut-Nya, dan percayalah dengan iman, semua penderitaan itu pasti dapat kita taklukkan dan menang oleh karena kasih dan kuasa Allah di dalam kebangkitan Kristus Yesus yang menjamin dan menjadikan kita lebih dari pemenang dalam hidup yang gelap di dunia ini. Orang-orang dunia pasti meraba-raba di dalam dunia postmodern yang gelap ini, tetapi puji Tuhan, umat pilihan-Nya di dalam Kristus TIDAK pernah meraba-raba atau kuatir, karena Kristus menjamin hidup dan keselamatan mereka sampai akhir. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: