27 October 2007

Refleksi Reformasi 2007 (2) : REFORMED SPIRIT AND EPISTEMOLOGY-2 (Denny Teguh Sutandio)

Refleksi Hari Reformasi 2007 (2)



REFORMED SPIRIT AND EPISTEMOLOGY-2 :
Dr. Martin Luther Vs Desiderius Erasmus


oleh : Denny Teguh Sutandio



Pendahuluan dan Latar Belakang
Thomas Aquinas di Abad Pertengahan yang berusaha mengkompromikan keKristenan dengan menjadikan Kristen dan Alkitab di bawah “otoritas” filsafat Yunani (Alkitab hanya sebagai pelengkap doktrin filsafat Yunani yang kurang lengkap) telah mempengaruhi gereja, dalam hal ini gereja Katolik Roma, sehingga upaya pengkompromian ini terus terjadi bahkan secara ekstrim, Johann Tetzel menjual surat indulgensia atau surat pengampunan dosa di mana setiap jemaat yang ingin agar siapapun yang dikasihinya yang sudah meninggal langsung ke “surga”, mereka dapat membeli surat tersebut, dan setiap uang yang berdenting di kotak pembelian surat tersebut, nyawa orang yang meninggal tersebut langsung berpindah ke “surga”. Hal inilah yang menyulut terjadinya Reformasi oleh seorang mantan uskup ordo Augustinian, Dr. Martin Luther. Selain itu, pada zaman sebelum Reformasi, Kepausan mengalami suatu pukulan yang serius terhadap kehormatannya ketika istananya dipindahkan ke Avignon, Prancis dan jabatan kepausan kemudian dilemahkan oleh Perpecahan Besar, di mana dua, dan kemudian tiga, Paus mengklaim menjadi penerus sejati Rasul Petrus. Ketika Reformasi berlangsung, timbullah ajaran aneh dari Desiderius Erasmus Roterodamus yang menentang ajaran Luther dengan menekankan superioritas manusia. Siapakah mereka berdua dan apa yang mereka ajarkan ? Lalu, ditinjau dari perspektif Alkitab yang berotoritas, apakah ajaran mereka berdua beres atau tidak ? Pada renungan bagian ini, kita akan menyelidiki sekilas mengenai Luther dan Erasmus serta ajaran-ajarannya, lalu kita akan mengakhirinya dengan meninjau kritis ajaran-ajaran mereka.



Dr. Martin Luther : Profil Singkat dan Ajaran-ajarannya
Reformasi, bagi Prof. W. Andrew Hoffecker, Ph.D. di dalam salah satu artikelnya : Penemuan Kembali Akar Alkitabiah : Reformasi di dalam buku Membangun Wawasan Dunia Kristen Volume 1 : Allah, Manusia, dan Pengetahuan, adalah “pemulihan spiritual ide-ide Alkitabiah. ...para pemimpinnya menolak mentalitas sintesis yang telah mendominasi pemikiran Kristen selama berabad-abad.” (Hoffecker, 2006, p. 127) Meskipun reformasi sudah pernah terjadi sebelumnya (John Knox, dll), tetapi Reformasi Luther berusaha secara tegas menolak semua unsur-unsur antroposentris sebagai otoritas kebenaran, lalu berpegang hanya kepada Alkitab sebagai satu-satunya dasar kebenaran yang paling absolut. Di dalam bukunya, Babylonian Captivity of the Church, Dr. Martin Luther menegaskan, “Alkitab adalah kebun anggur kita, dan di sana kita semua harus bekerja dan berjerih lelah.” (seperti dikutip dalam Hoffecker, 2006, p. 129) Dari semangat inilah, marilah kita menyelidiki profil singkat Luther dan ajaran-ajarannya yang sering disalahmengerti oleh banyak orang.

Dr. Martin Luther (10
November 1483 – 18 Februari 1546) adalah seorang mantan rahib Jerman, imam, profesor, theolog dan reformator gereja. Beliau dilahirkan tanggal 10 November 1483 di Eisleben, Jerman dari ayah, Hans dan ibu, Margarethe Luther (Ziegler). Keluarganya pindah ke Mansfeld pada tahun 1484, di mana ayahnya bekerja dan kemudian mengusahakan pertambangan tembaga. Ayahnya, Hans Luther mengirimkan anaknya ini untuk studi hukum. Pada tahun 1501, pada usia 17 tahun, beliau masuk ke University of Erfurt di mana beliau memainkan kecapi dan dijuluki “filsuf”. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts (B.A.) pada tahun 1502 dan Master of Arts (M.A.) pada tahun 1505, menempati tempat kedua dari 17 kandidat. Sesuai keinginan ayahnya, Luther mendaftarkan diri di dalam sekolah hukum di universitas yang sama. Tetapi Tuhan berkehendak lain. Melalui kematian seorang kawannya secara mendadak dan lolosnya dia dari sambaran kilat dalam suatu badai guruh pada musim panas tahun 1505, Luther akhirnya berkomitmen ingin menjadi rahib. Komitmennya itu diwujudnyatakannya dengan meninggalkan sekolah hukum, menjual buku-bukunya dan memasuki biara Augustinian di Erfurt pada tanggal 17 Juli 1505.

Pada tahun 1507, Luther ditahbiskan menjadi imam, melanjutkan studinya dan menjadi guru besar bidang theologia di Universitas Wittenberg, Jerman. Beliau meraih gelar Bachelor dalam studi Biblika (Biblical studies) pada tanggal 9
Maret 1508, dan gelar Bachelor lainnya dalam Sentences oleh Peter Lombard pada tahun 1509. Pada tanggal 19 Oktober 1512, Luther dianugerahi gelar Doctor of Theology, dan dua hari setelah itu, beliau diangkat menjadi senat di dalam fakultas theologia di Universitas Wittenberg. Beliau juga memimpin 11 biara dan dikenal sebagai pengkhotbah yang penuh kuasa dan bertalenta untuk mengkomunikasikan dengan efektif pesan sederhana Alkitab.

Pada tahun 1510-1520, beliau mengajar Mazmur, Surat Ibrani, Roma dan Galatia. Pada tahun 1516, sementara mengajar surat Roma, beliau memahami untuk pertama kalinya pengajaran Paulus tentang pembenaran oleh iman dengan cara yang sangat pribadi, karena sebelumnya Luther menyangka bahwa dengan hidup membiara (menyiksa diri, berpuasa, beramal, dll) dapat memperkenan Allah yang murka. Setahun sesudahnya, karena pandangannya bahwa keselamatan dihasilkan oleh iman kepada Kristus, Luther menantang klaim Gereja Katolik Roma yang pada waktu itu mengeluarkan surat indulgensia sebagai pengampunan dosa atas usul biarawan Dominikan, Johann Tetzel. Perlu diketahui, surat indulgensia adalah surat yang dibeli dengan sejumlah uang, membebaskan seseorang dari kewajiban melakukan suatu perbuatan melalui sakramen pertobatan. Surat ini bermula pada waktu Perang Salib, di mana orang-orang kaya yang membeli surat ini, karena mereka tidak mau ikut berperang. Pada waktu itu, dijanjikan bahwa setiap orang yang ikut berperang maupun ikut menyokong dana dengan membeli surat ini tidak akan dihukum atas dosa-dosanya dalam api penyucian (purgatori). Pada zaman Luther, hasil penjualan indulgensia dipergunakan untuk membangun katedral Basilica Santo Petrus di Roma. Pada zaman sekarang, gereja-gereja Katolik (akibat pengaruh Luther) dalam Konstitusi Apostolik Indulgentiarum Doctrina (1967), Paus Paulus VI membatasi indulgensi penuh dan menekankan pentingnya pertobatan pribadi dalam hati. (O’Collins dan Farrugia, 1996, p. 115)

Penentangannya terhadap praktek-praktek yang bertentangan dengan Alkitab ini mengakibatkan pada tanggal 31 Oktober 1517, Luther memakukan 95 tesisnya pada pintu gereja di Wittenberg. Terhadap tesis-tesisnya itu, beberapa menanggapinya secara positif dan mengakibatkan terjadinya perubahan yang revolusioner pada gereja. Tesis kunci Luther adalah nomer 62, “Perbendaharaan (harta karun) yang sejati dari gereja adalah Injil suci kemuliaan dan anugerah Allah.” (seperti dikutip dalam Hoffecker, 2006, p. 131) Beberapa tesis Luther lain menegaskan : kerusakan manusia, perlunya pertobatan seumur hidup dan anugerah Allah yang sepenuhnya dan cuma-cuma dalam Kristus. Sebaliknya, ada tanggapan negatif dari pihak kepausan, yaitu Luther diekskomunikasikan oleh Paus Leo X dan dicap sebagai pelanggar hukum oleh keputusan kaisar setelah suatu pertemuan yang dramatis di hadapan Kaisar Charles V di Diet of Worms. Bahkan oleh Paus Leo X, Luther disebut, “a drunken German who wrote the Theses” (=orang Jerman yang mabuk yang menulis Tesis). (
http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther)

Ide-ide Luther mulai mendapat bentuk yang pasti pada tahun 1520 dengan tiga prinsipnya yang menjadi semboyan theologia Reformasi :
Pertama, Sola Scriptura : sebagai Firman Allah yang diilhamkan, Alkitab adalah satu-satunya dasar otoritatif bagi semua doktrin.
Kedua, Sola Gratia berkaitan dengan Sola Fide : keselamatan hanya dihasilkan oleh anugerah Allah yang berdaulat dalam mengutus Kristus. Keselamatan seluruhnya adalah hasil anugerah Allah, dan kita memperoleh keselamatan bukan oleh usaha atau perbuatan kita sendiri, tetapi hanya atas dasar iman kepada provisi Allah.
Ketiga, Keimaman bagi semua orang percaya : setiap orang menjadi imam bagi dirinya sendiri dan mempunyai akses langsung kepada Allah melalui Kristus, karena Kristus adalah Imam Besar Agung kita yang menggantikan semua imam manusia, sehingga melalui iman kita kepada Kristus, kita berdiri di hadapan Allah sebagai imam kita sendiri dan tidak memerlukan lembaga manusia mana pun untuk bersyafaat bagi kita.

Ajaran-ajaran Dr. Martin Luther :
Pertama, tentang manusia dan dosa. Bagi Luther, masalah dosa berakar pada ketidakpercayaan Adam, yang artinya : gambar Allah setelah kejatuhan “begitu ternoda dan dikaburkan oleh dosa” dan “begitu berkusta dan najis” sehingga kita hampir tidak dapat memahaminya → “Gambar Allah hampir seluruhnya hilang” (Commentary on Genesis). Lalu, Luther mengajarkan bahwa dosa yang terbesar adalah kesombongan yang berarti ketidakbersediaan kita untuk mengakui kondisi kita yang telah jatuh dan berdosa. Sebagai akibat dosa, Luther mengajarkan bahwa manusia tidak lagi mempunyai kebebasan moral, di mana satu-satunya kehendak “bebas” yang sesungguhnya adalah bebas melakukan apa yang baik. Hal ini tercantum di dalam buku Luther, The Bondage of the Will.
Kedua, tentang keselamatan. Anugerah Allah, bagi Luther, secara mutlak esensial bagi keselamatan dan hanya oleh anugerah Allah, kita mampu melakukan kebaikan moral.

Dr. Martin Luther juga menulis tiga bukunya yang penting pada tahun 1520 :
Pertama, An Appeal to the Rulling Class : seruan lantang kepada para petinggi Jerman untuk mereformasi gereja (menyerang struktur hierarkis gereja) dengan meruntuhkan “tiga tembok” yang telah didirikan oleh kaum “Romanis” untuk memperkuat kendali para rohaniwan terhadap gereja, yaitu : adanya kelas imam yang lebih tinggi daripada kelas orang-orang percaya biasa/awam (sebaliknya, Luther mengajarkan adanya keimaman bagi semua orang percaya), keutamaan Paus sebagai penafsir Alkitab (sebaliknya, Luther mengajarkan bahwa setiap orang percaya wajib memajukan imannya dengan membaca Alkitab bagi dirinya sendiri dan tidak bergantung pada Paus) dan hanya Paus yang dapat mengadakan konsili untuk mereformasi gereja (sebagai respon, Luther mendesak penguasa sekuler dan kaum ningrat Jerman untuk mengadakan konsili umum untuk memulai reformasi).
Kedua, The Babylonian Captivity of the Church yang menentang dua hal, yaitu : penempatan sakramen gereja di bawha kendali total para rohaniwan, yang mirip seperti orang-orang Babel yang menawan orang-orang Yahudi pada abad ke-6 SM (sebaliknya, Luther mengajarkan bahwa Kristus hanya melembagakan dua sakramen selama pelayanan-Nya di bumi, yaitu baptisan dan perjamuan kudus), nilai satu-satunya dari suatu sakramen terletak dalam hubungannya dengan jasa-jasa yang terkumpul yang disalurkan melalui para rohanian yang melakukan sakramen (sebaliknya, Luther menegaskan bahwa nilai dari sakramen-sakramen terletak pada janji-janji Allah yang memberikan anugerah-Nya menurut iman orang percaya tersebut kepada janji Firman Allah. Oleh karena itu, sakramen penting karena mengkomunikasikan anugerah Allah kepada orang-orang yang ambil bagian dalam sakramen, tetapi yang lebih penting lagi adalah pengakuan dosa dan hidup saleh.
Ketiga, Freedom of the Christian Man adalah buku Luther terbaik dalam meringkaskan theologianya, yaitu pernyataan klasik Reformasi tentang natur kehidupan Kristen khususnya tentang hubungan atnara hukum dan iman dalam pengalaman Kristen : manusia ditebus bukan karena perbuatan baik mereka sendiri tetapi karena kematian Kristus bagi mereka di atas salib. Mereka yang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, mereka menerima Kebenaran Kristus yang diimputasikan kepada mereka dan pada saat yang sama, mereka terikat pada sesamanya oleh hukum kasih. Beberapa orang Katolik menyerang Luther bahwa bagi Luther, perbuatan baik tidak penting. Tetapi benarkah demikian ? TIDAK ! Perbuatan baik, bagi Luther, adalah hasil dari pembenaran, yang dilakukan orang-orang Kristen dari keinginan spontan untuk menaati kehendak Allah.

Setelah diekskomunikasikan, Luther tinggal di benteng (castle) Wartburg dan beliau menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman agar Alkitab mudah dibaca oleh orang-orang biasa/awam. Usaha ini dimulainya sendiri pada tahun 1521 selama dia tinggal di benteng (castle)
Wartburg, dan menerbitkan Perjanjian Baru pada September 1522. Dan dalam kerjasamanya dengan Johannes Bugenhagen, Justus Jonas, Caspar Creuziger, Philipp Melanchthon, Matthäus Aurogallus, dan George Rörer, beliau menyelesaikan penerjemahan seluruh Alkitab pada 1534. Alkitab Luther memiliki kontribusi terhadap munculnya bahasa Jerman modern dan dianggap sebagai sebuah peristiwa penting dalam literatur Jerman. Edisi 1534 ini juga berpengaruh pada penerjemahan William Tyndale, sebuah pertanda dari terjemahan Alkitab King James.

Pada sore hari, di hari Selasa, 13 Juni 1525, Dr. Martin Luther menikah dengan Katharina von Bora, salah satu dari 9 suster yang berpihak kepada Luther. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai tiga anak pria dan tiga anak wanita :
· Hans, lahir : 7 Juni
1526, studi hukum, menjadi pejabat pengadilan, dan meninggal pada tahun 1575.
· Elizabeth, lahir : 10
Desember 1527, meninggal sebelum waktunya pada tanggal 3 Agustus 1528.
· Magdalena, lahir : 5 Mei
1529, meninggal dalam lengan ayahnya pada tanggal 20 September 1542.
· Martin, Jr., lahir : 9
November 1531, belajar theologia tetapi tidak pernah mendapat panggilan pastoral tetap sebelum kematiannya pada tahun 1565.
· Paul, lahir : 28
Januari 1533, menjadi seorang dokter umum. Dia menjadi ayah dari 6 anaknya sebelum kematiannya pada tanggal 8 Maret 1593 dan garis pria dari keluarga Luther berlanjut melaluinya sampai John Ernest, berakhir pada tahun 1759.
· Margaretha, lahir : 17 Desember
1534, menikah dengan, George von Kunheim dari keluarga bangsawan Prussia yang kaya, tetapi meninggal pada tahun 1570 di usia 36 tahun.

Luther juga menggubah satu buah lagu yang sampai saat ini masih dinyanyikan di dalam gereja-gereja Protestan yang beres, yaitu A Mighty Fortress is Our God (Puji-pujian Kristen menerjemahkannya : Allah Jadi Benteng yang Kukuh).

Luther juga menyusun doktrin-doktrin tentang gereja, sakramen, dll dalam buku-bukunya Small Catechism (Katekismus Kecil) dan Large Catechism (Katekismus Besar). Salah satu doktrinnya tentang Perjamuan Kudus agak berbeda dari Katolik, tetapi memiliki sedikit kemiripan. Bagi Katolik, ketika jemaat memakan roti dan meminum anggur Perjamuan Kudus, mereka benar-benar makan tubuh dan minum darah Kristus (disebut Transubstansiasi), tetapi bagi Luther, ketika jemaat memakan roti dan meminum anggur Perjamuan Kudus, Kristus berada di atas/menaungi roti dan anggur itu. Pandangan Luther ditentang oleh Ulrich Zwingli, seorang reformator gereja lainnya, dengan mengajarkan bahwa roti dan anggur Perjamuan Kudus hanya simbol/lambang saja. Antara Luther dan Zwingli terjadi perdebatan. Luther menyebut pandangan Zwingli sebagai pandangan Perjamuan Kudus yang tidak bermakna (karena hanya simbol), sedangkan Zwingli menyerang Luther sebagai kanibalisme.

Perjuangan Luther memimpin reformasi secara tegas adalah perjuangan yang tidak murah. Luther begitu mengorbankan hidupnya untuk sebuah kebenaran. Itulah citra hamba Tuhan sejati. Hamba Tuhan yang malas atau enggan berkorban bagi kebenaran adalah hamba Tuhan pengecut yang takut mati. Belajarlah dari Luther, hamba Tuhan yang berani mati demi kebenaran sejati. Sejarah mencatat Luther, karena sejarah mengetahui betapa berjasanya Luther di dalam mereformasi gereja. Akhir-akhir ini, saya mendengar kabar bahwa beberapa gereja Katolik mengadakan diskusi dengan pihak Lutheran untuk menyamakan doktrin (meskipun tentunya gereja Katolik tetap memegang doktrin Mariologinya dan tidak mau mengubahnya, walaupun itu bertentangan dengan Alkitab).



Desiderius Erasmus Roterodamus : Profil Singkat dan Ajaran-ajarannya Serta Kritik Terhadap Ajarannya
Setiap kebenaran ketika diberitakan pasti menuai dua akibat, yaitu ada yang menerima dan mengimaninya, dan sebaliknya, ada yang menolaknya. Bagi mereka yang menerimanya berarti mereka adalah kaum pilihan Allah yang telah ditetapkan-Nya untuk menjadi anak-anak-Nya, sedangkan mereka yang menolaknya memang telah ditetapkan-Nya untuk dibinasakan. Sekarang, mari kita akan melihat siapa saja yang menolak pengajaran Luther ini.

Desiderius Erasmus Roterodamus (kadang-kadang dikenal sebagai Desiderius Erasmus dari Rotterdam/Desiderius Erasmus of Rotterdam) adalah seorang humanis dan theolog Belanda. Nama ilmiahnya diambil dari tiga elemen : kata benda Latin, desiderium (artinya keinginan/desire) ; kata sifat Yunani, erasmios (artinya yang dicintai/beloved ; dalam bentuk Easmus, juga nama seorang santo) ; dan bentuk kata sifat dari Latin bagi kota Rotterdam (Roterodamus = ‘of Rotterdam’). Erasmus adalah sarjana/ilmuwan klasik yang menulis dalam gaya Latin “asli”. Meskipun bekas seorang Katolik Roma di seluruh masa hidupnya, dia adalah pengkritik apa yang dianggapnya sebagai ekses dari Gereja Katolik Roma. Dengan menggunakan teknik humanisnya, dia mempersiapkan edisi baru Perjanjian Baru dari Latin dan Yunani yang menimbulkan pertanyaan yang akan berpengaruh di masa Reformasi. Dia juga menulis
The Praise of Folly, Handbook of a Christian Knight, On Civility in Children, Copia: Foundations of the Abundant Style, dan banyak karya lainnya.

Erasmus dilahirkan (mungkin, dengan nama Gerrit Gerritszoon) di Rotterdam pada tanggal 27 Oktober 1466 atau 1469 (tahun kelahirannya secara tepat tidak diketahui ; menurut sejarahwan Johan Huizinga, Erasmus dilahirkan pada malam hari tanggal 27-28 Oktober, dan dia biasanya merayakan ulang tahunnya pada 28 Oktober).

Pada tahun 1488 atau 1492, dia ditahbiskan menjadi imam Katolik dan dengan enggan mengambil janji sebagai Pastor (Canon) Augustinian di Stein pada kira-kira usia 25 tahun, tetapi dia tidak pernah kelihatan secara aktif bekerja sebagai imam, dan monastisisme (menekankan hidup membiara) adalah satu dari objek utama serangannya di dalam serangannya selama hidup pada ekses-ekses gereja. Segera setelah penahbisannya, Erasmus memperoleh kesempatannya untuk meninggalkan biara ketika menawarkan pos/tempat bagi sekretaris Bishop Cambray, Henry of Bergen. Dia akhirnya diberikan dispensasi sementara karena kesehatannya yang memburuk, tidak disukai oleh rahib-rahib, dan mencintai studi humanistik. Paus Leo X kemudian membuat dispensasinya menjadi tetap/permanen.

Pada tahun 1495, dengan persetujuan dan gaji dari bishop, Erasmus pergi untuk studi di University of Paris, di
Collège de Montaigu, pusat dari mereformasi semangat besar, di bawah pengarahan seorang asketis, Jan Standonck, yang kekerasannya dikeluhkan oleh Erasmus. Universitas ini kemudian adalah pusat utama studi skolastis, tetapi sudah berada di bawah pengaruh humanisme. Pusat utama aktivitasnya adalah di Paris, Leuven (Louvain), Inggris, dan Basel. Waktunya di Inggris adalah produktif dalam membuat persahabatan abadi dengan para pemimpin pemikiran Inggris di hari yang menggemparkan dari Raja Henry VIII, yaitu : John Colet, Thomas More, John Fisher, Thomas Linacre and William Grocyn. Di University of Cambridge, dia adalah the Lady Margaret’s Professor of Divinity dan memilih menghabiskan sisa hidupnya sebagai profesor Inggris. Dia tinggal di Queen’s College, Cambridge, dan mungkin dia telah menjadi seorang alumni.

Setelah kembalinya dari Inggris, Erasmus memutuskan untuk menjadi ahli Yunani, yang akan memudahkannya untuk belajar theologia pada level yang lebih mendalam dan mempersiapkan edisi baru dari terjemahan Jerome’s Bible. Walaupun kekurangan uang, Erasmus sukses dalam belajar Yunani melalui studi intensif dan terus-menerus selama tiga tahun, secara terus-menerus meminta teman-temannya untuk mengirimkannya buku-buku dan uang untuk guru-guru di dalam surat-suratnya.

Meskipun tidak menyetujui gereja Katolik Roma, ia pun juga tidak setuju dengan Luther. Hal ini disebabkan oleh pengaruh humanisme yang dipelajarinya. Kita akan melihat dari ketidaksetujuannya dengan Luther dalam beberapa hal :
Pertama, Erasmus setuju dengan poin utama di dalam kritik Lutheran terhadap Gereja. Dia juga menaruh respek besar terhadap Martin Luther, dan Luther selalu menunjukkan kekaguman akan pembelajaran yang lebih baik dari Erasmus. Luther menunjukkan kekaguman yang tak terhingga pada semua yang telah dikerjakan Erasmus tentang tujuan dari keKristenan yang logis dan masuk akal dan mendesaknya untuk bergabung dalam Lutheran. Tetapi Erasmus menolak dengan halus untuk memasukkan dirinya di dalam Lutheran, karena dia beralasan bahwa dengan melakukan hal itu, itu akan membahayakan posisinya sebagai seorang pemimpin di dalam gerakan untuk pengetahuan murni yang mana dia anggap sebagai tujuannya dalam hidup. Hanya sebagai seorang ilmuwan/sarjana yang independen (tidak bergantung), dia berharap dapat mempengaruhi reformasi agama. Ketika Erasmus ragu-ragu untuk mendukung Luther, Luther yang jujur merasa bahwa Erasmus sedang menghindari tanggung jawab baik karena sifat pengecutnya atau tidak mempunyai tujuan. Erasmus, bagaimanapun juga, menghormati perubahan apapun dalam doktrin dan percaya bahwa ada ruangan yang di dalamnya terdapat formula-formula untuk reformasi yang paling dihargainya.
Kedua, Kebebasan Kehendak (Freedom of the Will). Dua kali dalam serangkaian diskusi besar, dia membiarkan dirinya untuk memasuki bidang kontroversi doktrinal, sebuah bidang asing baik bai natur dan prakteknya yang lalu. Salah satu topiknya yang adalah poin yang gawat/sangat penting adalah kebebasan kehendak (freedom of the will). Di dalam bukunya
De libero arbitrio diatribe sive collatio (1524), Erasmus mengecam pandangan Lutheran akan kehendak bebas. Dia percaya seperti yang dipercayai oleh Pelagianisme bahwa manusia memiliki kehendak bebas yang baik. Sebagai respon, Luther menulis bukunya De servo arbitrio (On the Bondage of the Will) (1525) yang menyerang pandangan Erasmus dan menyatakan bahwa Erasmus bukanlah seorang Kristen. Ketika kota Basel dengan pasti dan resmi menganut Reformasi pada tahun 1529, Erasmus berpindah dari sana dan tinggal di kota kekaisaran Freiburg im Breisgau.
Ketiga, Sakramen. Pada tahun 1530, Erasmus menerbitkan edisi baru dari buku ulasan orthodoks dari Algerus melawan bidat Berengar of Tours di abad ke-11. Dia menambahkan dedikasi, menegaskan kepercayaannya di dalam realita tubuh Kristus pada saat penyucian di dalam Ekaristi.

Erasmus menulis baik yang berhubungan dengan hal gereja dan general human interest (minat manusia pada umumnya). Tulisannya yang lebih serius dimulai dengan the Enchiridion militis Christiani, the "Handbook of the Christian Soldier" (
1503) (yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris beberapa tahun kemudian oleh William Tyndale muda). Di dalam karya singkatnya itu, Erasmus meringkaskan pandangan-pandangan akan kehidupan Kristen yang normal. Baginya, kejahatan utama dari sebuah masa tertentu adalah formalisme yang disetujui oleh pernyataan/gerakan tradisi tana pengertian akan dasar mereka di dalam pengajaran Kristus. Bentuk-bentuk tersebut dapat mengajar jiwa bagaimana untuk menyembah Allah, atau mereka boleh menutupi atau memadamkan semangat. Dalam analisanya akan bahaya formalisme, Erasmus membicarakan monastisisme, penyembahan orang-orang suci (saint worship), perang, semangat kelas dan kelemahan “masyarakat”, tetapi bukunya Enchiridion lebih seperti sebuah khotbah ketimbang sindirannya. Karya terbaiknya adalah The Praise of Folly (diterbitkan di dalam dua judul : Moriae encomium {Yunani, diLatinkan} dan Laus stultitiae {Latin}), sebuah serangan sindiran terhadap tradisi Gereja Katolik dan tahyul-tahyul populer, ditulis pada tahun 1509, diterbitkan pada tahun 1511 dan dipersembahkan bagi temannya, Sir Thomas More. Bukunya yang lain The Institutio principis Christiani (Basel, 1516) (Education of a Christian Prince) diterbitkan pada tahun 1516, ditulis sebagai sebuah saran bagi raja muda, Charles dari Spanyol, kemudian Charles V, Kaisar Roma (Holy Roman Emperor). Di dalam bukunya, Erasmus memaparkan bahwa seorang pangeran memerlukan pendidikan lengkap untuk memerintah dengan adil dan murah hati dan mencegah agar jangan terjadi sumber penindasan.

Erasmus meninggal pada tahun 1536 di Basel dan dikuburkan di
Münster cathedral, di kota yang sama. Menurut tradisi, kata-katanya yang terakhir adalah "lieve God", bahasa Belanda dari Dear God (Allah yang terhormat). Karya terpentingnya di akhir hidupnya adalah Ecclesiastes atau “Gospel Preacher” (Basel, 1536), yang memberi komentar tentang fungsi berkhotbah.



Perbandingan Luther Vs Erasmus
Jika kita lihat dari sejarah di atas, kita menjumpai adanya kemiripan antara Luther dan Erasmus, yaitu mereka berdua mereformasi gereja. Tetapi di antara kemiripan ini, saya menemukan perbedaan presuposisi/motivasi dan efeknya.
Pertama, Luther mereformasi gereja pada saat itu untuk kembali kepada Alkitab, sedangkan Erasmus mereformasi gereja karena pengaruh humanisme. Presuposisi dasar kedua orang ini dalam mereformasi gereja sangat berbeda. Luther mereformasi gereja dari sudut pandang kedaulatan Allah, yaitu agar gereja bukan menegakkan otoritas manusia, tetapi menegakkan otoritas Alkitab. Beberapa orang “Kristen” yang dipengaruhi Reformasi lalu dipengaruhi oleh Katolik di sebuah milis menolak mentah-mentah doktrin Sola Scriptura, karena baginya Alkitab tidak mengajarkan Sola Scriptura, dan kanonisasi Alkitab pun disusun berdasarkan tradisi gereja, sehingga tradisi gereja melengkapi Alkitab (idenya mirip seperti Aquinas). Tetapi sambil mengeluarkan pernyataan ini, ia juga mempercayai bahwa Alkitab itu Firman Allah. Sungguh tidak masuk bahwa Alkitab yang adalah Firman Allah bisa salah. Di dalam proses kanonisasi Alkitab, memang para bapa gereja menentukan kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab, tetapi di balik semuanya, Roh Kudus lah yang bekerja yang memimpin dan menuntun mereka sehingga mereka sanggup memilah kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab berdasarkan beberapa kriteria-kriteria yaitu : kitab tersebut ditulis sendiri oleh para rasul dan nabi, kitab tersebut berotoritas di gereja mula-mula dan kitab-kitab tersebut memiliki konsistensi pengajaran dalam iman, etika, dll. Saya bertanya, kalau bukan Allah di balik arsitek kanonisasi ini, siapa manusia yang sanggup melakukan hal yang rumit ini ? Bagaimana dengan Erasmus ? Erasmus juga mereformasi gereja, tetapi motivasi dasarnya bukan tunduk di bawah Alkitab, melainkan memakai humanisme yang tidak setuju pada otoritas. Hal ini sudah ditunjukkannya ketika ia ditahbiskan menjadi imam Augustinian, tetapi ia tidak sungguh-sungguh menjadi imam. Pengaruh humanisme telah mencengkeramnya. Meskipun demikian, di dalam salah satunya buku tentang pendidikan seorang pangeran (lihat atas), dia memiliki sumbangsih positif yaitu seorang pangeran atau pejabat harus dididik secara lengkap agar dapat memerintah dengan adil dan murah hati serta mencegah agar tidak terjadi penindasan. Konsep ini beres dan harus diteladani.
Kedua, akibatnya Erasmus ketika ditawari bergabung dengan Luther, Erasmus menolak karena hal itu akan mengancam pamornya sebagai pemimpin intelektual humanis. Betapa konyolnya seorang yang mengaku “melayani Tuhan” tetapi tidak mau bersatu untuk mengembalikan gereja kembali kepada Alkitab, tetapi membawa ambisi pribadinya. Erasmus bisa bertindak egois dan keblinger seperti demikian, dikarenakan pengaruh humanisme yang meracuni dirinya, sehingga dia melihat dirinya begitu tinggi dan berotoritas.



Penutup
Setelah menjelaskan tentang semangat Reformasi di dalam diri Dr. Martin Luther dan musuh Kebenaran, Desiderius Esasmus, sadarkah kita bahwa Kebenaran itu begitu agung dan jauh melampaui rasio manusia yang terbatas ? Di zaman postmodern yang mengilahkan relativisme, masihkah ada Luther-Luther kecil yang meneriakkan gereja dan dunia untuk kembali kepada Kristus dan Alkitab, BUKAN kepada humanisme (seperti Thomas Aquinas maupun Desiderius Erasmus ? Bersyukurlah, jika Luther-Luther kecil masih ada, karena itu tandanya bahwa Tuhan mengasihi umat-Nya yang tersesat. Tetapi menangislah dan segera bertobat, jika tidak ada lagi Luther-Luther kecil, karena itu tandanya bahwa Tuhan hendak membinasakan gereja-Nya. Sekali lagi, biarlah peringatan Rasul Paulus ini menjadi pelajaran bagi kita, “...sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.” (Galatia 1:8)

Kiranya Tuhan memberkati kita melalui perenungan Firman-Nya sehingga kita makin lama makin bertumbuh di dalam anugerah dan firman-Nya. Soli Deo Gloria. Solus Christus.




Daftar Kepustakaan :
Erasmus. (2007). Retrieved on October 20, 2007 from
http://en.wikipedia.org/wiki/Erasmus.
Hoffecker, W. Andrew, Ph.D. dan Gary Scott Smith, Ph.D. (Ed.). (2006). Membangun Wawasan Dunia Kristen (Volume 1 : Allah, Manusia dan Pengetahuan). (Peter Suwadi Wong, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.

Martin Luther. (2006). Retrieved on September 5, 2006 from http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther.

O’Collins, Gerald, S.J. dan Edward G. Farrugia, S.J. (1996). Kamus Teologi. Yogyakarta : Kanisius.

4 comments:

Anonymous said...

Alkitab sendiri berkata banyak ajaran dan perbuatan Yesus yang tidak tercatat dalam Kitab Suci.

2 Tes 2: 15
Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)

Anonymous said...

sangat menarik, terima kasih

Anonymous said...

Aku ingin setia kepada Gereja yang didirikan oleh pPenyelamat kita, Yesus Kristus. Bukan gereja yang didirikan oleh manusia!!! Sebab Penyelamat kita pasti akan menjaganya sampai akhir zaman. "Ingatlah bahwa Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman. Alam maut tidak akan menguasaimu", sabda Tuhan kepada Petrus.
Aku tidak akan mengikuti gereja karangan manusia!!! Apalagi manusia yang tidak taat dengan janji/kaul imamatnya.