23 May 2007

Roma 1:24-25 : MURKA ALLAH TERHADAP KEBEBALAN MANUSIA-1

Seri Eksposisi Surat Roma :
Realita Murka Allah-4


Murka Allah Terhadap Kebebalan Manusia-1

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 1:24-25

Setelah kita membahas tentang realita kebebalan manusia yang merasa diri pintar dan mengganti kemuliaan Allah dengan kemuliaan ciptaan yang terbatas pada ayat 21-23, maka sekarang kita akan menyoroti murka Allah kepada mereka pada bagian pertama di ayat 24-25.
Pada ayat 24-32, saya membagi murka Allah kepada kebebalan manusia menjadi tiga bagian, yaitu murka Allah yang menyerahkan mereka kepada keinginan hati yang jahat/cemar (ayat 24), hawa nafsu yang busuk (ayat 26) dan pikiran-pikiran yang terkutuk (ayat 28). Pada bagian ini, saya akan membahas murka Allah bagian pertama yaitu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati yang jahat. Pada ayat 24, Paulus mengajarkan, “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.” (Terjemahan Baru) atau Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya, “Oleh sebab itu Allah membiarkan mereka dikuasai oleh keinginan hati mereka untuk berbuat yang bejat, sehingga mereka melakukan hal-hal yang kotor terhadap sama sendiri.” King James Version (KJV) menerjemahkan, “Wherefore God also gave them up to uncleanness through the lusts of their own hearts, to dishonour their own bodies between themselves:” Kata “menyerahkan” dalam kalimat, “Allah menyerahkan mereka” di dalam BIS diterjemahkan “Allah membiarkan mereka”, lalu di dalam terjemahan KJV diterjemahkan God also gave them up (Allah melepaskan/menyerahkan mereka juga). Apakah ini berarti Allah sengaja merancangkan kejahatan kepada manusia ? TIDAK. Saya pikir kata “membiarkan” itu lebih cocok untuk dikenakan kepada tindakan Allah terhadap dosa manusia. Allah membiarkan mereka dikuasai oleh keinginan hati mereka sendiri untuk berbuat jahat/cemar sebagai hukuman Allah terhadap kebebalan manusia. Dosa tidak pernah dirancangkan Allah, tetapi diizinkan dan dibiarkan oleh Allah sehingga nantinya manusia yang harus bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah mereka perbuat. Tetapi Allah yang Mahaadil dan Mahakasih mengasihi umat pilihan-Nya dengan menebus dosa-dose mereka melalui pengutusan karya penebusan Kristus, Anak-Nya yang Tunggal. Mengapa Allah membiarkan mereka dikuasai oleh keinginan hati dan bukan keinginan pikiran atau yang lain ? Karena dari hati lah, keinginan itu muncul, entah itu baik atau jahat. Salomo berkata di dalam Amsal 27:19, “Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu.” Tuhan Yesus juga bersabda, “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.” (Matius 15:19 ; TB LAI) atau Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) lebih jelas mengartikannya, “Sebab dari hati timbul pikiran-pikiran jahat, yang menyebabkan orang membunuh, berzinah, berbuat cabul, mencuri, memberi kesaksian palsu dan memfitnah.” Dari ajaran Tuhan Yesus ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa hati mempengaruhi keinginan pikiran dan pikiran itu menimbulkan suatu aksi/tindakan. Ketika hati kita sudah busuk, maka pikiran pun juga ikut busuk dan akhirnya pikiran busuk tersebut mengakibatkan kita melakukan apa yang busuk di mata Tuhan. Kembali, setelah Allah menyerahkan/membiarkan mereka dikuasai oleh keinginan hati yang berbuat jahat, maka mereka sendiri mencemarkan (atau bahasa aslinya atimazō berarti contemn or maltreat, despise, dishonour, suffer shame, entreat shamefully atau merendahkan) tubuh mereka satu sama lain (tidak berarti Allah yang berinisiatif, tetapi Allah hanya membiarkan dosa yang sudah mansia lakukan sendiri). Ini berarti perendahan tubuh atau pencemaran tubuh ini dilakukan dalam suatu interaksi/hubungan. Bisa juga ini menunjukkan perselingkuhan/perzinahan/dll (ini akan dibahas pada ayat 26-27). Sungguh aneh, memang, hati kita diciptakan untuk berhubungan dengan Allah, dicemarkan oleh manusia berdosa, sehingga hati mereka sudah bebal dan rusak total. Hati yang rusak ini mengakibatkan mereka melakukan sesuatu yang tidak berkenan di hati-Nya. Apa wujud dari hati mereka yang rusak ini ?
Hati yang rusak ditandai dengan keengganan mereka menerima kebenaran Allah. Hal ini diajarkan Paulus pada ayat selanjutnya, ayat 25 yang berkata, “Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.” Alkitab mengajarkan bahwa kerusakan hati manusia ditandai dengan dua prinsip di dalam ayat ini.
Pertama, mereka mulai menggantikan atau menukarkan kebenaran Allah dengan sesuatu yang palsu/dusta (bahasa Yunaninya, pseudos berarti falsehood/kepalsuan). Kata “kebenaran” di sini menggunakan kata alētheia yang berarti Truth atau kebenaran sejati atau yang sungguh-sungguh benar. Kebenaran ini tentu adalah kebenaran Allah di dalam Kristus (Yohanes 14:6). Hati manusia yang rusak berusaha menggantikan kebenaran Allah yang paling berharga dan penting dengan suatu kepalsuan. Inilah realitanya, manusia menyukai hal-hal yang palsu ketimbang yang asli. Di abad postmodern, manusia dunia bukan tambah lama semakin mencintai Kristus dan kebenaran, malahan sebaliknya, mereka justru menyenangi (Jawa : doyan) sesuatu yang palsu, entah itu barang palsu, bahkan yang paling celaka adalah kebenaran/agama palsu. Apa bedanya kebenaran yang asli dengan “kebenaran” yang palsu ? “Kebenaran” yang palsu menampakkan fenomena yang menyenangkan fisik/jasmaniah seolah-olah ingin mengajarkan bahwa di dalam mayoritas baru terkandung “kebenaran”, sedangkan Kebenaran sejati bukan menampakkan fenomena yang wah, tetapi lebih mementingkan esensi yang darinya menghasilkan fenomena yang bertanggungjawab. Penggantian kebenaran Allah ini dengan “kebenaran” palsu sudah dimulai pada manusia pertama. Hawa terjebak oleh rayuan gombal iblis untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat yang telah Allah larang. Dari jebakan iblis yang mengakibatkan hati Hawa terpikat, maka hati Hawa mulai meragukan dan menggantikan kebenaran Allah dengan “kebenaran” diri yang bersumber dari setan. Itulah dosa. Dosa bukan sekedar membunuh, mencuri, dll, tetapi dosa itu suatu sikap hati yang meragukan dan menggantikan kebenaran Allah dengan “kebenaran” lain. Dosa Hawa dimulai bukan ketika ia mulai meraba buah itu atau bahkan memakannya, tetapi ketika hati Hawa sudah mulai meragukan dan menggantikan kebenaran Allah dengan “kebenaran” dirinya sendiri yang bersumber dari setan. Mari kita juga belajar perbedaan antara Kebenaran yang sejati dengan “kebenaran” yang palsu dari cerita Nabi Elia di hadapan 450 orang nabi-nabi palsu pada masa pemerintahan Raja Ahab di dalam 1 Raja-raja 18. Bangsa Israel pada waktu itu tidak lagi menyembah Allah, melainkan baal, dan Tuhan mengutus Nabi-Nya, Elia untuk menyadarkan bangsa Israel. Pada 1 Raja-raja 18:18-19, Elia menantang Ahab dengan berkata, “Bukan aku yang mencelakakan Israel, melainkan engkau ini dan kaum keluargamu, sebab kamu telah meninggalkan perintah-perintah TUHAN dan engkau ini telah mengikuti para Baal. Sebab itu, suruhlah mengumpulkan seluruh Israel ke gunung Karmel, juga nabi-nabi Baal yang empat ratus lima puluh orang itu dan nabi-nabi Asyera yang empat ratus itu, yang mendapat makan dari meja istana Izebel.” Setelah Ahab mengirimkan 450 nabi-nabi Baal itu, mari kita melihat peristiwa ini dari ayat 21-39, “Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun. Lalu Elia berkata kepada rakyat itu: "Hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi TUHAN, padahal nabi-nabi Baal itu ada empat ratus lima puluh orang banyaknya. Namun, baiklah diberikan kepada kami dua ekor lembu jantan; biarlah mereka memilih seekor lembu, memotong-motongnya, menaruhnya ke atas kayu api, tetapi mereka tidak boleh menaruh api. Akupun akan mengolah lembu yang seekor lagi, meletakkannya ke atas kayu api dan juga tidak akan menaruh api. Kemudian biarlah kamu memanggil nama allahmu dan akupun akan memanggil nama TUHAN. Maka allah yang menjawab dengan api, dialah Allah!" Seluruh rakyat menyahut, katanya: "Baiklah demikian!" Kemudian Elia berkata kepada nabi-nabi Baal itu: "Pilihlah seekor lembu dan olahlah itu dahulu, karena kamu ini banyak. Sesudah itu panggillah nama allahmu, tetapi kamu tidak boleh menaruh api." Mereka mengambil lembu yang diberikan kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari, katanya: "Ya Baal, jawablah kami!" Tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah yang dibuat mereka itu. Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: "Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga." Maka mereka memanggil lebih keras serta menoreh-noreh dirinya dengan pedang dan tombak, seperti kebiasaan mereka, sehingga darah bercucuran dari tubuh mereka. Sesudah lewat tengah hari, mereka kerasukan sampai waktu mempersembahkan korban petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab, tidak ada tanda perhatian. Kata Elia kepada seluruh rakyat itu: "Datanglah dekat kepadaku!" Maka mendekatlah seluruh rakyat itu kepadanya. Lalu ia memperbaiki mezbah TUHAN yang telah diruntuhkan itu. Kemudian Elia mengambil dua belas batu, menurut jumlah suku keturunan Yakub. --Kepada Yakub ini telah datang firman TUHAN: "Engkau akan bernama Israel." -- Ia mendirikan batu-batu itu menjadi mezbah demi nama TUHAN dan membuat suatu parit sekeliling mezbah itu yang dapat memuat dua sukat benih. Ia menyusun kayu api, memotong lembu itu dan menaruh potongan-potongannya di atas kayu api itu. Sesudah itu ia berkata: "Penuhilah empat buyung dengan air, dan tuangkan ke atas korban bakaran dan ke atas kayu api itu!" Kemudian katanya: "Buatlah begitu untuk kedua kalinya!" Dan mereka berbuat begitu untuk kedua kalinya. Kemudian katanya: "Buatlah begitu untuk ketiga kalinya!" Dan mereka berbuat begitu untuk ketiga kalinya, sehingga air mengalir sekeliling mezbah itu; bahkan parit itupun penuh dengan air. Kemudian pada waktu mempersembahkan korban petang, tampillah nabi Elia dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali." Lalu turunlah api TUHAN menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya. Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: "TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!"” Elia menantang Israel apakah mereka masih bercabang hati dengan menyembah ilah lain, Baal atau mereka mau kembali kepada Allah ? Pada kisah ini, nabi-nabi Baal menggebu-gebu beribadah dan berseru kepada ilahnya, seolah-olah itu adalah ibadah yang mengandung “kebenaran”. Gereja-gereja dan agama-agama sekarang tidak beda dengan banyak nabi palsu yang Elia hadapi pada masa itu. Mereka menggebu-gebu berdoa, beribadah, bersembahyang, lalu berseru-seru kepada “Allah” seolah-olah mereka ingin mengatakan bahwa gereja/agama mereka ada “kebenaran” dan “roh kudus”nya, lalu menghina gereja/agama lain tidak memiliki kebenaran dan “roh kudus”. Benarkah demikian ? Elia langsung mengejek “kebenaran” seperti ini, “Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga.” (TB-LAI) atau terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) lebih jelas mengartikannya, “Berdoalah lebih keras! Ia ilah, bukan? Mungkin ia sedang melamun, atau ke kamar kecil. Boleh jadi juga ia sedang bepergian! Atau barangkali ia sedang tidur, dan kalian harus membangunkan dia!” “Kebenaran” palsu seolah-olah “benar”, berteriak-teriak seolah-olah ilah mereka ketiduran dan perlu dibangunkan, tetapi bagaimana dengan Kebenaran sejati ? Kebenaran sejati bukan tidak mengutamakan fenomena, tetapi fenomena menjadi efek/akibat dari esensi. Pdt. Billy Kristanto pernah mengatakan bahwa Kebenaran sejati (Kristen sejati) tidak pernah show off, yang selalu show off itu pasti “kebenaran” palsu. Saya mengaminkan perkataan ini. Di dalam inkarnasi-Nya, Kristus tidak pernah show off, sengaja memamerkan mukjizat-Nya di depan orang banyak, dll, Ia pasti mampu menyembuhkan penyakit, tetapi itu dilakukan atas kemauan-Nya sendiri bukan mau pamer. Tetapi herannya banyak “pemimpin gereja” yang doyan memamerkan kuasa “ilahi” bahkan sampai perlu difestivalkan (supaya gerejanya penuh), padahal yang mereka miliki itu hanya diberikan, sedangkan Kristus sendiri yang memiliki atau sumber kuasa itu tidak pernah satu kalipun memamerkan kuasa-Nya dan mengundang orang yang sakit, dll untuk datang kepada-Nya ! Kalau “pemimpin gereja” bertindak melebihi apa yang Kristus lakukan, renungkanlah sendiri, kuasa mereka datang dari Allah atau setan ?! Kembali, peristiwa Elia yang melawan 450 nabi-nabi Baal akhirnya dimenangkan oleh Elia dan akhirnya seluruh bangsa Israel berbalik menyembah Allah. Ayat 36-40, Alkitab mencatat, “Ketika tiba saat mempersembahkan kurban petang, Nabi Elia mendekati mezbah itu lalu berdoa, "Ya TUHAN, Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak dan Yakub, nyatakanlah sekarang ini bahwa Engkaulah Allah di Israel, dan saya hamba-Mu. Nyatakanlah juga bahwa segala yang saya lakukan ini adalah atas perintah-Mu. Jawablah, TUHAN! Jawablah saya supaya rakyat ini tahu bahwa Engkau, ya TUHAN, adalah Allah, dan bahwa Engkaulah yang membuat mereka kembali kepada-Mu." Lalu TUHAN mengirim api dari langit dan membakar hangus kurban itu bersama kayu apinya, batu-batunya dan tanahnya serta menjilat habis air yang terdapat di dalam parit itu. Pada saat rakyat melihat hal itu mereka tersungkur ke tanah sambil berkata, "TUHAN itu Allah! Sungguh TUHAN itu Allah!" Maka berkatalah Elia, "Tangkap nabi-nabi Baal itu! Jangan biarkan seorang pun lolos!" Lalu orang-orang menangkap nabi-nabi Baal itu, kemudian Elia membawa mereka ke Sungai Kison dan di sana ia membunuh mereka semuanya.” Kebenaran sejati pasti menang dan “kebenaran” palsu pasti kalah, tetapi kondisi ini hanya bisa diamati oleh orang-orang pilihan-Nya saja. Di dalam Perjanjian Baru, Kebenaran sejati itu adalah Kristus dan Ia telah mengalahkan iblis, “kebenaran” palsu atau bapa segala penipu. Pengharapan kemenangan ini memimpin kita terus berharap akan penyempurnaan karya Kristus secara menyeluruh kelak di akhir zaman. Pengharapan ini menumbuhkan iman kita untuk tidak tergoda oleh rayuan gombal iblis atau “kebenaran” palsu itu tetapi semakin lama semakin mengharapkan dan beriman di dalam Kristus yang pasti menang dan mengalahkan si iblis.
Kedua, menyembah dan melayani ciptaan ketimbang Penciptanya. Kata “makhluk” dalam bahasa Yunaninya ktisis yang bisa menunjukkan sebuah bentuk : bangunan, ciptaan, dll. Lalu, kepada “makhluk” ini, manusia berdosa menunjukkan sikap hati yang menggantikan kebenaran Allah dengan cara menyembah dan melayani ilah lain di luar Allah. Ada dua kata yang dipakai yaitu “menyembah” (adore/worship) dan melayani (serve). Manusia berdosa bukan hanya sekedar mengganti kebenaran Allah, tetapi mereka juga rela menyembah ilah lain di luar Allah, padahal dalam Titah Ketiga di dalam Keluaran 20:5, Allah bersabda, “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,” (TB-LAI) atau terjemahan English Standard Version (ESV) menerjemahkannya, “You shall not bow down to them or serve them, for I the LORD your God am a jealous God, visiting the iniquity of the fathers on the children to the third and the fourth generation of those who hate me,” Kata “bow down” (ESV dan KJV) dalam bahasa Ibraninya shâchâh bisa berarti menyembah (worship) dan kata “serve” (ESV dan KJV) dalam bahasa Ibraninya ‛âbad yang bisa berarti melayani (serve). Paulus mengutip kedua prinsip tindakan dalam Titah Ketiga ini untuk dipakai di dalam suratnya kepada jemaat di Roma untuk menunjukkan bahwa dari dahulu Allah telah memerintahkan larangan untuk menyembah dan melayani ilah lain di luar Allah, tetapi manusia yang sudah berdosa susah diajar, akibatnya mereka seenaknya sendiri melanggar perintah-Nya dengan menyembah dan melayani ilah lain. Mengapa dipakai kata “menyembah” dan “melayani” ? Seorang yang menyembah ilah lain di luar Allah, pasti juga seorang yang melayani ilah tersebut secara tidak sengaja atau diperbudak oleh ilah lain. Kalau ilah lain dalam bentuk tempat ibadah atau patung atau bahkan diri sendiri, maka ilah lain yang disembah itu pasti lama-kelamaan akan menguasai hidup manusia, sehingga akibatnya penyembah ilah lain itu akan dikuasai oleh ilahnya. Di dalam zaman postmodern yang semakin menggila ini, ilah lain berwujud filsafat-filsafat gila yang dicetuskan oleh manusia gila dari abad 19-20, misalnya humanisme, materialisme ditambah filsafat relativisme yang “memutlakkan” segala sesuatu yang relatif (kerelatifan semu). Tidak heran, akibat dari filsafat gila ini, banyak manusia kehilangan standar moral dan nilai hidup yang sesungguhnya. Akibatnya, mereka semakin menggila, depresi dan banyak yang bunuh diri. Lalu, bagaimana jalan keluarnya ? Melalui agama ? TIDAK ! Agama yang diciptakan manusia untuk mengatur manusia justru makin merusak tatanan masyarakat. Para terorisme bukan dari orang-orang atheis, pelaku bom bunuh diri (suicide bombers) atau yang menabrakkan pesawat ke gedung WTC di Amerika Serikat atau yang membakar gereja, mereka bukan orang-orang yang tidak beragama, tetapi MEREKA ADALAH PEMELUK AGAMA ! Itu faktanya ! Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa di RRT, negara komunis, hanya sedikit gereja yang dibakar, tetapi di Indonesia yang mengaku berPancasila, ratusan gereja lebih banyak dari di RRT yang dibakar. Pancasila, agama, dll bisa menjadi jalan keluar dari problema manusia ? MUSTAHIL ! Hanya ada satu-satunya jalan keluar, yaitu kembali kepada kebenaran Allah di dalam Kristus (bukan di dalam para pendiri agama lain yang tetap adalah manusia yang berdosa yang perlu diselamatkan) ! Hidup sejati bukan didapat dari cara-cara licik manusia entah itu dari psikologi, materialisme, dll, tetapi ketika manusia pilihan-Nya menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Kristus Yesus sebagai Raja, Tuhan, Pemilik Hidup dan satu-satunya Juruselamat dunia. Hukuman Allah atas dosa manusia ditanggungkan kepada Kristus yang bernatur 100% Allah (karena hanya Allah yang mampu mengampuni dosa manusia) dan 100% manusia (karena hanya manusia yang dapat mati) untuk menebus dosa manusia pilihan-Nya.
Hari ini, setelah kita merenungkan bagian murka Allah yang pertama ini, maukah kita menyerahkan seluruh totalitas hidup kita hanya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Raja dalam hidup kita ? Soli Deo Gloria.

No comments: