08 September 2007

Roma 2:25-29 : STANDAR PENGHAKIMAN ALLAH-5 : HUKUM ALLAH VS HUKUM MANUSIA-3

Seri Eksposisi Surat Roma :
Realita Murka Allah-14


Standar Penghakiman Allah-5 :
Hukum Allah Vs Hukum Manusia-3


oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 2:25-29.

Setelah Paulus menjelaskan tentang hukum Allah yang esensial yang menghakimi kemunafikan “hukum” manusia, maka ia mulai menjelaskan jalan keluar agar manusia tidak lagi terjerat oleh hukum-hukum palsu. Apakah wujud jalan keluar ? Ayat 25-29 memberikan kepada kita satu jawaban yaitu menaati Taurat/Hukum Allah, bukan menambahi atau menyelewengkan Hukum Allah. Mari kita akan menyelidikinya satu per satu.

Di dalam ayat 25, Allah melalui Paulus mengajarkan, “Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya.” Di dalam Taurat, sunat adalah perjanjian antara Allah dengan umat-Nya (ingatlah peristiwa Abraham di dalam Kejadian 17:9-11). Karena itu sunat harus dilakukan di dalam Perjanjian Lama sebagai wujud ketaatan terhadap Taurat. Tetapi bukan hanya sunat yang Allah perintahkan, menaati hari Sabat, mengasihi orang lain, menegakkan keadilan, dll juga diajarkan oleh Taurat. Jadi, ketika orang-orang Israel melakukan sunat, mereka hanya melakukan salah satu dari perintah-perintah-Nya di dalam Taurat. Tetapi sayangnya mereka tidak mengerti. Mereka hanya mengerti sunat secara harafiah tanpa mengerti arti rohaninya. Mereka memberlakukan sunat sebagai keharusan tetapi mengabaikan bagian pengajaran Taurat lainnya. Kata “mentaati” dalam frase “mentaati hukum Taurat” dalam Alkitab terjemahan Indonesia dalam bahasa Yunani menggunakan kata prassō yang berarti perform repeatedly or habitually (melakukan secara berulang-ulang/berkali-kali atau sehari-hari/biasanya). Taat bukan sekedar taat secara perkataan, tetapi bersedia melakukannya berulang kali bahkan itu repeatedly. Yang hendak ditekankan oleh Paulus adalah bukan bagaimana orang-orang Yahudi mempertahankan Taurat tetapi bagaimana orang-orang Yahudi seharusnya menaati dengan melakukan Taurat itu dengan pengertian dan esensi yang benar yaitu kasih Allah. Ketika mereka tidak melakukan Taurat, maka kata Paulus, percuma saja sunat itu, karena sunat itu hanya salah satu dari bagian pengajaran Taurat yang luas dan besar. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita sebagai orang Kristen merasa berbangga seperti orang-orang Yahudi yang telah melakukan hukum Tuhan sebagian ? Apakah kita juga seperti orang muda kaya yang datang kepada Tuhan Yesus sambil membanggakan diri bahwa ia telah melakukan semua hal yang diperintahkan di dalam Taurat, tetapi herannya ketika Kristus memerintahkannya untuk menjual semua hartanya lalu mengikut Kristus, ia tidak mau dan segera meninggalkan-Nya ? Mungkin kita tidak pernah membunuh, mencuri, berzinah, iri, berdusta, dll, itu semua baik. Tetapi ini tidak berarti kita tidak berdosa. Karena membunuh, mencuri, berzinah, iri, berdusta, dll hanyalah akibat dari dosa. Dosa sebenarnya berarti melawan kehendak Allah. Ketika kita tidak melakukan apa yang telah dilarang oleh Tuhan di dalam hukum-Nya, tetapi di sisi lain kita membanggakan diri bahwa kita mampu berbuat baik lalu mengatakan kepada orang lain bahwa kita cukup baik, di situ lah esensi dosa sebenarnya, yaitu merebut kemuliaan dan anugerah Allah. Yang ingin ditekankan di sini adalah ketotalitasan firman Allah. Firman Allah bukan parsial sifatnya, tetapi holistic (menyeluruh). Mencomot beberapa bagian pengajaran Alkitab tanpa menaati bagian pengajaran Alkitab lainnya akan mengakibatkan ketimpangan dan itu membuktikan kita tidak sedang mengerjakan kehendak Allah di dalam Alkitab. Kita dituntut untuk mematuhi seluruh firman Tuhan tanpa memilih bagian mana yang kita suka dan tidak sukai. Ketika kita mulai memilih bagian Alkitab yang kita sukai dan tidak sukai, kita sedang memperlakukan Alkitab (dan tentunya, Allah) sebagai obyek dan kita sebagai subyek. Padahal kita yang membaca dan mempelajari Alkitab berada sedemikian : Alkitab (dan tentunya, Allah) sebagai subyek dan kita yang membaca dan mempelajarinya sebagai obyek.

Ayat ini dilanjutkan dengan pengajaran Paulus berikutnya, “Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat?” (ayat 26) Di sini Paulus tidak sedang mendiskriminasikan orang ke dalam dua bentuk yaitu yang tidak bersunat dengan yang bersunat. Di dalam ayat ini, Paulus sedang membagikan dua macam orang secara hukum bukan secara status di hadapan Allah. Perlu diketahui orang-orang Yahudi di zaman Perjanjian Lama tidak mau bersahabat dengan orang-orang Samaria karena mereka dianggap orang-orang kafir yang layak dihukum Allah. Konsep ini ternyata masih meracuni para rasul hingga Petrus harus mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius, seorang perwira pasukan Italia di dalam Kisah Para Rasul 11. Sebenarnya Allah tidak menghendaki pemisahan demikian, karena janji-Nya dengan Abraham adalah segala bangsa akan mendapat berkat, bukan hanya bangsa Israel saja. Perjanjian-Nya ini diselewengkan oleh orang-orang Israel hanya karena Israel telah mendapatkan Taurat sedangkan di luar Israel mereka tidak memiliki Taurat. Hal ini mengakibatkan orang-orang Israel sombong, egois dan tidak mengasihi orang-orang non-Israel. Apa yang dilakukan orang-orang Israel ditegur oleh Paulus. Paulus menegur bahwa jika orang-orang non-Israel tak memiliki Taurat (secara hukum : tak bersunat) tetapi mematuhi tuntutan-tuntutan Taurat, mereka sebenarnya dianggap telah disunat. Dari mereka mengetahui tuntutan Taurat ? Roma 1:19-20 telah mendeskripsikan dua macam wahyu Allah secara umum yaitu melalui hati nurani dan alam semesta. Dari dua hal ini, manusia secara umumnya dapat mengetahui adanya Allah dan meresponinya. Itulah Taurat. Hukum Taurat hanyalah sarana pewahyuan Allah, yang sebenarnya Taurat adalah apa yang Allah kehendaki, perintahkan, tegur dan ajarkan. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen ? Apakah kita cukup bersukacita ketika memiliki Alkitab tanpa melakukannya ? Kita mungkin rajin menyelidiki Alkitab, belajar theologia, dll, tetapi kita lupa untuk menerapkannya di dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang Israel yang mati-matian mempertahankan Hukum Taurat tanpa mengerti esensi dan melakukan esensi tersebut di dalam kehidupan mereka. Pdt. Billy Kristanto di dalam bukunya Ajarlah Kami Bertumbuh (Refleksi Atas Surat 1 Korintus) menyatakan bahwa tanda kita mengerti adalah melakukan apa yang kita mengerti. Ketika seorang anak diperintahkan ibunya untuk membelikan 2 buah telur, maka kalau anak itu mengerti perintah ibunya, maka ia bukan hanya mengatakan, “Ya, mengerti”, tetapi ia juga menjalankan apa yang diperintahkan ibunya. Itu berarti si anak mengerti apa yang diperintahkan ibunya. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita selalu rajin mengatakan, “Amin” tetapi sebenarnya kita tidak mengerti kata “Amin” itu dengan menjalankan apa yang kita percayai dari Alkitab ?

Orang yang tak bersunat tidak dipandang oleh orang-orang Israel yang bersunat., sehingga mereka yang tak bersunat dapat dihakimi dan dihina oleh mereka yang bersunat. Benarkah demikian ? Paulus membalik posisi ini. Di dalam ayat 27, ia mengajarkan, “Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat.” Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) lebih jelas mengartikannya, “Dan orang-orang yang tidak disunat itu akan menyalahkan Saudara orang Yahudi, sebab Saudara mempunyai hukum agama Yahudi dan Saudara disunat, tetapi Saudara melanggar hukum itu. Mereka tidak disunat, tetapi justru merekalah yang mentaati hukum agama Yahudi.” Maksud Paulus bukanlah orang-orang yang tak bersunat harus berbangga diri terhadap orang-orang Israel yang bersunat yang tidak mematuhi Hukum Taurat sepenuhnya, tetapi Paulus mengajarkan dan mengingatkan orang-orang Israel yang bersunat agar tidak sombong. Bagi hukum manusia, orang-orang yang memiliki hukum akan dihargai, sedangkan orang-orang yang kelihatannya tidak memiliki hukum tidak akan dihargai. Posisi ini dibalik oleh Paulus dengan mengatakan bahwa bukan yang memiliki Taurat yang dibenarkan tetapi yang menjalankannya (dengan penuh pengertian dan iman yang beres dari Tuhan) meskipun secara hukum tidak termasuk bilangan orang yang memiliki hukum. Bagaimana dengan kita? Kita sebagai orang Kristen seharusnya malu dengan orang-orang non-Kristen yang mengurusi masalah negara kita (meskipun banyak dari mereka yang korupsi), berpartisipasi di dalam pengembangan negara kita, dll, sedangkan kita sebagai orang Kristen hanya sibuk mengurus hal-hal rohani (apalagi hal-hal tersebut diajarkan secara tidak bertanggungjawab, misalnya, menjadi orang “Kristen” pasti kaya, sukses, tanpa penyakit, tidak terkena masalah, dll). Hal-hal rohani tidak boleh dilepaskan dari hal-hal sekuler, tetapi mempengaruhi. Inilah yang diajarkan oleh theologia Reformed dengan dua mandat yaitu mandat budaya (mempengaruhi dunia dengan prinsip Alkitab/Firman Allah untuk memuliakan Allah) dan mandat Injil (memberitakan Injil untuk memuliakan Allah). Tuhan menginginkan kita bukan sebagai penghakim, tetapi sebagai pelaksana firman-Nya. Allah tidak menginginkan kita untuk menghakimi orang-orang non-Kristen, tetapi kita diperintahkan-Nya untuk mengasihi mereka dengan memberitakan Injil kepada mereka agar mereka bertobat, percaya dengan kembali kepada-Nya.

Lalu, Paulus juga menjelaskan bahwa yang terpenting bukan hal-hal fenomenal, tetapi esensi itulah yang terpenting yang tidak bisa ditipu. Pada ayat 28, ia menjelaskan, “Karena orang Yahudi yang sejati bukanlah orang yang hanya namanya saja orang Yahudi; dan orang yang sungguh-sungguh disunat bukanlah orang yang disunat secara lahir saja.” (Bahasa Indonesia Sehari-hari) Inilah hal-hal fenomenal. Kita seringkali terjebak dengan hal-hal fenomenal. Orang-orang Yahudi secara fenomenal adalah orang-orang “religius” karena mereka berpuasa, memberikan persepuluhan, berdoa, menjalankan Sabat (versi mereka), dll, tetapi itu semua hanyalah fenomenal. Hal-hal fenomenal dapat menipu kita. KeKristenan juga mirip dengan hal itu. Banyak orang “Kristen” berani mengklaim diri orang “Kristen” apalagi herannya mengklaim diri sedang “melayani ‘tuhan’” tetapi konsep imannya apalagi kelakuannya tidak beres dan tidak memuliakan Tuhan karena dari prinsipnya, mereka telah membedakan dunia rohani dengan dunia sekuler (dipengaruhi oleh ajaran dualisme atheis Yunani, yaitu dari filsuf Plato). Secara fenomenal, mungkin sekali orang-orang “Kristen” ini “religius”, rajin ke gereja, ikut persekutuan doa, berpuasa, memberikan persepuluhan, dll, tetapi iman dan kelakuan mereka bukan berdasarkan Alkitab, tetapi berdasarkan pemikiran humanisme atheis. Kalau kita kembali mengingat kisah orang muda kaya yang akhirnya meninggalkan Kristus setelah Ia memerintahkan untuk menjual harta miliknya untuk mengikut-Nya di dalam Matius 19:16-26, kita seharusnya sadar dan mengerti apa yang Kristus ajarkan bahwa yang masuk ke dalam Kerajaan Allah bukanlah orang yang membanggakan diri karena ia kaya dan telah berbuat baik tetapi tidak mau mengikut Kristus. Bukan hal-hal fenomenal yang menjadi esensi, karena itu bisa mengelabui mata semua orang. Tetapi yang menjadi esensi adalah iman itu sendiri yang menentukan semua hal-hal fenomenal itu asli atau palsu (tiruan).

Esensi inilah yang ditekankan oleh Paulus di dalam ayat 29, “Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” Alkitab terjemahan BIS mengartikannya, “Sebaliknya, seorang Yahudi yang sejati adalah orang yang hatinya berjiwa Yahudi; dan sunat yang sejati adalah sunat di hati yang dikerjakan oleh Roh Allah, bukan yang dicatat di dalam buku. Orang semacam itu menerima pujian dari Allah, bukan dari manusia.” Ayat ini jelas mengajarkan bahwa yang terpenting bukan melakukan syariat-syariat hukum tanpa mengerti, tetapi melakukan firman dengan pengertian dan iman yang bertanggungjawab dari Allah. Esensi yang sejati adalah sunat secara rohani. Orang yang disunat secara lahiriah tetapi tidak disunat secara rohani adalah para ahli Taurat yang munafik yang rela mengorbankan janda-janda miskin, orang-orang terlantar, dll demi kepentingan para ahli Taurat yang berkuasa. Sunat secara rohani itulah sunat di dalam hati yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Apa artinya ? Sunat secara rohani berarti ada kehidupan baru yang dihasilkan dan sebaliknya kehidupan lama dibuang dan ditinggalkan. Kehidupan baru itu kita dapatkan setelah Roh Kudus bekerja di dalam hati untuk mengarahkan hati dan pikiran kita supaya tunduk di bawah Kristus. Kehidupan baru ini ditandai dengan ditinggalkannya kehidupan lama yang penuh dosa dan berpegang teguh pada Alkitab sebagai satu-satunya pedoman hidup sejati. Akibatnya, ketika mereka telah mendapatkan kehidupan baru, mereka tidak mendapatkan pujian dari manusia, karena mungkin manusia dunia akan menghina mereka sebagai “sok suci, sok rohani, dll”. Pujian sejati bukan didapat dari manusia, tetapi dari Allah. Sehingga tidak heran, Paulus menutup pasal 2 dengan ayat 29b, “Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” Paulus sengaja membedakan dua macam pujian, yaitu dari manusia dan dari Allah. Hal ini dilakukannya agar kita sadar tentang adanya dua macam pujian yang berkaitan dengan esensi pujian itu sendiri (arti, motivasi dan tujuan), yaitu pujian manusia (yang bersifat fana, terbatas/tergantung situasi, menipu/agar orang yang dipuji dapat memuji dirinya kembali/menuntut balas, dll) dan pujian dari Allah (bernilai kekekalan, tidak terbatas, tidak menipu/bersifat murni dan tidak menuntut balas). Sungguh menarik, Alkitab mengatakan bahwa kita dipuji Allah. Seseorang dipuji Allah bukan karena dia hebat (dengan kemampuannya sendiri), tetapi karena dia telah melakukan apa yang diperintahkan-Nya di dalam Alkitab dengan taat dan setia serta beriman di dalam-Nya. Seperti kata tuan yang telah menerima hasil yang memuaskan dari hamba yang diberi lima dan dua talenta, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21,23), maka Tuhan juga mengatakan hal serupa dengan memuji kita sebagai hamba yang setia dan bertanggungjawab. Di dalam kitab Roma sendiri, Paulus mengajarkan, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” (Roma 8:29-30) Di ayat 30, Paulus mengajarkan bahwa kita yang telah dipilih, ditentukan, dipanggil dan dibenarkan-Nya, maka kita juga dimuliakan-Nya. Inilah yang disebut from glory to glory (dari kemuliaan menuju kepada kemuliaan). Inilah hak istimewa anak-anak Tuhan. Tetapi kita tidak boleh hanya terus memikirkan hak istimewa ini saja, kita juga harus melakukan apa yang Tuhan perintahkan dengan taat dan setia, karena, “kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”(Efesus 2:10). Pujian dari Allah inilah reward atau upah bagi kita yang telah setia dan taat mengikut Kristus dan melakukan apa yang dikehendaki dan diperintahkan-Nya. Pujian dari Allah ini nanti kita akan dapatkan di Surga ketika kita hidup bersama-sama dengan-Nya selama-lamanya. Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita bersama-sama dengan Kristus yang telah menebus dan menyelamatkan kita !

Hari ini, ketika Firman Allah menegur dan mengingatkan kita tentang pentingnya mengerti Firman dengan melakukannya secara bertanggungjawab, maukah kita sadar dan bertobat serta melakukan apa yang dikehendaki-Nya di dalam Alkitab ? Ingatlah, Tuhan tidak bisa tertipu dengan hal-hal fenomenal manusia, Ia lebih mementingkan esensi yaitu mengerti dengan menjalankan Firman dengan bertanggungjawab. Bertobatlah dan taatilah Firman-Nya dengan pengertian yang benar sesuai arti asli Firman Allah itu sendiri. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: