02 April 2008

Matius 9:18-26: LIVE BY FAITH

Ringkasan Khotbah : 26 Juni 2005

Live by Faith
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 9:18-26

Pendahuluan
Kita telah memahami kalau Injil Matius bukan ditulis secara kronologis melainkan secara topikal, yakni Kerajaan Sorga, the Kingdom of God maka Matius menyusunnya sedemikian rupa mulai dari kedatangan Sang Raja, Sang Raja membentuk Kerajaan-Nya dengan memaparkan hukum Kerajaan Sorga (Mat. 5-7) dan Kristus Sang Raja itu mengimplikasikan hukum-Nya (Mat. 8-9) dengan demikian hukum tersebut tidak sekedar menjadi teori. Implikasi hukum Kerajaan Sorga dibagi dalam empat sub tema dimana di setiap sub tema terdiri dari 17 ayat, yaitu: 1) the Lordship of Christ (Mat. 8:1-17), Kristus adalah Tuhan, Tuan dari segala tuan maka kita adalah budak yang harus taat pada Tuan, 2) the discipleship of Christ (Mat. 8:18-34), kita bukan sekedar menjadi pengikut yang sifatnya sementara tetapi mengikut Kristus berarti mengikut selama-lamanya, yakni sepanjang hidup kita dan ini menjadi komitmen hidup kita, 3) separation (Mat. 9:1-17), di tengah jaman yang bengkok ini, kita dipanggil untuk suatu tugas khusus, yaitu mencerminkan kesucian yang merupakan satu-satunya sifat Ilahi yang membedakan antara pengikut Kristus dengan pengikut iblis, dan 4) Live by Faith (Mat. 9:18-34), tema terakhir yang akan kita pahami ini sangat penting sebab menjadi dasar dan kekuatan kita dalam menjalankan separasi.
I. True Comitment
Bukanlah hal yang mudah bagi seorang anak Tuhan sejati hidup terpisah dari maka janganlah kaget, orang Kristen yang berani memisahkan diri akan menjadi minoritas di antara minoritas. Kekristenan tidak akan pernah menjadi mayoritas sebab kalaupun Kekristenan itu menjadi mayoritas seperti pada jaman Konstantine Agung maka orang Kristen sejati itupun sangatlah minoritas. Kerajaan Sorga itu seumpama jalan kecil yang sukar untuk dilewati namun ujungnya berakhir dengan kebahagiaan sementara kerajaan dunia itu jalannya lebar sehingga mudah dilewati namun berakhir dengan kehancuran. Sebagai pengikut Kristus yang telah berkomitmen untuk memisahkan diri maka pertanyaannya sekarang adalah bagaimana memproses hidup kita di dalam iman? Orang harus mulai dari iman menuju pada iman dan orang benar hidup oleh iman (Rm. 1:16-17), jadi, yang menjadi landasan hidup manusia adalah iman. Hal ini sangat disadari oleh manusia tapi sekaligus dilanggar oleh manusia itu sendiri; orang lebih suka kalau sesuatu yang sesuai dengan logika atau rasio namun pengaruh “penipuan“ iman telah mencengkeram hidup manusia. Sebagai contoh, ketika sekolah bukankah kita lebih banyak menggunakan iman daripada rasio sebab hampir sebagian besar materi yang diajarkan itu tidak pernah kita buktikan sendiri, bukan?
Tuhan mengajarkan segala sesuatu justru harus dimulai dari iman. Sayangnya, hari ini orang baru mau percaya kalau ia sudah membuktikannya, orang mau percaya kalau ia sudah mengalaminya sendiri, orang baru mau percaya kalau apa yang ia percayai sesuai dengan logikanya. Salah! Separasi bukanlah sekedar pemisahan kehidupan namun pemisahan itu haruslah sampai pada akar yang menyangkut pola pikir dan iman sebab jika tidak demikian maka kita akan mudah digoncangkan. Orang harus percaya dulu barulah kemudian ia bisa membuktikan, kita harus percaya dulu barulah logika kita akan cocok. Hal ini sangat dibenci oleh manusia karena orang masuk dalam pertanyaan siapakah yang layak menjadi sandaran iman? Sebab meletakkan obyek kepercayaan sangatlah beresiko di dalam kehidupan kita sebab kalau sekali kita salah maka hal itu akan berefek dalam seluruh kehidupan kita.
Bukan hal yang biasa, seorang kepala rumah ibadat datang menyembah, bow down pada Tuhan Yesus apalagi di hadapan banyak orang. Pertama, orang Yahudi sangat membenci bahkan selalu menentang ajaran Tuhan Yesus karena dianggap sebagai orang yang menganggu keberadaan agama Yudaisme maka dapatlah dibayangkan kalau seorang Yahudi apalagi berstatus kepala rumah ibadat datang kepada Tuhan Yesus maka resikonya adalah kehilangan status sekaligus kariernya.
Kedua, orang Yahudi sangat ketat menjalankan semua peraturan agama Yudais maka seorang yang menyembah, proskuneo (bahasa Yunani) pada orang lain dan menganggapnya sebagai Tuan maka itu berarti penghujatan terhadap Allah dan taruhannya adalah nyawa, Ketiga, konsep pemikiran Yairus yang percaya kalau Yesus datang dan meletakkan tangan-Nya ke atas anak perempuannya maka ia akan hidup merupakan suatu terobosan yang sangat besar. Hati-hati, kesembuhan bisa dari Tuhan namun bisa juga dari iblis akan tetapi Yairus, kepala rumah ibadat ini menyadari bahwa tidak ada kuasa manapun yang dapat membangkitkan anaknya dari kematian selain Kristus Yesus; iblis tidak mempunyai kuasa untuk membangkitkan orang dari kematian sebab dirinya adalah bapa dari kematian.
Yairus sebelum ia memutuskan untuk menemui Tuhan Yesus, segala cara dan usaha kemungkinan sudah ia tempuh demi untuk menyembuhkan anak perempuannya yang sakit keras itu tapi toh semua itu gagal dan dalam keadaan yang putus asa, desperate mendengar kabar kalau anaknya sudah meninggal, ia toh tetap tidak bergeming, ia tetap pada pendiriannya, yakni supaya Tuhan Yesus datang dan meletakkan tangannya maka anaknya itu akan hidup. Dalam hal ini Yairus telah melakukan komparasi atau perbandingan iman dengan iman yang ia pegang sebelumnya. Iman kalau belum kita uji, iman yang belum kita refleksikan dalam diri kita maka iman itu belumlah matang. Kita akan merasakan dan menyadari besarnya kekuatan iman ketika iman berada pada suatu titik kritis, yakni suatu titik dimana kita menghadapi kesulitan yang paling besar dalam hidup, suatu titik dimana kita harus mempertanyakan kembali kepercayaan kita. Hari ini, orang dengan mudah mengajak orang lain untuk percaya kepada Yesus karena orang mengajak percaya Tuhan Yesus di dalam kenikmatannya tetapi bukan diajak percaya Yesus di dalam menghadapi titik kritis. Pertanyaannya beranikah kita meresikokan hidup kita untuk memilih satu iman diantara banyaknya pilihan iman yang ada di dunia dimana didalamnya kita beresiko mati? Maka janganlah heran kalau hari ini kita menjumpai banyak orang “Kristen“ meninggalkan Tuhan ketika hidupnya susah dan tergoncang. Itulah sebabnya, Tuhan suka pada orang yang hancur hatinya, orang yang remuk hatinya karena disitulah iman mencapai pada suatu titik dimana kita mempertanyakan kembali apa yang menjadi iman kepercayaanku? Dimanakah obyek iman kepercayaan kita?

II. Total Surrender
Iman Kristen bukanlah iman yang tidak dapat dipertanggung jawabkan; iman Kristen bukanlah iman yang fanatik dan membabi buta. Tidak! Iman Kristen harus dimulai dari iman maka iman itu membawa kita pada suatu pengertian yang benar, iman akan membawa kita pada suatu ketajaman pemikiran. Sebaliknya, pengertian tidak akan menjadikan kita beriman. Melalui kisah ini, Matius ingin menyadarkan orang Yahudi, dimanakah sebenarnya iman mereka? Kenapa mereka menolak Kristus sebagai obyek iman? Kalau seorang kepala rumah ibadat dapat melihat Kristus sebagai Tuhannya, ia dapat bersimpuh dan menyembah pada Kristus, pertanyaannya kenapa orang Yahudi yang lain menolak Kristus sebagai Tuhan? Biarlah kita juga mengevaluasi diri, kalau kita mengaku beriman pada Kristus lalu iman seperti apakah yang kita miliki? Apakah kita hanya beriman ketika kita berada dalam kenikmatan? Apakah kita tetap beriman ketika semua keadaan lancar ataukah masihkah kita akan tetap beriman ketika kita dalam kesusahan ketika kita merasa putus asa dan tiada pengharapan? Yairus bukan beriman fanatik, ia tahu pasti bahwa semua iman yang ditawarkan oleh agama-agama di dunia tidak tuntas, tidak dapat menyelesaikan semua kegalauan hatinya.
Adalah anugerah kalau kita dapat melihat Kristus sebagai obyek iman seperti halnya Yairus maka ketika anugerah itu datang, janganlah sia-siakan kesempatan itu. Ingat, kesempatan itu tidak akan datang terus menerus. Obyek iman yang tepat akan menentukan seluruh langkah hidup kita selanjutnya. Pertanyaannya sekarang adalah seberapa bijakkah kita melangkahkan iman dan mengimplikasikannya dalam hidup kita. Hati-hati sekali kita memilih obyek iman yang salah akibatnya menyangkut seluruh aspek hidup dan berakhir dengan kematian. Ada orang yang berpendapat bahwa hanya percaya Yesus maka orang akan selamat, pertanyaannya adalah apakah orang yang percaya Yesus pasti percaya Yesus? Ternyata, tidak! Mereka hanya percaya pada Yesus yang dapat memberi berkat, Yesus yang dapat menyembuhkan, Yesus yang dapat memenuhi semua keinginannya maka percaya itu hanya sebatas sebagai pemuas keinginan diri saja. Yairus tahu pasti saat ia menyembah pada Tuhan Yesus maka itu menjadi titik separasi iman yang tuntas dan ia telah siap dengan segala resiko yang harus ia terima, seperti kehilangan karir bahkan kehilangan nyawa sekalipun. Beberapa orang menafsirkan bahwa kemungkinan setelah peristiwa ini Yairus tidak pernah kembali menjadi kepala rumah ibadat lagi. Hari itu menjadi titik dimana ia diselamatkan melalui iman. Bukan hanya kesembuhan yang ia dapatkan tetapi juga keselamatan. Melalui kisah ini terbukti bahwa si anak perempuan yang dibangkitkan tidak perlu iman untuk ia dapat bangkit tapi semata-mata karena kehendak Tuhan. Mengikut Kristus bukan bersifat sementara tetapi mengikut Kristus merupakan pertanggung jawaban di sepanjang hidup kita. Sayangnya, hari ini banyak orang yang mengaku “percaya“ Kristus tapi sesungguhnya obyek yang ia percaya bukanlah Kristus; Kristus hanyalah menjadi “alat“ dari obyek kepercayaannya. Matius ingin membukakan pada kita bahwa hidup manusia berada di bawah kedaulatan Kristus sajalah, manusia tidak berhak dan tidak mempunyai kuasa untuk menentukan hidupnya. Beriman pada Kristus merupakan total penyerahan diri selama-lamanya dan tidak kembali pada jalan yang lama. Pertanyaannya sekarang adalah pernahkah terlintas dalam pikiran kita untuk pindah dan berpaling dari Kristus? Kalau iman kita sudah sampai pada suatu titik kritis dimana iman itu diuji dan kita berhasil dalam ujian itu maka ketika kita mengikut Kristus, itu menjadi penyerahan yang total dalam hidup kita.


III. Faith Experience
Yairus mengalami pengalaman iman yang luar biasa bersama Tuhan Yesus, ia melihat bagaimana Tuhan Yesus membangkitkan orang mati. Hati-hati, orang-orang yang lebih banyak menggunakan rasio akan sukar masuk dalam pengalaman iman yang sejati. Suatu kesalahan besar kalau kita mempermainkan iman begitu juga kalau kita mempermainkan pengalaman tetapi iman tanpa pengalaman juga merupakan suatu kesalahan. Iman Kristen bukanlah iman yang mati yang hanya diperdebatkan secara logika saja. Tidak! Teologi Reformed menegaskan bahwa iman Kristen adalah iman yang terimplikasi di dalam setiap aspek hidup kita, iman Kristen adalah iman yang praktis. Dari kehidupan kita akan nampak sampai dimanakah iman kepercayaan kita? Benarkah kita mempunyai pengalaman iman dipimpin Tuhan dalam hidup kita? Percayalah ketika kita berada dalam kondisi yang putus asa maka disitulah pertolongan Tuhan akan memimpin hidup kita. Sayangnya, hari ini banyak orang Kristen yang seharusnya imannya dapat terimplikasi dalam hidupnya namun justru ditutup dengan epistemologi yang lain, ditutup dengan cara pikir yang lain; orang tidak menerapkan imannya yang bersandar total. Orang mengaku beriman namun sesungguhnya orang bukan beriman sejati tetapi imannya adalah iman yang memaksakan keinginan, imannya memaksakan logika.
Maka tidaklah heran kalau orang yang beriman akan mendapat tapi ternyata tidak mendapatkan, orang akan meninggalkan imannya; di sisi lain, orang yang terlalu mengandalkan logika akan sulit menerima kenyataan ketika ia mendapat maka dianggap sebagai suatu kebetulan belaka, ia tidak pernah masuk dalam pengalaman iman bersama Tuhan. Iman sejati adalah percaya penuh pada pimpinan Tuhan, seluruh hidup kita berserah penuh pada pimpinan-Nya dan menikmati Dia sepanjang masa. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau Tuhan berkenan memanggil kita menjadi warga kerajaan-Nya dan turut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan. Iman sejati adalah taat pada pimpinan Tuhan meski pimpinan Tuhan itu terkadang tidak kita sukai dan justru pada waktu itulah, yakni disaat kita berada dalam keputusasaan dan tiada pengharapan maka iman mulai nyata terimplikasi dalam hidup kita, kita akan merasakan indahnya berjalan bersama Tuhan.
Iman Kristen bukanlah sekedar teori tetapi hidup setiap hari dalam pimpinan Tuhan. Biarlah kita peka akan pimpinan Tuhan dengan demikian di setiap detik hidup kita mempunyai pengalaman iman yang indah bersama Tuhan. Ingat, satu-satunya hidup yang pasti bukan hidup di dunia tetapi kepastian hidup itu kita dapatkan kalau kita hidup di dalam pimpinan Tuhan. Ketika kita taat pada pimpinan Tuhan maka saat itu kita masuk dalam pengalaman iman yang indah bersama Tuhan. Manusia berdosa sangat sukar untuk taat akan tetapi ketika orang mulai putus asa barulah ia berteriak pada Tuhan, kenapa Tuhan tidak menolong? Bukan Tuhan tidak mau menolong, tidak, tapi manusialah yang tidak mau ditolong, orang tidak taat pada pimpinan tangan Tuhan berdaulat. Biarlah kita meneladani Yairus yang menaruh kepercayaannya dan taat sepenuhnya pada Kristus dengan demikian iman terimplikasi dan di dalam hidup kita dan hidup menjadi saksi bagi-Nya. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Sumber:

No comments: