03 June 2008

Matius 10:1-7: THE SPECIAL CALLING

Ringkasan Khotbah : 2 Oktober 2005

The Special Calling
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 10:1-7


Kita telah memahami kerajaan Sorga sifatnya berbeda dengan kerajaan dunia, kerajaan Sorga bersifat rohani – melampaui ruang dan waktu. Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi yang kecil dan kemudian berkembang menjadi pohon yang besar sehingga burung dapat bersarang pada cabang-cabangnya. Calvin mengungkapkan Kerajaan Sorga adalah gereja yang tidak kelihatan, invisible church, gereja yang tidak dibatasi oleh gedung maupun organisasi. Kerajaan Sorga terdiri umat Allah sejati yang mau sungguh-sungguh hidup taat pada Kristus – Raja atas segala raja. Memang, Kristus adalah pusat dari Kerajaan namun Dia tidak menata Kerajaan Sorga itu seorang diri saja, Tuhan melibatkan orang lain untuk mengembangkan Kerajaan-Nya di dunia, Tuhan memilih dua belas orang untuk menjadi murid-Nya dan menata Kerajaan-Nya. Dalam hal ini Kristus telah mengajarkan pada kita akan konsep kekepalaan sejati, the true headship beda dengan dunia yang mengajarkan konsep leadership.
I. Pilihan yang Belajar
Tuhan memanggil dua belas orang murid (ay. 1) dan Tuhan memberikan jabatan kepada kedua belas murid yang dipilih tersebut sebagai rasul (ay.2). Hal ini menjadi gambaran bahwa orang yang dipanggil Tuhan dalam Kerajaan-Nya adalah murid. Jabatan rasul hanya ada pada jaman Perjanjian Baru namun istilah “murid“ itu dipakai terus di sepanjang sejarah jaman. Tugas seorang murid adalah belajar dengan demikian ia dibentuk dan mengalami perubahan. Seorang anak Tuhan sejati haruslah mempunyai hati yang senantiasa mau belajar, dibentuk dan diubahkan oleh Kristus Sang Guru Agung untuk semakin serupa dengan Kristus. Seorang yang terus berproses di sepanjang hidupnya menandakan ada kehidupan berbeda halnya kalau orang itu sudah mati maka orang akan berhenti berproses.
Manusia tidak mau mengalami perubahan dalam hidupnya, manusia lebih suka akan status quo atu kemapanan. Kalaupun harus berubah maka itu bukan dirinya tetapi orang lain yang harus berubah tetapi faktanya, tidak semua orang mau berubah akibatnya terjadilah keributan atau perselisihan karena orang mau bertahan di posisi masing-masing. Lebih sulit membuat manusia berubah sebaliknya sangatlah mudah membuat manusia tidak berubah, yaitu dengan cara pembodohan diri dan memfanatikkan diri. Jangan beri pelajaran atau pengertian dalam dirinya maka orang pasti menjadi kaku dan akhirnya ia akan mati dalam ke-fanatisme-annya. Orang demikian kalai beragumentasi selalu menggunakan senjata, “Pokoknya....“ maka percuma kita beragumentasi dengannya. Manusia tidak menyadari kalau dirinya telah dibawa masuk dalam suatu kebodohan sehingga manusia melakukan suatu tindakan kebodohan yang cenderung bersifat fanatik negatif seperti yang telah dilakukan oleh kaum terorisme akhir-akhir ini. Manusia telah dicengkeram oleh dosa sehingga ia mempunyai moral dan nilai hidup yang sangat rendah, ia terkungkung dalam status quo atau kemapanan.
Seorang murid Kristus haruslah terus belajar dan bertumbuh dalam kebenaran; apalagi belajar di sini adalah menyangkut hidup kita. Amatlah disayangkan, kalau kita telah menjadi murid Kristus Sang Guru Agung tetapi kita tidak mau belajar dari-Nya. Berarti kita telah menyia-nyiakan anugerah Tuhan yang telah memilih dan memanggil kita menjadi murid-Nya, kita telah melecehkan panggilan dari Sang Guru Agung. Banyak orang, lebih menghargai guru-guru dunia daripada Kristus Sang Guru Agung. Biarlah kita menyadari kalau kita bisa mendapatkan ilmu bijaksana tertinggi yang ada di alam semesta maka itu sungguh anugerah yang luar biasa. Kristus adalah sumber dari segala sumber ilmu yang ada di dunia bahkan ilmu yang menyangkut kehidupan, Dia telah mengajarkan sekaligus mengimplikasikan hukum Kerajaan Sorga yang agung dan mulia itu. Sebagai seorang murid sejati, hendaklah kita mau berubah, konsep pemikiran duniawi kita yang salah selama ini diubahkan dengan demikian kita mempunyai pemikiran yang sama seperti Kristus Guru Agung kita.

II. Pilihan yang Dipertanggung jawabkan
Kita bukan sekedar murid tetapi kita adalah the choosen one, murid yang dipilih. Banyak orang yang mengikut Tuhan Yesus tapi Dia hanya memilih dua belas orang saja untuk menjadi murid yang dekat dengan-Nya untuk melakukan suatu tugas khusus. Ini merupakan hak istimewa atau privilege kalau kita dipilih menjadi murid Kristus bahkan sangat teristimewa kalau di antara berjuta-juta manusia di dunia Kristus Sang Guru Agung itu telah memilih kita menjadi murid-Nya. Hari ini, banyak orang yang menghargai pilihan itu ketika pertama kali ia menyadarinya namun seiring dengan berjalannya waktu orang cenderung menganggap pilihan tersebut sebagai hal yang biasa. Betapa bodohnya kita kalau kita tidak menghargai pilihan Tuhan ini, memang siapakah kita sehingga Tuhan berkenan memilih kita menjadi murid-Nya? Kita bukanlah orang pandai atau orang yang hebat yang berjasa. Di luar kita masih banyak orang yang lebih pandai dan lebih dari segalanya dari kita namun Tuhan berkenan memilih kita menjadi murid-Nya.
Sayangnya, hari ini orang tidak menyadari anugerah Tuhan yang begitu besar itu, orang menganggap pilihan Tuhan itu sebagai hal yang biasa saja. Sadarlah, bukan karena kepandaian kita, bukan karena kebaikan kita kalau kita dipilih dan dipakai menjadi alat-Nya. Kalau kita dipilih itu semata-mata karena anugerah sebab sesungguhnya kita tidak layak dipilih. Cara Tuhan memilih berbeda dengan cara dunia, Tuhan tidak memilih Gamaliel atau ahli Taurat tetapi Tuhan justru memilih orang-orang yang dianggap tidak layak dan hina untuk menjadi murid-Nya; Tuhan memilih Petrus yang hanya seorang nelayan, Tuhan memilih Matius si pemungut cukai. Pertanyaannya sekarang adalah kalau Tuhan memilih kita menjadi murid-Nya, menjadi warga Kerajaan Sorga yang bekerja melayani Dia Raja atas segala raja maka seberapa besar kita menghargai privilege yang Tuhan berikan? Ataukah kita cenderung acuh tak acuh dan sembrono?

III. Pilihan yang Bersifat Pribadi
Ketika Tuhan memilih, Dia memilih pribadi demi pribadi. Namun, hari ini, dunia mencoba menghapus konsep ini, dunia modern ingin membuat manusia kehilangan identitas dirinya manusia menjadi in personal bukan manusia sejati. Dunia tidak lagi menghargai manusia karena pribadinya tetapi dunia akan sangat menghargai manusia karena adanya “icon“ yang melekat pada dirinya, seperti: kekayaan, kepandaian, jabatan, dan lain-lain. Dunia hanya akan menghargai kita kalau kita kaya, kalau kita mempunyai jabatan, berarti sesungguhnya dunia bukan menghargai diri kita tetapi kekayaan kita, maka jangan kaget ketika orang jatuh bangkrut atau orang tidak mempunyai jabatan lagi maka ia akan dibuang dan tidak dihargai. Dengan kata lain dunia menghargai kita kalau itu menguntungkan bagi dia. Akibatnya, orang berusaha mati-matian mendapatkan pamoritas demi supaya orang lain menghargai dirinya. Orang tidak menyadari kalau sesungguhnya ia sudah meletakkan harga dirinya sangat rendah, yaitu di bawah materi. Itulah sebabnya, hari ini orang ramai meneriakkan akan eksistensi atau keberadaan dirinya di tengah dunia ini. Sebagai murid Kristus, janganlah terkecoh dengan pandangan dunia, hendaklah kita menghargai orang yang memang layak untuk dihargai dan jangan memberikan penghargaan pada orang-orang yang tidak layak untuk dihargai. Kalau kita memberikan penghargaan pada orang yang hina maka itu menjadikan diri kita hina.
Kekristenan menuntut kita untuk mempunyai prinsip yang anggun dan agung sebab disanalah harkat manusia ditegakkan. Janganlah kita menghina diri sendiri dengan cara yang hina sebab jika kita berlaku demikan maka orang lain akan menghina kita. Hendaklah kita mengevaluasi diri kalau ada orang yang menghina kita sebab jangan-jangan memang kita layak untuk dihina. Sebagai murid Kristus sejati, biarlah kita mempunyai harkat dan martabat diri yang tinggi dengan demikian orang menghargai kita karena keberadaan diri kita bukan karena “icon“ yang menempel pada diri kita. Kita boleh miskin tetapi janganlah kita menjadi hina sebab Tuhan mencipta kita menurut gambar dan rupa-Nya yang mempunyai harkat dan martabat. Di dunia, tidak sedikit orang yang mempunyai integritas, hidupnya bersih tapi secara materi, ia miskin tetapi ia orang sangat menghargainya. Tuhan ketika memanggil manusia bukan secara sembrono tetapi secara pribadi. Bukan kamu yang memilih Aku tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,... (Yoh. 15:16). Namun, para teolog modern ini tidak menyukai Firman Tuhan tersebut di atas, mereka beranggapan kalau sebelumnya Tuhan sudah memilih berarti orang telah kehilangan kebebasan. Konsep pilihan itu telah mengekang dirinya sehingga orang tidak lagi mempunyai kebebasan. Orang sulit menerima konsep pilihan ini sehingga mereka membuat suatu konsep baru, yaitu seseorang dapat menjadi pengikut Kristus itu bukan karena Tuhan yang pilih tapi kemauan itu datang dari diri kita sendiri dan orang-orang yang berada dalam wadah sebagai pengikut Kristus inilah yang Tuhan pilih dan mereka disebut sebagai umat pilihan. Ingat, Tuhan tidak pernah memilih umat-Nya secara “borongan“, sejak Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru disana jelas bahwa ketika Tuhan memilih, Tuhan memilih secara personal, pribadi; Tuhan memilih Nuh, Abraham, Daud, dan Tuhan Yesus ketika memilih murid, Ia juga panggil mereka secara pribadi (Mat. 10:2). Perhatikan, ketika Tuhan memanggil Saulus, tidak ada satu pun orang di sekelilingnya yang mendengar suara panggilan Tuhan, hanya Saulus seorang saja yang mendengar panggilan Tuhan tersebut. Di tengah-tengah dunia yang mendengungkan konsep global, dunia yang membuang eksistensi manusia, Tuhan memanggil kita pribadi demi pribadi untuk menjadi murid-Nya, Tuhan mengenal kita pribadi demi pribadi, Dia memberikan pada setiap kita talenta. Hendaklah kita menghargai panggilan Tuhan tersebut, berdoalah dan renungkanlah Firman-Nya secara pribadi, layanilah Dia dalam struktur pribadi. Suatu hari kelak kita akan berhadapan dengan Tuhan secara pribadi, existensial moment maka inilah keindahan Tuhan panggil kita satu per satu.

IV. Pilihan yang Diutus
Pribadi yang dipanggil adalah pribadi yang dididik oleh Tuhan untuk pergi memberitakan: “Kerajaan Sorga sudah dekat.“ Sungguh merupakan suatu anugerah, kalau kita dipakai oleh Dia untuk mengerjakan pekerjaan-Nya yang begitu mulia. Janganlah kita merasa cukup puas diri karena kita telah menjadi murid Kristus, kita telah menjadi umat pilihan Tuhan. Janganlah jadikan setiap titik balik yang terjadi dalam hidup kita itu sebagai titik awal tetapi setiap titik balik tersebut haruslah kita jadikan titik awal, every turning point is alfa point not omega point. Celakalah, kalau kita menganggap lulus dari ujian sekolah sebagai akhir dari segala-galanya atau pernikahan sebagai akhir dari hidup kita. Jikalau benar demikian berarti hidup kita akan berhenti, tidak ada kedinamisan untuk kita mau berproses dan terus bertumbuh. Begitu juga, kalau kita merasa cukup puas telah menjadi murid Kristus dimana keselamatan menjadi akhir dari segala sesuatu maka celakalah hidup kita. Pertobatan kita merupakan awal dari segala sesuatu, yakni awal menapaki hidup yang baru, awal membentuk konsep yang baru, awal bagi kita menjalankan tugas panggilan kita yang baru – melayani Kristus Raja.
Tuhan tidak memanggil kita menjadi murid untuk menikmati keselamatan seorang diri saja. Tidak! Tuhan memanggil kita menjadi murid untuk dipakai sampai pada penyempurnaan – Tuhan memanggil kita untuk menjalankan Amanat Agung, yaitu pergi dan memberitakan "Kerajaan Sorga sudah dekat." Hal ini menjadi titik alfa dalam hidup kita maka hidup kita akan dinamis bergerak untuk maju maka kita akan dipakai Tuhan secara dahsyat. Orang yang melihat segala sesuatu sebagai akhir maka hidupnya akan menjadi statis, beku dan akhirnya mati. Sungguh amatlah disayangkan, Yudas Iskariot telah menyia-nyiakan anugerah Tuhan, dia seharusnya bersyukur karena ia telah menjadi murid Kristus Sang Guru Agung tapi Yudas sibuk dengan dirinya sendiri, ia menjadi pengkhianat dan itu justru mencelakakan dirinya sendiri. Sebagai murid Kristus yang diutus untuk pergi memberitakan berita: “Kerajaan Sorga sudah dekat“ berarti hidup kita harus diubahkan terlebih dahulu dengan demikian hidup kita menjadi teladan dan kesaksian bagi dunia. Tuhan tidak meminta kita untuk menjadi sempurna barulah kita layak untuk memberitakan "Kerajaan Sorga sudah dekat." Tidak! Tuhan meminta untuk kita bertobat dan diperbaharui; perubahan hidup kita itulah yang nantinya menjadi kesaksian bagi dunia yang bobrok ini.
Merupakan suatu anugerah yang sangat besar kalau Kristus Sang Guru Agung berkenan memilih kita menjadi murid-Nya dan dipakai menjadi alat-Nya untuk turut ambil bagian dalam pekerjaan-Nya di dunia, yaitu: memberitakan "Kerajaan Sorga sudah dekat" maka janganlah sia-siakan anugerah Tuhan itu, marilah kita bekerja – melayani Dia dengan segenap
hati dan hidup kita mau terus diubahkan untuk semakin serupa Dia. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Sumber:

http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20051002.htm

No comments: