01 November 2007

Refleksi Reformasi 2007 (3) : REFORMED SPIRIT AND EPISTEMOLOGY-3 (Denny Teguh Sutandio)

Refleksi Hari Reformasi 2007 (3)



REFORMED SPIRIT AND EPISTEMOLOGY-3 :
Dr. John Calvin Vs Jacobus Arminius

oleh : Denny Teguh Sutandio



Pendahuluan dan Latar Belakang
Perjuangan Reformasi Luther banyak menuai protes maupun menuai sumbangsih positif bagi Jerman dan sekitarnya. Tuhan memberkati perjuangan Luther, sehingga Ia terus membangkitkan para penerus Luther, antara lain Philip Melanchton, Ulrich Zwingli, dll, tetapi sayangnya para penerus Luther ini hanya mendobrak ajaran yang salah, dan tidak membangun ajaran yang benar dengan prinsip yang integral. Luther juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya Luther mempercayai bahwa gambar dan rupa Allah sudah hilang di dalam manusia ketika manusia berdosa. Oleh karena beberapa kelemahan dan kekurangan fondasi doktrin yang kokoh berdasarkan Alkitab, maka di dalam Reformasi, perlu ada pembangunan doktrin yang kokoh, integral dan bertanggungjawab sesuai dengan Alkitab. Di antara para tokoh Reformasi yang membangun doktrin demikian adalah John Calvin. Pada bagian terakhir ini, kita akan merenungkan profil dan ajaran-ajaran John Calvin serta musuhnya, Jacobus Arminius.



Dr. John Calvin : Profil Singkat dan Ajaran-ajarannya
Bagi Prof. W. Andrew Hoffecker, Ph.D. di dalam salah satu artikelnya : Penemuan Kembali Akar Alkitabiah : Reformasi di dalam buku Membangun Wawasan Dunia Kristen Volume 1 : Allah, Manusia, dan Pengetahuan, John Calvin adalah seorang arsitek theologia reformasi. Dr. Hoffecker menuturkan, “Apabila Luther adalah prajurit yang meluncurkan tembakan pembukaan Reformasi, maka Calvin adalah pakar utama yang mengonsolidasikan hasil-hasil kemajuan Protestan. Ia berusaha mereformasi bukan hanya doktrin dan organisasi gereja, seperti yang dilakukan oleh Luther, tetapi juga tatanan sosial-politik sesuai dengan firman Allah.” (Hoffecker, 2006, p. 138) Selain itu, Dr. Richard W. Cornish dalam bukunya Lima Menit Sejarah Gereja mengatakan, “Jika karya Agustinus merupakan pemikiran Kristen terbesar di milenium pertama, John Calvin disebut sebagai yang terbesar di milenium kedua.” (Cornish, 2007, p. 165)

Dr. John Calvin (10 Juli 1509-27 Mei 1564) adalah seorang theolog Protestan dari Prancis yang lahir pada tanggal 10 Juli 1509 di Noyon,
Picardie, Prancis dengan nama aslinya Jean Chauvin (atau Cauvin, dalam bahasa Latin : Calvinus) dari seorang ayah Gérard Cauvin dan ibu, Jeanne Lefranc. Pada tahun 1523, ayah Calvin, seorang pengacara/ahli hukum, mengirimkan anaknya yang berusia 14 tahun itu ke Universitas Paris untuk belajar humanitas (humanities) dan hukum. Pada tahun 1532, Calvin telah memperoleh gelar Doctor of Laws dari Orleans. Di tempat inilah, Calvin mendapatkan pendidikan humanismenya. Tetapi setelah ayahnya meninggal, Tuhan menyadarkan Calvin sehingga ia meninggalkan studi hukumnya dan beralih ke theologia. Meskipun demikian, sumber Wikipedia menyebutkan pengaruh humanisme yang dipelajarinya yaitu tentang eksegesis menjadi dasar bagi Calvin untuk menerapkan eksegesis pada Alkitab. Karena penganiayaan hebat pecah menimpa para tokoh Reformasi Protestan, Calvin berpindah-pindah untuk seketika lamanya di Prancis dengan beberapa nama samaran, dan kemudian menetap di Basel, Swiss, di mana Calvin mulai menulis bukunya Institutes of the Christian Religion. Bukunya terakhir diterbitkan pada tahun 1559, berkembang dari 6 bab diskusi tentang 10 Perintah Allah, Pengakuan Iman Rasuli dan Doa Bapa Kami menjadi 80 bab (menjadi 4 buku) yang terdiri dari pokok-pokok bahasan tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, dan Gereja. Pada tahun 1536, bersama William Farel (Guillaume Farel), Calvin mencoba untuk menjadikan Geneva sebagai satu model komunitas Kristen dengan menegakkan hukum moralitas yang tinggi. Tetapi orang-orang Geneva yang liberal menghalangi usaha-usaha tersebut dan mengusir mereka, akhirnya Calvin kemudian pergi ke Strassbourg di mana ia menggembalakan sebuah gereja dari para pengungsi Protestan Prancis selama 3 tahun (1538-1541). Di saat inilah, Calvin mendapatkan istrinya, Idelette de Bure, seorang janda, yang dinikahinya pada tahun 1539 dan dikaruniai seorang anak yang akhirnya meninggal dua minggu setelahnya. Istrinya meninggal pada tahun 1549. Di Strassbourg, Calvin juga menulis sebuah liturgi Protestan untuk menggantikan aturan ibadah Katolik, bekerja bersama para tokoh Reformasi Jerman untuk mempersatukan gereja dan Calvin juga mulai menulis tafsiran-tafsirannya, yang akhirnya meliputi 49 kitab Alkitab. Kemudian, Geneva memanggilnya kembali dan melalui aklamasi publik, Calvin kembali pada tahun 1541 karena para penerusnya gagal dalam kepemimpinan mereka. Di bawah bimbingan Calvin, Geneva menjadi sentra internasional gerakan Reformasi. Calvin meninggal di Geneva pada tanggal 27 Mei 1565 dan dikuburkan di Cimetière des Rois, di bawah batu nisannya ditulis sebuah tanda “J.C.”. Perjuangan Calvin diteruskan oleh Dr. Theodore Beza, John Knox, dkk. Para pengikut Calvin di Prancis disebut Hugenot. Pengikut Calvinisme di Amerika (yang berasal dari Inggris) disebut Puritan. Puritanisme ini mendirikan “godly commonwealth” di mana sebagian berdasarkan Genevanya Calvin. (Cornish, 2007, p.165) Theologia Reformed dari Calvin ini mempengaruhi gereja-gereja Reformed, Presbyterian, Congregational, Methodist, Anglikan dan beberapa tradisi Baptis. Para tokohnya adalah Rev. Jonathan Edwards, A.M. (dari gereja Congregational), Rev. George Whitefield (dari gereja Methodist), Rev. Charles Haddon Spurgeon (dari gereja Baptis), Prof. James I. Packer, Ph.D. (dari gereja Anglikan), dll. Bahkan seorang anti-Calvinis, yaitu Jacobus Arminius harus mengakui keagungan buku Institutes of the Christian Religion dengan mengatakan, “Next to the study of the Scriptures which I earnestly inculcate, I exhort my pupils to peruse Calvin’s Commentaries,… His Institutes ought to be studied after the (Heidelberg) Catechism,…” (Di samping studi Alkitab yang saya ajarkan sungguh-sungguh, saya mendorong para murid saya untuk membaca dengan teliti tafsiran-tafsiran Calvin,… Buku Institutesnya seharusnya dipelajari setelah Katekismus Heidelberg,…) (http://en.wikipedia.org/wiki/John_Calvin)

Tentang tata pemerintahan gereja, Calvin menegaskan ada empat jabatan :
· Ministers of the Word were to preach, to administer the sacraments, and to exercise pastoral discipline, teaching and admonishing the people. (Pelayan Firman : berkhotbah, melaksanakan sakramen, dan melatih disiplin pastoral, mengajar dan menegur orang.)
· Doctors held an office of theological scholarship and teaching for the edification of the people and the training of other ministers. (Doktor/Pengajar memiliki tugas untuk mengajar doktrin/theologia dan mengajar untuk pendidikan orang dan pelatihan para pelayan.)
· Elders were 12 laymen whose task was to serve as a kind of moral police force, mostly issuing warnings, but referring offenders to the Consistory when necessary. (Tua-tua : 12 orang-orang awam yang tugasnya adalah untuk melayani kekuatan penjagaan moral, paling banyak menyatakan peringatan, tetapi menyerahkan orang yang berbuat salah kepada Pengadilan ketika diperlukan.)
· Deacons oversaw institutional charity, including hospitals and anti-poverty programs. (Diaken : mengawasi dana institusional, termasuk program rumah sakit dan anti-kemiskinan.)

Di dalam ajarannya, Calvin sangat menegaskan inti Alkitab yaitu kedaulatan Allah (the Sovereignty of God). Prinsip fundamentalnya adalah Allah sebagai Raja yang berdaulat atas segala ciptaan. Baginya, kedaulatan Allah adalah suatu prinsip yang dinamis (tidak statis), suatu realitas yang menginformasikan kehidupan yang konkret, yang membentuk diskusi Calvin tentang setiap doktrin. Tetapi seringkali banyak orang Kristen menyerang Reformed dengan mengatakan orang-orang Reformed pintar bertheologia tetapi tidak ada implikasi/“membumi”, benarkah demikian ? TIDAK. Calvin sendiri mengucapkan bahwa pengenalan orang-orang percaya akan Allah “lebih berisi pengalaman hidup daripada spekulasi yang melayang tinggi dan sia-sia.” (Institutio 1.10.2) (seperti dikutip dalam Hoffecker, 2006, p. 139). Apa arti penting kedaulatan Allah baik secara doktrin maupun implikasi praktisnya ? Calvin menegaskan bahwa pewujudnyataan kedaulatan Allah berarti providensia (pemeliharaan)-Nya yang menciptakan dan memelihara ciptaan. Oleh karena itu, sebagai orang Kristen yang bertheologia Reformed, kita harus menolak prinsip tentang nasib, kebetulan dan keberuntungan. Sebagai implikasi praktisnya, doktrin kedaulatan Allah di dalam providensia-Nya memberikan penghiburan besar kepada orang beriman bahwa segala kehidupan berada di bawah kendali Bapa Surgawi yang penuh kasih. Hal ini mengakibatkan umat pilihan takjub dan takut yang sepantasnya terhadap Allah, karena dalam rencana-Nya, Alalh juga menyatakan kepada orang-orang Kristen tanggung jawab mereka yang menemukan dan menggenapi kehendak-Nya. Sebagai akibat terakhir, setiap umat pilihan menyerahkan kehendak mereka (total surrender) kepada kedaulatan Allah untuk menaati perintah-Nya.

Doktrin kedaulatan Allah bukan hanya berhubungan dengan doktrin Allah, tetapi juga berhubungan dengan doktrin-doktrin lainnya, yaitu doktrin manusia (antropologi), dosa (hamartologi) dan penebusan/keselamatan (soteriologi). Di dalam konsep Penciptaan, karena Allah adalah Raja yang berdaulat yang memerintah atas ciptaan-Nya, maka manusia harus melayani dan memuliakan Dia. Moto Calvin, “Hatiku kupersembahkan kepada-Mu, o Tuhan, siap dan tulus.” (seperti dikutip dalam Hoffecker, 2006, p. 141). Tetapi manusia yang diciptakan Allah ini telah jatuh ke dalam dosa, sehingga manusia tidak hidup sesuai maksud asali mereka yaitu memuliakan Allah. Artinya, mereka yang berdosa tidak lagi mempunyai kebaikan dan kekuatan. Selain itu, meskipun gambar Allah tidak hilang, gambar Allah telah mengalami distorsi yang luar biasa, di mana Adam dihukum karena dosanya dengan diambil hikmat dan kebenarannya sehingga ia menunjukkan kebodohan, kesia-siaan dan kefasikan. Menarik sekali, bagi Calvin, manusia berdosa dikaitkannya dengan manusia yang (pikirannya) bodoh, sia-sia, dan fasik, berbeda dari Aquinas yang memberhalakan rasio manusia berdosa yang tidak dicemari oleh dosa. Ajaran Calvin sesuai dengan ajaran Alkitab di dalam Roma 1:21,22, “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.” Roma 3:10-12 juga menggambarkan sekali lagi realita manusia berdosa, “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” Dosa Adam juga diwariskan kepada keturunan-keturunannya. Dosa warisan ini disebut dosa asal. Di dalam dosa asal, Calvin membagi menjadi dua hal, yaitu : kerusakan juga diwariskan kepada keturunan-keturunan Adam dan kesalahan juga diimputasikan, suatu putusan hukum yang dikenakan oleh Allah seperti dalam sidang pengadilan (Roma 5). Kerusakan yang diwarisi dari Adam ini berarti setiap kehendak individual diperbudak oleh dosa, dan kita sama sekali tidak dapat melakukan yang baik. Dengan kata lain, kita telah menjadi budak/hamba dosa. Tuhan Yesus mengajar hal ini di dalam Yohanes 8:34, “Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.” Dosa juga merusakkan akal, afeksi, dan natur manusia lainnya. Tidak ada jalan keluar dari dosa, kecuali Allah dari Surga memberikan anugerah-Nya kepada umat pilihan-Nya. Bagi Calvin, manusia hanya dapat melakukan yang baik yang diwajibkan oleh Allah hanya melalui anugerah Allah saja. Artinya, dalam kasih dan ketaatan dan sebagai pengganti, Kristus telah membayar hukuman bagi dosa di Kalvari untuk menyelamatkan orang-orang yang telah dipilih Allah untuk diselamatkan (Limited Atonement/Penebusan Terbatas). Dalam penebusan inilah, anugerah Allah diimputasikan kepada (dianggap sebagai milik) orang percaya. Dalam pengimputasian ini, Roh Kudus menerapkan karya Kristus kepada orang percaya dengan menciptakan pertobatan dan iman dalam hati, sekaligus memperbarui gambar Allah dalam diri orang-orang yang telah dipilih-Nya untuk ditebus. Melalui iman yang adalah anugerah Allah lah, orang-orang percaya dipersatukan dengan Allah. Dengan kata lain, tindakan Roh Kudus yang melahirbarukan umat pilihan-Nya mendahului tindakan pertobatan dan iman, karena tidak ada seorangpun yang dapat mengaku Kristus sebagai Tuhan, jika bukan oleh Roh Kudus (1 Korintus 12:3). Lalu, di mana letak perbuatan baik ? Bagi Calvin, perbuatan baik mengikuti iman, tetapi tidak dapat menjadi dasar bagi keselamatan.

Tentang doktrin pilihan (predestinasi), Calvin menjelaskan bahwa pemilihan adalah kedaulatan Allah dalam keselamatan yang bersifat : kolektif (artinya Allah memilih Israel dengan menebusnya sebagai satu umat {Ulangan 7:7-8}) dan individual (artinya kedaulatan Allah memilih “sisa-sisa” dari seluruh orang Israel {Kejadian 45:7 ; Yesaya 10:21}, memilih Yakub dan menolak Esau {Roma 9:13}). Selanjutnya, Calvin menegaskan bahwa justru tanpa predestinasi Allah yang berdaulat ini, umat manusia akan terhilang dalam dosa secara kekal. Di dalam rencana penebusan-Nya, Allah memilih untuk menebus sebagian manusia untuk memuliakan nama-Nya yang kudus. Sehingga sebagai umat pilihan-Nya, kita tidak perlu sombong, tetapi semakin bersyukur karena anugerah-Nya yang telah memilih kita. Banyak orang menyerang Calvin dan menganggap Allah Calvin sebagai Allah yang pilih kasih, karena tidak memilih semua orang untuk diselamatkan. Bagi mereka, yang namanya adil, itu sama rata. Jangan lupa, keadilan Allah berbeda dari keadilan manusia berdosa. Keadilan Allah adalah keadilan yang berhubungan erat dengan kekudusan, kasih dan kedaulatan-Nya. Memisahkan salah satu atribut Allah ini berarti menghina Allah dengan menyamakannya dengan natur manusia berdosa ! Di sisi lain, banyak orang “Kristen” mengatakan bahwa Calvinisme sama dengan Hyper-Calvinisme yang terlalu menekankan kedaulatan Allah, benarkah demikian? Mereka terlalu gegabah menyamaratakan kedua ide yang berbeda ini. Hyper-Calvinisme sama dengan konsep takdir di dalam Islam, tetapi Calvinisme yang berintikan kedaulatan Allah tetap mengharuskan manusia pilihan-Nya untuk bertanggungjawab. Dengan kata lain, kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia. Inilah paradoks keKristenan yang tak mungkin dimengerti oleh kaum yang sejak semula telah ditetapkan-Nya untuk binasa (reprobat). Ada tiga definisi hubungan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia ini menurut Calvin, yaitu :
Pertama, anugerah yang berdaulat adalah satu-satunya sarana yang melaluinya kita dapat diselamatkan dan bahwa kita masih harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita.
Kedua, kedaulatan Allah sendiri mengesahkan tanggung jawab manusia.
Ketiga, kedaulatan Allah atas seluruh tatanan ciptaan, sehingga segala sesuatu ditentukan oleh kehendak Allah yang tak terselidiki, dan juga tanggung jawab moral dan spiritual manusia di mana Allah menuntut tanggung jawab manusia atas segala tindakannya. Artinya, manusia harus tetap mengusahakan dan memelihara alam semesta ini (Kejadian 2:15).
Sebagai contoh kaitan erat antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia adalah di dalam Kisah Para Rasul 2:23, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”
Bagi keselamatan dan hidup manusia sehari-hari, anugerah Allah adalah keniscayaan dan dijanjikan kepada kita dan diteguhkan dalam pengalaman kita sendiri. Artinya, adanya anugerah Allah menangkal keputusasaan manusia karena manusia percaya bahwa Allah adalah Tuhan dan Juruselamat kehidupan manusia yang memelihara kehidupan kita sehari-hari. Bukankah ini suatu penghiburan bagi umat-Nya di kala mereka mengalami penderitaan dan himpitan dunia berdosa ini ?

Dengan demikian, doktrin-doktrin Calvinisme dapat diringkaskan menjadi lima prinsip yang sering disingkat TULIP, yaitu : Total Depravity (Kerusakan Total), Unconditional Election (Pemilihan yang Tak Bersyarat), Limited Atonement (Penebusan Terbatas), Irresistible Grace (Anugerah yang Tak Dapat Ditolak) dan Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus). Mari kita menganalisa kelima doktrin penting Calvinisme ini.
Pertama, Total Depravity (Kerusakan Total) berarti dosa manusia mengakibatkan seluruh natur manusia rusak total, baik mencakup rasio, kehendak, perkataan, dll, sehingga meskipun gambar Allah tidak sepenuhnya hilang dan manusia masih bisa sedikit berbuat baik, tetapi perbuatan baik seperti kain kotor yang menjijikkan di mata Tuhan, karena perbuatan baik dikerjakan untuk memperalat Allah dan memuliakan diri, ketimbang memuliakan Allah.
Kedua, Unconditional Election (Pemilihan yang Tak Bersyarat) berarti dari kekekalan (sebelum dunia dijadikan), Allah telah memilih beberapa orang untuk diselamatkan dan sisanya (secara otomatis) untuk dibinasakan. Ini disebut Predestinasi Ganda (Double Predestination). Bagi Calvin, dalam membicarakan predestinasi, terdapat dua sikap yang harus dihindari, yaitu keingintahuan yang berlebihan tentang hal yang tidak Allah nyatakan dan ketakutan yang berlebihan dalam mengajarkan apa yang telah Allah nyatakan. (Palmer, 2005, p. 185) Artinya, banyak orang Kristen ingin mengetahui lebih dalam tentang predestinasi lebih dari apa yang telah diwahyukan oleh Allah, misalnya mengapa Allah memilih Yakub, bukan Esau ? Mengapa Allah mengizinkan Adam dan Hawa berdosa ?, dll. Ketika Allah tidak menyatakan hal-hal tersebut, itu berarti rahasia dan hanya boleh diketahui oleh Allah saja (ingat prinsip : Ulangan 29:29, “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.”) Di dalam hal ini, kita diminta untuk diam dan tidak gatal mengotak-atik Alkitab untuk menemukan apa yang tidak diajarkan Alkitab. Kita diminta juga untuk sabar menunggu karena banyak hal yang tidak kita mengerti ketika di dunia akan dibuka satu per satu ketika kita (sebagai umat pilihan-Nya) berada di dalam kekekalan bersama dengan-Nya. Di sisi lain, karena kepercayaan yang begitu ketat pada predestinasi, beberapa pemimpin gereja tidak berani mengajarkan predestinasi, karena mereka kuatir akan jemaat yang mendengar doktrin ini tidak dikuatkan imannya. Hal ini salah, justru ketika doktrin ini dikhotbahkan, maka ajaran ini menguatkan iman. Mengapa? Karena ketika kita mengkhotbahkan predestinasi, di saat yang sama, kita semakin bersyukur atas kasih dan keadilan-Nya yang masih mau memilih beberapa dari antara kita yang berdosa itu untuk diselamatkan. Sebaliknya, jika tidak ada predestinasi, maka apa yang patut disyukuri ? Misalkan, seperti yang dianut oleh kaum universalis bahwa Allah memilih semua orang untuk diselamatkan, kita tidak mungkin bisa bersyukur karena kita tidak ada bedanya dengan orang-orang lain yang juga dipilih Allah, lalu kita juga tidak perlu bersyukur karena Allah tidak menunjukkan keadilan-Nya selain kasih-Nya. Dalam tesis ke-8 dari 12 tesis tentang reprobasi, Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D., D.D. di dalam bukunya Lima Pokok Calvinisme (2005) mengatakan, “Keberatan-keberatan terhadap pengajaran tentang reprobasi biasanya lebih disebabkan oleh rasionalisme skolastis daripada ketaatan yang rendah hati kepada Firman Allah.” (p. 185) Dengan tidak bertanggungjawab, Kamus Teologi yang ditulis oleh dua orang pastur Katolik mengungkapkan salah satu uraiannya tentang predestinasi, yaitu predestinasi ganda ini “sudah diyakini oleh rahib Gottschalk (804-869) dan dinyatakan sesat dalam sinode di Mainz dan Quiercy. Keselamatan manusia memang tergantung sepenuhnya pada rahmat ilahi, namun tidak berarti menolak kehendak penyelamatan Allah yang universal (1 Tim 2:3-6) dan mengesampingkan kehendak manusia.” (O’Collins, 1996, p. 262) Jika predestinasi ganda itu sesat, maka orang-orang Katolik harus menyatakan sesat juga pernyataan dari Roma 9:13, di mana ketika Ribka mengandung, Allah sendiri berfirman, “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.” Untuk hal ini, Paulus sudah berjaga-jaga (kalau-kalau manusia berdosa mempertanyakan keadilan Allah dalam hal predestinasi ganda) dengan mengatakan, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.” (Roma 9:14-16) Ayat ini mungkin tidak pernah (atau sengaja tidak) dibaca oleh orang-orang Katolik, karena ayat ini berbenturan dengan paham mereka yang universalis dan gemar berkompromi (bahasa kasarnya, “melacur”). Bukan hanya itu saja, orang-orang Katolik juga menolak Roma 8:29-30 tentang predestinasi. Kedua, orang-orang Katolik dengan prinsip penafsiran umum yang tidak bertanggungjawab telah memfitnah Calvinisme dengan mengatakan bahwa Calvinisme tidak mengajarkan tanggung jawab/kehendak manusia. Calvinisme (seperti yang telah dijelaskan di atas) juga mengajarkan kehendak/tanggung jawab manusia sebagai implikasi dari kedaulatan Allah. Dalam hal ini, lebih tepat menggunakan kata “tanggung jawab” ketimbang kehendak/kehendak bebas, karena setelah manusia berdosa, kehendak/kehendak bebas manusia sudah dirusak, sehingga yang ada hanya kehendak (bebas) untuk berdosa saja.
Ketiga, Limited Atonement (Penebusan Terbatas) berarti penebusan Kristus di atas kayu salib meskipun cukup untuk menebus semua orang berdosa, tetapi hanya berlaku dan diperuntukkan khusus bagi umat pilihan-Nya yang telah ditetapkan-Nya dari sejak semula. Ibrani 9:28 mengatakan, “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang.” Ayat ini jelas membuktikan bahwa pengorbanan Kristus bukan untuk menanggung dosa SEMUA orang, tetapi BANYAK orang, dan tentunya banyak orang jelas menunjuk kepada umat pilihan Allah.
Keempat, Irresistible Grace (Anugerah yang Tak Dapat Ditolak). Penebusan Kristus di kayu salib diefektifkan oleh Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya, sehingga anugerah Roh Kudus ini tidak mungkin dapat ditolak oleh mereka. Sebaliknya, mereka lah yang harus bersyukur atas anugerah ini.
Kelima, Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus) berarti orang-orang pilihan-Nya yang telah menerima dan mengalami karya penebusan Kristus melalui Roh Kudus TIDAK mungkin bisa hilang/binasa, karena Allah yang memulai tindakan penyelamatan, Ia jugalah yang mengakhiri karya-Nya tersebut, sehingga Ia patut dipuji karena kesetiaan-Nya dari dulu, sekarang dan selamanya. Tuhan Yesus mengajarkan hal ini secara langsung di dalam Yohanes 6:39-40, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman."” Di ayat 47 di pasal yang sama, Tuhan Yesus sendiri bersabda, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” Di dalam Yohanes 3:16 juga dikatakan bahwa barangsiapa yang percaya kepada Kristus, ia akan memperoleh hidup yang kekal (BUKAN hidup yang separuh kekal).

Sumbangsih dan Pandangan Terhadap Calvinisme :
Calvinisme bukan hanya pintar bertheologia, ia juga mengajarkan spiritualitas yang mendalam, sehingga para pengikutnya tersebar di Eropa dan Amerika. Di Eropa, para pengikut Calvin (Calvinis) di Prancis disebut Huguenot, di Belanda disebut Kaum Pengemis dan di Inggris disebut Puritan dan Presbyterian. Di Amerika, para Calvinis disebut para Bapa Musafir (Pilgrim Fathers), salah satunya John Bunyan. (Kuyper, 2005, p. 9). Bukan hanya di Eropa dan Amerika, doktrin Calvinis tersebar dan mempengaruhi negara-negara, yaitu Rusia, negara-negara Balkan orang-orang Armenian (negara, bukan doktrin), dan bahkan kekaisaran Menelik di Abisinia. (Kuyper, 2005, p. 9)

Sumbangsih Calvinisme juga terlihat dari beberapa pandangan terhadap Calvinisme, yaitu :
Pertama, Dr. Robert Fruin dalam bukunya Tien Jaren uit den Tachtig-jarigen Oorlog mengatakan, “Calvinisme masuk ke Belanda sebagai satu sistem pengajaran theologi yang logis, mempunyai tatanan gerejanya sendiri yang demokratis, digerakkan oleh perasaan moral yang begitu kuat, dan sangat antusias terhadap reformasi moral maupun religius bagi umat manusia.” (seperti dikutip dalam Kuyper, 2005, p. 7)

Kedua, Cd. Busken Huet dalam bukunya Het Land van Rembrandt mengakui bahwa Calvinisme telah membebaskan Swiss, Belanda, dan Inggris, dan telah memberikan kepada para Bapa Musafir (Pilgrim Fathers) dorongan menuju kemakmuran Amerika Serikat. (seperti dikutip dalam Kuyper, 2005, pp. 7-8)

Ketiga, seorang mantan Perdana Menteri Belanda, theolog, gembala, pengajar Reformed, Prof. Dr. Ds. Abraham Kuyper di dalam bukunya Ceramah-ceramah Mengenai Calvinisme (Lectures on Calvinism) (2005) mengatakan, “...Calvinisme yang bukan hanya menciptakan bentuk gereja yang berbeda, tetapi satu bentuk kehidupan manusia yang sama sekali berbeda, untuk memperlengkapi masyarakat dengan metode eksistensi yang berbeda, dan untuk mengisi dunia dari hati manusia dengan ideal-ideal dan konsepsi-konsepsi yang berbeda.” (p. 11) Selanjutnya, Dr. Kuyper juga mengatakan, “Calvinisme... sungguh-sungguh merupakan suatu sistem prinsip-prinsip yang mencakup segala sesuatu, berakar pada masa lampau tetapi sanggup menguatkan kita pada masa kini, dan mengisi kita dengan keyakinan akan masa yang akan datang.” (p. 14) Sebagai seorang theolog Reformed yang rendah hati, Dr. Kuyper pernah mengatakan bahwa tidak ada satu inci pun di dalam kehidupan manusia, di mana Kristus tidak bertakhta di dalamnya.

Keempat, seorang theolog, hamba Tuhan, gembala, pengajar, penginjil, filsuf dan budayawan Reformed dari Indonesia, Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa negara-negara/daerah-daerah yang dipengaruhi theologia Reformed (dan Reformasi Luther), misalnya Jerman, Swedia, Swiss, Geneva, dll selalu menghasilkan barang-barang yang berkualitas tinggi. Misalnya, mobil Mercedes-Benz asli BUKAN dibuat oleh Arab Saudi, Irak, Iran, kota Paris apalagi Indonesia, tetapi dibuat oleh negara yang dipengaruhi oleh Lutheran, yaitu Jerman. Pdt. Sutjipto Subeno juga mengatakan bahwa arloji yang berkualitas tinggi mencapai jutaan dollar harganya, karena arloji itu (buatan Geneva) dikerjakan dengan teliti, setelah selesai, arloji itu dicap dengan Geneva Seal. Prinsip ini didasarkan pada prinsip Alkitab di dalam Kolose 3:23, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Prinsip ini akhirnya mengakibatkan setiap orang/(penduduk) negara yang dipengaruhi Reformasi (khususnya dari sayap Calvinisme) bekerja dengan giat, tekun, dan teliti, karena mereka bekerja bukan untuk dilihat manusia, tetapi dilihat Tuhan. Setelah bekerja dengan tekun dan teliti, seorang Calvinis mendapatkan hasilnya BUKAN untuk dihambur-hamburkan (seperti prinsipnya Kiyosaki), tetapi untuk dihemat. Inilah yang membuat Calvinisme tidak mampu disaingi oleh wawasan dunia apapun baik dari Katoliksisme, Islam, Buddhisme, Hinduisme, apalagi mayoritas “Kristen” Karismatik/Pentakosta yang liar.

Kelima, Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. sebagai seorang gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya pernah menuturkan bahwa di dalam seluruh tafsiran Alkitab yang ada sampai sekarang, kita harus memperhatikan bahwa banyak tafsiran Alkitab yang bermutu dan bertanggungjawab ditulis oleh para penafsir Reformed. Prof. Dr. Gordon D. Fee yang adalah salah seorang penafsir Alkitab dalam kitab Filipi dalam IVPNTC (InterVarsity Press New Testament Commentaries) adalah seorang gembala sidang sebuah gereja Pentakosta dan profesor di Regent College, Canada, tetapi beliau bertheologia Reformed. John Calvin, sebagai bapa pendiri theologia Reformed juga menuliskan banyak tafsiran Alkitab. Prof. Dr. Ds. Abraham Kuyper juga pernah mengeksposisi Alkitab secara teratur. Banyak para penafsir Alkitab yang bermutu biasanya dihasilkan dari theologia Reformed atau Injili ketat (dipengaruhi Reformasi), sebaliknya hampir tidak ada satu penafsir Alkitab yang bertanggungjawab dari banyak kalangan Katolik (yang tidak mempercayai supremasi Alkitab, meskipun tetap mengakui Alkitab sebagai Firman Allah→suatu logika yang aneh), apalagi dari banyak gereja Karismatik/Pentakosta (yang banyak tidak mementingkan doktrin, dan menganggap doktrin itu “membatasi” pekerjaan “roh kudus”).



Jacobus Arminius : Profil Singkat dan Ajaran-ajarannya
Setiap kebenaran ketika diberitakan pasti menuai dua akibat, yaitu ada yang menerima dan mengimaninya, dan sebaliknya, ada yang menolaknya. Bagi mereka yang menerimanya berarti mereka adalah kaum pilihan Allah yang telah ditetapkan-Nya untuk menjadi anak-anak-Nya, sedangkan mereka yang menolaknya memang telah ditetapkan-Nya untuk dibinasakan. Sekarang, mari kita akan melihat siapa saja yang menolak pengajaran Calvin ini.

Jacobus Arminius adalah sebuah nama Latin dari Jacob Hermann. Dia yang adalah seorang theolog Belanda pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 adalah musuh dari Calvin yang dulunya pernah diajar oleh Dr. Theodore Beza, penerus Calvin, tetapi ia menolak ajaran Beza dan mengajarkan bahwa Allah memilih manusia setelah Ia melihat bahwa beberapa orang memilih untuk beriman di dalam-Nya. Para pengikut Arminian ini disebut Remonstrant. Ajaran Arminius ini pernah ditantang oleh seorang Calvinis Belanda, Franciscus Gomarus, tetapi sayangnya Arminius meninggal sebelum sinode nasional berlangsung. Arminianisme ini berpengaruh pada theologia John Wesley (akan dijelaskan di bawah) sebagai inti theologia Methodisnya, gereja Baptis, Independen, Gerakan Kekudusan (Holiness Movement), Gereja Advent (Seventh-day Adventist), mayoritas Injili, dan banyak Pentakosta/Karismatik.

Pengikut Arminius ini dibagi menjadi tiga golongan, yaitu Arminianisme klasik, Arminianisme Wesley dan Open-Theisme (tokoh utama : Clark H. Pinnock).
Pertama, Arminianisme Klasik (atau kadang dapat disebut Reformed/Reformation Arminianism atau Arminianisme Reformasi/Reformed). Para pengikut Arminianisme klasik yang berasal dari Arminius dan dipertahankan oleh para Remonstrant mengajarkan:
· Kerusakan total : Arminius menyatakan bahwa dalam kondisi berdosa, kehendak bebas manusia berkenaan dengan kebaikan yang benar ditahan, dirusakkan, dan terhilang. Lalu, kuasanya tidak hanya dilemahkan dan tidak berguna, jika tidak dibantu oleh anugerah, tetapi itu tidak memiliki kekuatan apapun kecuali hal tersebut dibangkitkan/ditimbulkan oleh anugerah Ilahi.
· Penebusan diperuntukkan untuk semua : kematian Yesus adalah untuk semua orang, Yesus menarik semua orang kepada diri-Nya, dan semua orang memiliki kesempatan untuk keselamatan melalui iman.
· Kematian Yesus memuaskan keadilan Allah : hukuman dosa bagi umat pilihan dibayar penuh di dalam karya Kristus di kayu salib. Oleh karena itu, penebusan Kristus diperuntukkan bagi semua, tetapi memerlukan iman yang dilaksanakan. Bagi Arminius, pembenaran seluruhnya adalah imputasi kebenaran melalui belas kasihan atau manusia dibenarkan di hadapan Allah berdasarkan keadilan tanpa pengampunan apapun.
· Anugerah itu dapat ditolak : Allah yang mengambil inisiatif dalam proses keselamatan dan anugerah-Nya tiba pada semua orang. Anugerah ini berlaku bagi semua orang untuk menghukum mereka dari Injil, menarik mereka dengan kuat kepada keselamatan, dan memungkinkan adanya iman yang sejati. Tawaran keselamatan melalui anugerah ini tidak berlaku tidak dapat ditolak (irresistibly) dalam sebab-akibat yang murni, metode deterministik tetapi lebih tepatnya dalam sebuah cara pengaruh-dan-respon yang dapat diterima dan secara bebas ditolak.
· Manusia memiliki kehendak bebas untuk meresponinya atau menolaknya : kehendak bebas dibatasi oleh kedaulatan Allah, tetapi Allah secara berdaulat memberikan kepada semua manusia kesempatan untuk menerima Injil Kristus melalui iman, secara bersamaan mengizinkan semua manusia untuk menolaknya.
· Pemilihan itu bersyarat : Arminius mendefinisikan pemilihan sebagai ketetapan Allah yang dari-Nya, dari kekekalan, Dia menetapkan untuk membenarkan di dalam Kristus, orang-orang percaya, dan untuk menerima mereka bagi hidup yang kekal. Allah sendiri yang menentukan siapa yang akan diselamatkan dan penentuan-Nya itu ada pada mereka yang percaya kepada Yesus melalui iman yang nanti akan dibenarkan.
· Allah mempredestinasikan umat pilihan bagi masa depan yang penuh kemuliaan : predestinasi bukanlah predeterminasi tentang siapa yang akan percaya, tetapi lebih tepatnya predeterminasi dari warisan masa depan dari orang percaya. Oleh karena itu, umat pilihan dipredestinasikan untuk menjadi anak melalui adopsi, pemuliaan, dan hidup yang kekal.
· Keselamatan kekal juga bersyarat : Semua orang percaya memiliki asuransi keselamatan yang penuh dengan syarat bahwa mereka tinggal di dalam Kristus. Keselamatan disyaratkan dalam iman, oleh karena itu, ketekunan juga bersyarat. Kemurtadan (berbalik dari Kristus) juga dilakukan melalui penolakan yang hati-hati (deliberate), dan disengaja akan Yesus dan peninggalan iman.

Kedua, Arminianisme Wesley. Secara historis, John Wesley, salah seorang pendiri Methodisme adalah seorang penganut ajaran soteriologi (doktrin keselamatan) Arminian. Dia setuju pada sebagian besar apa yang Arminius sendiri ajarkan, mempertahankan doktrin yang kokoh akan dosa asal, kerusakan total, pemilihan yang bersyarat, anugerah yang dapat ditolak, penebusan yang tidak terbatas, dan kemungkinan kemurtadan. Dia berbeda dari Arminianisme klasik terutama dalam tiga hal :
· Penebusan : Penebusan menurut Wesley adalah cangkokan dari teori substitusi yang bersifat hukuman dan teori pemerintahan dari Hugo Grotius, seorang pengacara dan seorang penganut Remonstrant. Wesley memandang penebusan hanya sebatas tindakan rekonsiliasi yang mengantarai antara Allah dan manusia.
· Kemungkinan kemurtadan : Wesley sepenuhnya menerima pandangan Arminian bahwa orang Kristen sejati dapat murtad dan kehilangan keselamatannya. Hal ini dapat diamati di dalam khotbahnya yang terkenal A Call to Backsliders.
· Kesempurnaan Kristen : menurut pengajaran Wesley, orang-orang Kristen dapat meraih kesempurnaan di dalam hidupnya. Kesempurnaan Kristen, menurutnya, adalah “kemurnian pengertian, mendedikasikan seluruh hidup bagi Allah” dan “pikiran yang berada di dalam Kristen, memungkinkan kita untuk berjalan seperti Kristus berjalan.” Baginya, kesempurnaan Kristen bukanlah kesempurnaan kesehatan tubuh atau ketidakbersalahan dalam penghukuman. Kesempurnaan Kristen bergantung pada pencobaan, dan berlanjut pada kebutuhan untuk berdoa bagi pengampunan dan kekudusan. Ini bukanlah kesempurnaan absolut, tetapi sebuah kesempurnaan dalam kasih.

Ketiga, Open-Theisme. Para penganut Open-Theisme adalah
Greg Boyd, Clark Pinnock, William Hasker, dan John E. Sanders. Doktrin ini mengajarkan bahwa Allah itu Mahakuasa dan berada di mana-mana (omnipresence), tetapi berbeda dalam natur masa depannya. Artinya, bagi penganut ajaran ini, masa depan tidak secara sempurna diketahui karena manusia masih belum membuat keputusannya, dan oleh karena itu, Allah mengetahui masa depan di dalam kemungkinan daripada kepastian. Bagi mereka, Allah itu berdaulat karena Ia tidak menetapkan masing-masing pilihan manusia, tetapi lebih tepatnya bekerja sama dengan ciptaan-Nya untuk menyebabkan kehendak-Nya. Bagi para penganut ajaran ini, kehendak bebas adalah jawaban terbaik dari masalah kejahatan.



Perbandingan (Persamaan dan Perbedaan) Calvinisme Vs Arminianisme
Antara Calvinisme dan Arminianisme, ada dua persamaan, yaitu mereka sama-sama mengakui kerusakan total manusia dan mereka juga mengakui efek substitusi dari penebusan.

Perbedaan-perbedaan Arminianisme Vs Calvinisme :
· Natur pemilihan : Arminian mengajarkan bahwa pemilihan menuju kepada keselamatan kekal memiliki syarat iman di dalamnya. Sedangkan doktrin Calvinis adalah pemilihan yang tanpa syarat, artinya keselamatan tidak dapat diperoleh, sehingga pemilihan ini bersifat tanpa syarat.
· Natur anugerah : Arminian mempercayai bahwa melalui anugerah Allah, Dia memulihkan kehendak bebas berkenaan dengan keselamatan bagi semua manusia, dan setiap individu, oleh karena itu, mereka mampu baik untuk menerima Injil melalui iman atau menolaknya melalui ketidakpercayaannya. Sedangkan Calvinis mengajarkan bahwa anugerah Allah mampu untuk memungkinkan keselamatan diberikan hanya kepada umat pilihan dan secara tidak dapat ditolak memimpin kepada keselamatan.
· Luasnya jangkauan penebusan : Arminian mengajarkan bahwa penebusan itu universal, sedangkan Calvinis mengajarkan bahwa penebusan ini bersifat terbatas hanya pada umat pilihan-Nya. Meskipun demikian, baik Arminian maupun Calvinis mempercayai bahwa undangan Injil bersifat universal.
· Ketekunan dalam iman : Arminian percaya bahwa keselamatan masa depan dan kehidupan kekal dijamin dalam Kristus dan dilindungi dari semua kuasa eksternal tetapi itu bersyarat apabila mereka tetap di dalam Kristus dan dapat hilang melalui kemurtadan. Sedangkan Calvinis tradisional percaya di dalam doktrin ketekunan orang-orang kudus, yang mengatakan bahwa karena Allah memilih beberapa orang kepada keselamatan dan Ia jugalah yang sesungguhnya membayar untuk dosa-dosa khusus mereka, maka Dia menjaga mereka dari kemurtadan dan bahwa mereka yang murtad adalah mereka yang tidak pernah dilahirbarukan.



Kritik Terhadap Presuposisi Arminianisme dan Jawaban/Tantangan Calvinisme (dari Alkitab)
Setelah kita memperhatikan persamaan dan perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, maka dengan prinsip Alkitab yang integratif, jujur, setia, kokoh dan bertanggungjawab dalam perspektif Calvinisme/theologia Reformed, kita akan memperhatikan tiga kelemahan fatal Arminianisme dan solusi/jawaban serta tantangan Calvinisme berkenaan dengan doktrin yang mereka ajarkan.
Pertama, Arminianisme tidak mengerti arti dosa dan anugerah Allah secara benar. Keseluruhan doktrin Arminian menginsyaratkan bahwa mereka tidak mengerti arti dosa secara benar dan tuntas. Seorang bapa gereja mengajarkan bahwa anugerah Allah harus dimengerti berbarengan dengan dosa manusia yang begitu parah. Arminian memang benar mengajarkan bahwa manusia itu rusak total, tetapi kerusakan total yang dimengertinya tidak pernah tuntas. Maksudnya, ia mengerti rusak total seperti yang dipahami oleh Calvin, tetapi kerusakan total ini dibantu oleh anugerah Allah yang memberikan kehendak bebas kepada mereka untuk menerima atau menolak anugerah Allah. Kalau namanya anugerah Allah, maka itu adalah 100% pemberian dari Allah, tidak ada satu jasa baik manusia, tetapi Arminian agak aneh mengerti anugerah Allah, yaitu Allah menganugerahkan kehendak bebas manusia dahulu untuk meresponi anugerah Allah. Hal ini tidak pernah diajarkan Alkitab. Di dalam 1 Korintus 12:3, Allah melalui Paulus dengan jelas mengajarkan, “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah Yesus!" dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus.” Dengan jelas, Alkitab mengajarkan bahwa seseorang dapat mempercayai Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hanya melalui Roh Kudus yang telah melahirbarukan mereka. Mengutip ayat yang pernah diajarkan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong, definisi orang Kristen dapat dijumpai pada 1 Petrus 1:2, “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya.” Setelah Allah memilih beberapa orang untuk menjadi anak-anak-Nya, maka Bapa mengutus Roh Kudus untuk menguduskan mereka dan memimpin mereka untuk taat kepada Kristus. Lagi-lagi, Roh Kudus memimpin umat pilihan-Nya untuk percaya dan taat kepada Kristus. Tidak ada satu pengajaran Alkitab yang mengajarkan bahwa Allah memberikan kehendak bebas kepada manusia dahulu baru Ia mengutus Kristus untuk menebus dosa !

Kedua, Arminianisme memberhalakan kehendak bebas manusia. Dari doktrin-doktrin Arminian, meskipun tetap mengakui kerusakan total manusia, ia tetap tidak mau mengakui kelemahan manusia, melainkan ia tetap ingin menonjolkan peran serta manusia dalam keselamatan. Inilah bukti ketidakjujuran dan ketidakkonsistenan seorang penganut Arminian dalam menegakkan doktrin kerusakan total manusia. Mereka menegakkan kerusakan total manusia, tetapi di sisi lain, dengan alasan anugerah Allah yang memberikan kehendak bebas manusia, maka Arminian melegalkan manusia bebas untuk memilih Allah atau tidak. Ini adalah suatu ketidakmasukakalan. Ketika Allah memberikan anugerah-Nya, Ia tak mungkin memberikan anugerah-Nya berupa kehendak bebas untuk memilih Allah, sekaligus menolak-Nya, itu bukan anugerah-Nya. Kata anugerah berarti karunia yang diberikan Allah kepada manusia yang tak mampu. Sedangkan ketika manusia menolak Allah, itu TIDAK perlu anugerah Allah yang memberikan kehendak bebas manusia, karena itu sudah merupakan natur manusia berdosa : menolak Allah. Lagi-lagi, ini logika yang tidak masuk akal ! Sebaliknya, Calvinisme (maupun Lutheran) yang berpegang teguh pada Alkitab mengajarkan bahwa kehendak bebas manusia sejati adalah kehendak untuk tidak berdosa (tentu, termasuk tidak menolak Allah), tetapi hal ini sudah dirusak oleh dosa, sehingga kehendak bebas manusia yang berdosa hanya satu, yaitu bebas untuk berdosa (tetapi tidak pernah bebas untuk tidak berdosa). Oleh karena itu, Roh Kudus mengefektifkan penebusan Kristus di dalam hati setiap umat pilihan-Nya untuk taat kepada Kristus dengan melahirbarukan mereka, sehingga mereka bisa bertobat dan percaya di dalam Kristus. Iman di dalam Calvinisme (theologia Reformed) adalah anugerah Allah di dalam Kristus melalui Roh Kudus, sehingga dalam hal ini, kehendak bebas manusia ditundukkan mutlak oleh Roh Kudus. Dengan demikian, tidak ada kehendak bebas manusia yang boleh berkeliaran baik untuk menerima atau menolak Allah. Setelah Roh Kudus menundukkan kehendak bebas umat pilihan-Nya, maka mereka dengan sendirinya melalui bantuan Roh Kudus yang menguduskan mereka secara progresif, mereka memiliki tanggung jawab untuk memuliakan Allah. Kata “kehendak bebas” agaknya kurang tepat digunakan, karena seolah-olah menunjukkan bahwa manusia bebas berkehendak, sehingga kata yang lebih tepat digunakan adalah “tanggung jawab”.

Ketiga, Arminianisme tidak pernah mengerti doktrin kedaulatan Allah. Berbeda dari Calvinisme yang dengan teliti dan jelas mengerti doktrin kedaulatan Allah, maka Arminian tidak pernah mengerti kedaulatan Allah, sehingga banyak doktrinnya aneh, tidak masuk akal dan yang lebih penting lagi, bertentangan dengan Alkitab dalam beberapa hal : (1) Arminianisme mengajarkan bahwa pemilihan Allah berdasarkan iman manusia. Artinya, mereka mengajarkan bahwa Allah memilih seseorang setelah Ia melihat bahwa seseorang yang dipilih-Nya itu akhirnya memutuskan untuk beriman di dalam-Nya. Ajaran ini jelas bertentangan dengan Alkitab. Ketika Allah memilih Yakub dan menolak Esau, maka Allah tidak terlebih dahulu melihat perbuatan baik Yakub, melainkan Ia memilih Yakub karena Ia berdaulat dan mengasihi Yakub bahkan sebelum melihat perbuatan baik Yakub. Dengan tepat, Pdt. Sutjipto Subeno pernah memberikan tafsiran tentang hal ini bahwa di mata manusia, Yakub terlihat jelek, menipu hak kesulungan dan menukarkannya dengan semangkuk sup kacang merah, sedangkan Esau terlihat baik, karena tidak pernah menipu, tetapi di mata Allah, itu berbeda total. Kalau Arminian benar, maka yang seharusnya dipilih Allah adalah Esau, bukan Yakub, tetapi Alkitab mengajarkan hal yang bertolak belakang dengan paham Arminian. Ini membuktikan ketidakbenaran ajaran ini. Bukan hanya itu saja, kelemahan doktrin aneh ini adalah kebergantungan Allah pada manusia. Sangat aneh sekali, Arminian mempercayai bahwa Allah memberikan anugerah-Nya kepada manusia untuk memiliki kehendak bebas (meskipun hal ini tentu salah), tetapi di sisi lain, mereka mempercayai bahwa Allah tidak bisa apa-apa tanpa manusia yang terlebih dahulu bertindak (percaya). Dengan kata lain, di satu sisi, ia mengakui anugerah Allah, di sisi lain, ia mengakui otoritas manusia di atas anugerah-Nya. Doktrin ini sangat kacau dan membingungkan, terlebih lagi tidak berdasarkan Alkitab ! (2) Arminianisme mengajarkan bahwa penebusan Kristus berlaku universal. Ayat Alkitab yang selalu mereka gunakan dalam hal ini adalah “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9b) Ayat ini tidak salah, tetapi yang salah adalah pengutipan di luar konteks. Seperti yang dibiasakan oleh banyak pemimpin gereja Karismatik/Pentakosta yang gemar mengutip ayat Alkitab di luar konteksnya, maka pengikut setia Arminianisme tidak mengerti konteks dan latar belakang surat 2 Petrus ini. Seperti surat-surat Paulus lainnya, surat 2 Petrus jelas ditujukan oleh Petrus hanya bagi orang-orang Kristen saja, bukan bagi semua orang, sehingga ketika Petrus mengajarkan bahwa Ia menghendaki supaya semua orang berbalik dan bertobat, kata “semua orang” jelas menunjuk kepada semua orang Kristen. Kelemahan kedua adalah ayat ini dikutip di luar konteksnya. Ayat 9b tidak mungkin bisa dilepaskan dari ayat 1-9a, di mana ayat-ayat tersebut jelas menyatakan bahwa Petrus sedang menghibur orang-orang Kristen yang mengalami penderitaan dari para pengejek, penghiburannya ini mengatakan bahwa orang-orang Kristen harus tenang, karena Allah menghendaki mereka semua berbalik dan bertobat dengan tidak lagi termakan oleh bujuk rayu para pengejek itu. Sedangkan, Calvinisme mengajarkan bahwa penebusan Kristus hanya berlaku bagi umat pilihan-Nya. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri sebanyak tiga kali, yaitu di dalam Yohanes 6:37, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang”, ayat 39, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.”, dan ayat 44, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” Sesuai konteks, ketiga ayat ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi, dan orang-orang Yahudi pada waktu itu marah sekali kepada-Nya. Mengapa mereka marah ? Karena secara esensial, mereka sebenarnya bukanlah orang-orang yang dipilih Allah untuk datang kepada Kristus, sehingga mereka terus berusaha mencari kesalahan-kesalahan Kristus, bahkan ketika tidak menemukan kesalahan Kristus, mereka tetap menyalahkan-Nya di hadapan pengadilan Herodes dan Pilatus (persis seperti yang dilakukan oleh penganut agama terbesar di Indonesia ini). Yohanes 3:16 harus dibarengi dengan mengerti Yohanes 6:37,39 dan 44 yang lebih jelas mengajarkan bahwa HANYA umat pilihan-Nya yang telah dipilih oleh Bapa dari sejak kekekalan mampu datang kepada Kristus. (3) Arminianisme mengajarkan bahwa anugerah Allah dapat ditolak. Artinya, mereka mempercayai bahwa Allah berinisiatif di dalam keselamatan dengan menganugerahkan penebusan Kristus kepada semua orang (ini salah), tetapi anugerah ini tidak bersifat tidak dapat ditolak (dapat ditolak), karena Ia juga memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk menerima atau menolak anugerah keselamatan ini. Lebih lanjut, anehnya mereka mengajarkan bahwa kehendak bebas manusia ini dibatasi oleh kedaulatan Allah, tetapi Allah secara berdaulat memberikan kepada semua manusia kesempatan untuk menerima atau menolak Injil Kristus. Kelemahan fatal pertama adalah mereka mempercayai anugerah Allah sebagian, sehingga anugerah Allah harus menunggu respon manusia, jika tidak, Allah tidak akan memberikan anugerah itu. Perhatikan poin (1) di atas. Kelemahan fatal kedua adalah dengan tidak bertanggungjawab, mereka mengajarkan bahwa kehendak bebas tetap dibatasi oleh kedaulatan Allah, tetapi mereka menyatakan bahwa kedaulatan Allah mengizinkan manusia untuk bebas memilih apakah mereka mau menerima atau menolak Injil Kristus. Kedaulatan Allah artinya Allah itu Mahakuasa, tidak bergantung pada siapa dan apapun juga, Kekal, Mahaagung, Mahabijaksana, dll. Tetapi hal ini tidak pernah dimengerti oleh Arminian sehingga mereka mengajarkan bahwa kedaulatan Allah itu berarti Allah yang bergantung pada respon manusia, tidak Mahakuasa (atau Mahakuasa bersyarat), tidak kekal (hal ini diajarkan oleh Open-Theisme, lihat penjelasan di bagian Open-Theisme), tidak Mahaagung, kurang bijaksana, dll. Semua atribut Allah di dalam Arminian didegradasi dan semua natur manusia berdosa ditinggikan. Silahkan pikirkan sendiri, apakah ini ajaran Alkitab yang bertanggungjawab?! (4) Arminianisme mengajarkan bahwa keselamatan sejati di dalam Kristus bisa hilang. Artinya, orang-orang Kristen sejati dapat kehilangan keselamatan dengan cara mereka murtad. Di sini, kita harus membedakan dengan jelas antara orang Kristen sejati dengan orang “Kristen” palsu. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa banyak anak Tuhan yang masih indekos di dalam dunia (artinya mereka belum waktunya untuk percaya di dalam Kristus dan menjadi pengikut-Nya), sebaliknya banyak anak setan yang masih indekos di dalam gereja. Pernyataan kedua inilah yang dimaksud dengan orang “Kristen” palsu. Orang “Kristen” palsu adalah orang “Kristen” yang ikut-ikutan pergi ke gereja, ikut katekisasi, belajar doktrin, dll, tetapi Roh Kudus tidak pernah berdiam di dalam hatinya, sehingga secara fenomena kelihatan hampir sama dengan orang Kristen sejati, tetapi secara esensial, kita dapat membedakannya. Perhatikan, ketika ada orang “Kristen” yang mengagungkan dirinya lebih pintar daripada orang lain (padahal kenyataannya TIDAK demikian), maka kelihatan, orang itu adalah orang “Kristen” palsu (mirip seperti penganut Arminian yang mengagungkan otoritas manusia di atas kedaulatan Allah), dll. Jika demikian, orang “Kristen” palsu yang tidak pernah termasuk umat pilihan-Nya, jelas PASTI kehilangan keselamatan, artinya dapat murtad. Sejarah membuktikan hal ini. Seorang penyanyi Indonesia yang bernama Broery Marantika (atau Broery Pesolima) dikabarkan gemar pindah agama, dari Kristen, pindah Islam (karena menikah dengan istri yang beragama Islam), lalu jadi Kristen lagi (karena menikah dengan istri yang beragama Kristen). Contoh lain lagi, seorang artis Dian Sastrowardoyo yang seorang Kristen Katolik menjadi Islam. Bahkan, yang lebih aneh lagi, beberapa “pendeta” dari gereja Pentakosta ada yang menjadi Islam (karena katanya, mereka menemukan “kebenaran”). Kemurtadan ini jelas menunjukkan bahwa mereka meskipun kelihatan aktif di gereja, melayani “tuhan”, dll, tetapi mereka tak pernah merupakan umat pilihan-Nya dan mengerti esensi keKristenan sejati yang jauh lebih agung daripada semua agama dunia yang antroposentris (self-centered). Sedangkan, orang Kristen sejati yang adalah umat pilihan Allah TIDAK mungkin kehilangan keselamatannya. Mengapa ? Karena Allah yang adalah pemula keselamatan (yang memulai keselamatan), Ia jugalah yang akan mengakhiri keselamatan itu dengan sempurna. Allah yang berdaulat adalah Allah yang Kekal dan Pemelihara, maka Ia memelihara setiap tindakan-Nya sendiri. Jika tidak demikian, maka Allah tidak layak disebut Allah, atau Allah tidak ada bedanya dengan manusia. Adakah contoh akan hal ini? Saya belum bisa memastikan, tetapi saya berani mengatakan bahwa salah satu contohnya adalah seorang artis Indonesia, Nafa Urbach. Dulu, Nafa Urbach adalah seorang Kristen, tetapi karena diasuh neneknya (kalau tidak salah), ia menjadi Islam. Puji Tuhan, kira-kira 1-2 tahun yang lalu, Tuhan membawa dia kembali dan dia menjadi Kristen kembali. Meskipun pernah kelihatan murtad, Tuhan memukul orang pilihan-Nya lagi untuk kembali kepada Kristus. Ini adalah bukti pemeliharan Allah pada umat pilihan-Nya. (5) Arminianisme sangat membahayakan karena Arminianisme mengakibatkan Clark H. Pinnock, dkk menegakkan doktrin Open-Theisme yang mengajarkan bahwa Allah itu Mahakuasa dan berada di mana-mana, tetapi hal ini tidak berlaku pada natur masa depan-Nya. Artinya, meskipun Allah itu Mahakuasa, Ia tidak Mahakuasa dalam menentukan masa depan. Mari kita perhatikan ketidakkonsistenan diakibatkan ketidakmengertian Pinnock dan para penganut Open-Theisme ini. Allah yang Mahakuasa adalah Allah yang mampu melakukan apapun yang tidak bertentangan dengan natur-Nya yang Mahakudus, Mahaadil, Mahakasih dan Berdaulat. Ketika Allah adalah Allah yang Mahakuasa, apakah Ia juga tidak mampu mengatur masa depan ? Apakah itu tanda Allah yang Mahakuasa ? Yang lebih celaka lagi, para penganut doktrin aneh ini mengajarkan bahwa Allah bekerja sama dengan manusia di dalam menentukan kehendak-Nya, sehingga bagi mereka, kehendak bebas manusia lah adalah jawaban terhadap segala masalah kejahatan. Mereka percaya bahwa Allah itu Mahakuasa, tetapi anehnya “Allah” (atau ilah) mereka yang Mahakuasa itu tidak bisa apa-apa, sehingga harus bekerja sama dengan manusia ciptaan-Nya sendiri untuk menentukan kehendak-Nya. Mungkin, itu adalah “ilah”nya kaum dualis (“Kristen”) yang hanya berkuasa di dalam hal-hal supranatural (metafisika) saja, dan tidak di dalam hal-hal natural (fisik). Yang lebih aneh, seorang penganut Arminian dari golongan Katolik Roma, yaitu seorang Pastur Katolik mengajarkan bahwa Allah mengubah keputusannya dan tidak jadi menghukum Niniwe karena mereka bertobat melalui pemberitaan murka Allah oleh Yunus. Sepintas jika diperhatikan, ajaran ini tidak salah, karena Alkitab mengatakan demikian, tetapi jika diteliti lebih dalam, ajaran ini berbahaya, karena ajaran ini selanjutnya akan mengatakan bahwa Allah bisa mengubah keputusan-Nya (tergantung kehendak manusia). Alkitab memang mengatakan bahwa Niniwe tidak jadi dihukum karena mereka bertobat setelah mendengar berita murka Allah dari Yunus, tetapi hal ini tidak berarti Allah bisa mengubah keputusan-Nya. Hal ini harus dipahami dari perspektif manusia yang terbatas, sama seperti ketika kita memahami perkataan “menyesallah Allah” di dalam Kejadian 6:6, di mana di dalam perspektif manusia, Allah seolah-olah berubah, tetapi kenyataannya, Allah tidak pernah berubah di dalam natur-Nya (tetapi dinamis di dalam relasi-Nya dengan manusia). Dengan kata lain, pemilihan Allah mendahului pertobatan manusia. Bagi Prof. Dr. Louis Berkhof di dalam bukunya Teologi Sistematika : Doktrin Allah, di dalam beberapa hal, Arminianisme mirip dengan Deisme yang mengajarkan bahwa setelah Allah mencipta alam semesta, maka Ia membiarkan alam itu berjalan sesuai dengan hukum alam. Sebagai kesimpulan, saya mengatakan bahwa Arminianisme adalah Deisme terselubung dan Dualisme terselubung di dalam ke“Kristen”an, maka tidak heran, ajaran ini begitu digemari oleh banyak orang “Kristen” yang tidak mengerti Alkitab secara integratif, jujur, setia dan bertanggungjawab.



Penutup
Setelah menjelaskan tentang semangat Reformasi di dalam diri Dr. John Calvin dan musuh Kebenaran, Jacobus Arminius, sadarkah kita bahwa kedaulatan Allah itu sangat penting dan menjadi dasar dari tindakan kita sehari-hari untuk memuliakan Allah ? Di zaman postmodern yang mengilahkan hak asasi manusia/kehendak bebas manusia, masihkah ada Calvin-Calvin kecil yang meneriakkan gereja dan dunia untuk kembali kepada Kristus, Alkitab dan kedaulatan Allah, BUKAN kepada humanisme/otoritas manusia (seperti Pelagius, Thomas Aquinas, Desiderius Erasmus maupun Jacobus Arminius dan para pengikut mereka) ? Kehadiran Gerakan Reformed Injili yang membakar lagi semangat theologia Reformed ditambah api semangat penginjilan kiranya dapat memberkati dan mencerahkan kita tentang dua mandat dari Allah yaitu mandat budaya (menebus budaya dunia dengan prinsip-prinsip Alkitab dengan dasar kedaulatan Allah) dan mandat Injil (penginjilan baik secara verbal maupun perbuatan). Sekali lagi, biarlah peringatan Rasul Paulus ini menjadi pelajaran bagi kita, “...sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.” (Galatia 1:8)

Kiranya Tuhan memberkati kita melalui perenungan Firman-Nya sehingga kita makin lama makin bertumbuh di dalam anugerah dan firman-Nya. Soli Deo Gloria. Solus Christus.




Daftar Kepustakaan :
Arminianism. (2007). Retrieved on October 30, 2007 from http://en.wikipedia.org/wiki/Erasmus.
Cornish, Richard W., Dr. (2007). Lima Menit Sejarah Gereja. Bandung : Pionir Jaya dan NavPress.
Hoffecker, W. Andrew, Ph.D. dan Gary Scott Smith, Ph.D. (Ed.). (2006). Membangun Wawasan Dunia Kristen (Volume 1 : Allah, Manusia dan Pengetahuan). (Peter Suwadi Wong, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.
John Calvin. (2007). Retrieved on October 28, 2007 from
http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther.
Kuyper, Abraham, Dr. (2005). Ceramah-ceramah Mengenai Calvinisme. (Peter Suwadi Wong, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.
O’Collins, Gerald, S.J. dan Edward G. Farrugia, S.J. (1996). Kamus Teologi. Yogyakarta : Kanisius.
Palmer, Edwin H., Th.D., D.D. (2005). Lima Pokok Calvinisme. (Elsye, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.
Tong, Stephen, Dr. (1991). Reformasi dan Teologi Reformed. Jakarta : Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII).

1 comment:

Anonymous said...

The Top Ten
(10 daftar puncak ayat Alkitab yang mendasari ajaran Gereja)

Berikut adalah sepuluh daftar paling atas dari bagian di Alkitab, di mana gereja lain tidak bisa menjelaskan dengan baik tanpa mengadopsi pengajaran dari Gereja Katolik. Daftar ini bisa diperluas menjadi 20 paling atas, 50 paling atas, atau 100 paling atas, tetapi daftar 10 ini mencakup banyak hal dan dapat dengan mudah dimengerti sebelum dilakukan penjelasan ajaran (apologetik) yang lebih luas. Sepuluh daftar paling atas ini juga menyediakan pengenalan yang sempurna tentang pengajaran Gereja Katolik sebelum pembaca berusaha untuk mengkonsumsi lebih dari 2000 bagian Alkitab dan analisa di website ini (http://www.scripturecatholic.com).

Umat Katolik akan menjadi tahu dalam ayat-ayat ini sehingga mereka bisa secara efektif bersaksi tentang kebenaran dari Gereja. Gereja lain harus mengambil ayat-ayat ini secara mendalam sebagaimana mereka menghadapi tantangan kepercayaan mereka sendiri dan untuk menginvestigasi ajaran Gereja Katolik.

Tetapi kedua-duanya perlu ingat bahwa apologetik Katolik bukanlah berbicara tentang benar dan salah. Tetapi tentang berbagi kepenuhan dari kebenaran yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada kita melalui GerejaNya yang Katolik dan Kudus. Kita juga percaya bahwa analisa ayat-ayat ini dan ayat yang lain di scripturecatholic.com menunjukkan bahwa pemahaman Gereja Katholik tentang Alkitab hampir selalu didasarkan pada makna literal dari kata-kata yang digunakan oleh penulis, suatu penafsiran paling layak dari berbagai cara penafsiran yang ada, dan posisi yang memberikan Yesus kemuliaan yang tinggi dengan menunjukkan kemurahan hati dan cintaNya yang tanpa batas kepada kita.

1. Matius 16:18-19/Yesaya 22:22 (Tentang Otoritas)
2. 1 Timotius 3:15 (Tentang Otoritas)
3. 2 Tesalonika 2:15 (Tradisi)
4. 1 Petrus 3:21 (Tentang Baptisan)
5. Yohannes 20:23 (Tentang Penguatan/Krisma)
6. Yohannes 6:53-58, 66-67 (Tentang Ekaristi)
7. 1 Korintus 11:27 (Tentang Ekaristi)
8. Yakobus 5:14-15 (Tentang Pengurapan)
9. Kolose 1:24 (Tentang Penderitaan)
10. Yakobus 2:24 (Tentang Perbuatan)

A. Otoritas

I. Matius 16:18-19 / Yesaya 22:22

Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

YES 22:22 Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam bahasa asli, kata jemaat dalam Mat 16:18 adalah Gereja (Yunani : Ekklesian/Ekklesia, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa "gereja" mengacu pada massa pengikut Kristen seluruh dunia, yang dengan bebas dihubungkan satu sama lain oleh iman mereka dalam Alkitab saja. Tetapi ayat ini menunjukkan bahwa "Gereja" yang didirikan oleh Yesus Kristus bukanlah suatu badan yang tak kelihatan dari pengikut bebas yang terhubung (loosely-connected), tetapi adalah suatu institusi yang hirarkis dan kelihatan yang dibangun di atas seseorang, Petrus. Seseorang yang diberi otoritas tertinggi, suatu badan dengan suksesi dinasti, dan diberikan ketidak-bersalahan (infallibility). Gereja ini Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Di dalam ayat-ayat ini, kita lihat berikut :

Pertama, Yesus membangun GerejaNya (“ekklesia”) di atas Petrus. Yesus mengubah nama Simon menjadi Kepha, dan berkata bahwa di atas "Kepha" ini Ia akan membangun Gereja. Kepha, dalam bahasa Aram (bahasa di mana Yesus berbicara), berarti suatu bentuk batu karang raksasa, dan penggunaan Kepha oleh Yesus untuk mengubah nama Petrus menandakan dasar kepemimpinan di dalam Gereja (lihat juga Mrk. 3:16 dan Yoh. 1:42 di mana Yesus mengubah nama Simon menjadi "Kefas" yang mana transliterasi dari bahasa Aram "Kepha"). Hanya Gereja Katolik yang dapat memenuhi dan membuktikan suatu garis keturunan para pengganti yang tak terputus yang pondasinya adalah Petrus.

Yang kedua, Yesus mengatakan alam maut tidak pernah akan menguasai Gereja. Maka meskipun Yesus menugaskan manusia penuh dosa seperti Petrus untuk memimpin Gereja, Yesus berjanji neraka tidak akan menguasainya. Karena kuasa neraka mengacu pada yang hal-hal yang supranatural/gaib, ini harus berarti bahwa Gereja, walaupun dipimpin oleh orang-orang penuh dosa, akan dilindungi dengan sempurna. Karena Gereja sangat dilindungi, Gereja tidak bisa membawa orang beriman ke dalam kesalahan supranatural. Jadi, dia tidak bisa untuk memberi pengajaran yang salah dalam hal iman dan moral. Ketidak-bisa-an untuk memberi pengajaran yang salah dalam iman dan moral ini disebut "infallibility" atau ketidak-bersalahan (ini tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan dan kebejatan para pemimpin Gereja, yang mana sudah mengarah pada "impeccabilas" atau ketidak-celaan). Jika Gereja tidak infallible, maka kuasa kematian atau alam maut tentu saja akan menjatuhkan anggotanya yang penuh dosa. Pengajaran Gereja yang konsisten dalam iman dan moral selama 2000 tahun membuktikan Yesus telah menjaga janjiNya.

Ketiga, Yesus memberi Petrus kunci kerajaan surga. Sementara banyak gereja lain berpikir bahwa pemberian "kunci" berarti bahwa Yesus menetapkan Petrus sebagai pelindung dari pintu gerbang surga, kenyataannya "kunci" tersebut mengacu pada otoritas Petrus atas Gereja di dunia (yang mana Yesus sering menggambarkannya sebagai "kerajaan surga." Mat. 13:24-52; 25:1-2; Mrk. 4:26-32; Luk 9:27; 13:19-20, dll.)
Di dalam kerajaan Daudiah (Perjanjian Lama), raja mempunyai perdana menteri di mana di atas bahunya Tuhan menempatkan kunci dari kerajaan (Yes 22:22). Dengan cara yang sama, kerajaan Kristus yang baru juga mempunyai seorang perdana menteri (Petrus dan para penggantinya) yang diberi kunci kerajaan.

Kunci tidak hanya merepresentasikan otoritas perdana menteri dalam mengatur jemaat Tuhan dalam ketidakhadiran sang raja, tetapi juga berarti termasuk rangkaian pergantian perdana menteri (sebagai contoh, di Yes 22:20-22, Eliakim menggantikan Shebna sebagai perdana menteri di dalam kerajaan Daudiah). Hanya Gereja Katolik yang mengakui dan membuktikan suatu rangkaian pergantian perdana menteri (paus) sampai dapat dilacak kembali ke Petrus, dan rangkaian pergantian ini dimudahkan melalui kunci kerajaan.

Akhirnya, Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa apapun yang ia ikat dan lepaskan di atas bumi akan terikat dan terlepas pula di dalam surga. Seperti di dalam kerajaan Daudiah, kapan saja Petrus, perdana menteri membuka, tak seorangpun akan menutup, dan kapan saja ia menutup, tak seorangpun akan membuka. Yesus, oleh karena itu, memberi Petrus otoritas untuk membuat keputusan yang akan disahkan di dalam keabadian. Bagi Petrus yang penuh dosa (dan para penggantinya melalui penyampaian "kunci") untuk membuat keputusan seperti ini, ia harus dengan sempurna dilindungi. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa Yesus memberikan ketidak-bersalahan (infallibility) kepada Gereja. Hanya di Gereja Katolik dan yang telah dibuktikan bahwa pengajarannya selama 2000 tahun dalam iman dan moral yang tidak berubah, infallibility dinyatakan.

II. 1 Timotius 3:15
1 Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.

Seperti yang dijelaskan di ayat yang pertama, dalam bahasa asli, kata jemaat dalam 1 Tim 3:15 inipun mauksudnya adalah Gereja (Yunani : Ekklesian, Inggris KJV : Church). Kebanyakan gereja lain percaya bahwa Alkitab menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran, dan tidak ada pengetahuan di luar Alkitab yang diperlukan bagi keselamatan kita. tetapi kenapa Santo Paulus menulis bahwa Gereja, dan bukan Alkitab, menjadi tiang dan pondasi dari kebenaran? Ini adalah suatu teks kuat yang menyangkal teori Sola Scriptura (Hanya dengan Alkitab saja) dari gereja lain, yang mana secara salah meyakini bahwa Alkitab menjadi satu-satunya sumber kebenaran kekristenan (suatu teori yang tidak bisa ditemukan di manapun di dalam Alkitab sendiri). Sementara, Santo Paulus mengatakan Gereja yang menjadi tiang penopang dari kebenaran.

Ini maksudnya bahwa semua adalah kebenaran, bahwa Yesus mewarisi kita iman, moral dan keselamatan kita, mengalir melalui suatu Gereja yang hidup, seperti yang sudah kita pelajari, dibangun oleh Kristus sendiri di atas batu karang Petrus dan para penggantinya. Seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, Tuhan telah memberi kita kebenaranNya dalam wujud firman yang hidup (Alkitab yang tertulis dan tradisi lisan) dan pengajaran yang hidup dari otoritas Gereja, yang diwarisi dengan pemberian kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan. Sesungguhnya, ini adalah karena Gereja adalah pondasi kebenaran yang kita percayai dalam Alkitab. Ini adalah karena Gereja Katolik mengumpulkan Alkitab menjadi satu kitab dengan menentukan kitab mana adalah diilhami (inspired) oleh Tuhan dan kitab mana yang tidak. Gereja menyelesaikan pemilihan "kanon Alkitab" pada akhir abad keempat. Jika Gereja Katolik bukan merupakan puncak pondasi dari kebenaran, kepercayaan kita akan Alkitab akan tanpa dasar/pondasi yang kuat.

Kompilasi dari Alkitab oleh Gereja menerangi kesalahan Sola Scriptura. Seperti yang sudah disinggung di atas, gereja lain biasanya percaya bahwa Tuhan sudah mewahyukan semua hal yang diperlukan bagi keselamatan kita melalui Alkitab saja. Sebagai konsekuensi, mereka juga percaya bahwa tidak ada pengetahuan yang perlu dicari di luar Alkitab mengenai Iman Kristen yang diperlukan bagi keselamatan kita. Meskipun begitu, pengetahuan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak adalah sangat penting bagi keselamatan kita, sebab jika kita tidak mengetahui, kita bisa terjerumus kepada kesalahan. Lebih lanjut, pengetahuan ini hanya bisa datang dari Tuhan sebab manusia tidak bisa melihat inspirasi ilahi.

Masalah dalam sola Scriptura, adalah bahwa pengetahuan tentang yang mana kitab-kitab yang diilhami dan yang mana yang tidak, tidaklah terdapat di Alkitab. Alkitab tidak mempunyai "daftar isi yang diilhami". Justru, pengetahuan tentang kanon adalah wahyu dari Tuhan yang penting bagi keselamatan kita, yang kita terima dari luar Alkitab. Wahyu ini diberikan kepada Gereja Katolik yang Kudus, dan fakta sejarah dan teologis ini menghancurkan doktrin Sola Scriptura (menariknya, sementara gereja lain menolak otoritas Gereja Katolik dalam kebanyakan hal, mereka menerima otoritas Gereja dalam menentukan kanon Perjanjian Baru).

Jika kita adalah seorang dari gereja lain berusaha untuk membuktikan doktrin Sola Scriptura, dan di sana adalah ayat yang berkata "Alkitab menjadi tiang dan penopang dari kebenaran," kita akan memproklamirkan ayat itu paling atas. Pada waktu yang sama, jika kita adalah seorang dari gereja lain, kita harus mengabaikan 1Tim 3:15 untuk melanjutkan protes tentang Iman Katolik.

B. Tradisi

III. 2 Tesalonika 2:15

2 Tes 2:15 Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.

2 Tes 2:15 Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether by word, or our epistle.

2 Tes 2:15 ara oun adelphoi stêkete kai krateite tas paradoseis as edidachthête eite dia logou eite di epistolês êmôn

Di dalam Alkitab bahasa Yunani di atas, kata paradoseon, paradoseis, paradosin yang berdiri sendiri, selalu diterjemahkan sebagai tradition dalam bahasa inggris. Entah mengapa terjemahan bahasa Indonesia tidak menulisnya tradisi. Jika Anda mempunyai Alkitab atau Alkitab elektronik multi bahasa, dapat melihat contoh-contoh lain di Mat 15:2, Mat 15:3, Mat 15:6, Mar 7:3, Mar 7:5, Mar 7:8, Mar 7:9 dan beberapa ayat lagi, yang mengatakan bahwa kata tersebut berarti tradisi dalam bahasa Indonesia.

Seperti yang sudah kita bahas, gereja lain percaya bahwa kekristenan akan mengikuti Alkitab saja sebagai sumber Iman Kristen mereka (Sola Scriptura). Akan tetapi kenapa Paulus memberitahu kita untuk mengikuti kedua-duanya, yaitu Alkitab dan kata-kata lisan? Tidakkah Paulus menambahkan sesuatu hal lain untuk diikuti sebagai tambahan dari Alkitab? Ya, sebab doktrin Sola Scriptura adalah suatu doktrin salah.

Paulus berkata bahwa mematuhi tradisi yang tertulis (Kitab Suci) tidaklah cukup. Kita harus pula mematuhi tradisi lisan. Ini menjadi dasar pengajaran bahwa Kristus memberikan kepada para rasul pengajaran yang tidak tertulis (Rasul Yohanes mengatakan bahwa "dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu, bdk Yoh 21:25”).

Dengan kata lain, ini adalah semuanya yang lain di mana Gereja memberi pengajaran atas iman dan moral. Kita berterimakasih kepada tradisi lisan apostolik yang sudah secara pasti mengajarkan kepada kita tentang Allah Trinitas, dua keadaan Kristus (manusia dan ilahi), persatuan dari keadaan itu (hypostatic union), Filioque (Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra), dan kanon kitab suci (kitab-kitab mana yang termasuk di dalam Alkitab dan yang tidak). Semua pengajaran ini, dan banyak, banyak lagi yang lain tidak dengan tegas diajarkan di dalam Alkitab, tetapi secara umum dipercaya oleh semua kekristenan. Untuk belajar lebih banyak tentang tradisi lisan apostolik, Anda dapat membeli buku Katekismus Gereja Katolik.

Karena 2 Tesalonika 2:15 sangat mengganggu posisi doktrin Sola Scriptura, Gereja lain sering membantah bahwa dalam tradisi lisan, Paulus mengacu, tradisi itu harus berasal dari mulut para rasul. Argumentasi mereka lebih lanjut adalah bahwa, semua rasul meninggal, kita tidak lagi harus mengikuti tradisi lisan. Argumentasi ini, bagaimanapun, tidak bisa terbukti dari kitab suci (yang mana akan mungkin jika Sola Scriptura benar) dan pada kenyataannya, bertentangan dengan kitab suci sendiri. Sebagai contoh, di 2 Timotius 2:2 di mana Paulus (generasi pertama) menginstruksikan kepada Timotius (generasi kedua) untuk memberi pengajaran kepada yang lain tentang iman (generasi ketiga) yang akan bisa memberi pengajaran kepada yang lain juga generasi keempat). Argumentasi seperti itu juga bertentangan dengan seluruh maksud tradisi (dalam bahasa Yunani, "paradosis") yang mana berarti "diterima sampai ditangan" dari satu generasi kepada generasi berikutnya.


Lebih dari itu, argumentasi gereja lain juga terbantah, di mana pada saat Gereja memilih Kanon Alkitab. Sementara rasul terakhir Yohanes meninggal di sekitar tahun 100 M, Alkitab belum selesai dikumpulkan sampai tahun 397 M. Jadi Gereja diperlukan untuk menjaga tradisi lisan apostolik selama 300 tahun dalam rangka menentukan surat yang mana yang diilhami dan surat yang mana yang tidak. Tradisi tentu tidak berasal dari mulut rasul (mereka sudah meninggal), tetapi dari para pengganti mereka. (Tidak ada alasan juga untuk menyimpulkan bahwa Gereja perlu/seharusnya mendengarkan generasi keempat, kelima, atau keenam dari pengganti para pengganti rasul, tetapi tidak boleh mendengarkan dari para penggantinya di kemudian hari seperti kita saat ini).

Kita perlu juga catat bahwa tradisi apostolik yang diperintahkan Paulus kepada kita untuk diikuti di dalam 2 Tesalonika 2:15 tidak sama dengan tradisi orang Farisi yang dikutuk Yesus di dalam Mat 15:3 dan Mrk 7:9. Tradisi yang dikutuk Yesus mengarah pada peraturan ritual dan tindakan lain dalam Perjanjian Lama yang kontroversi dengan Perjanjian Baru. Maka ada tradisi manusia tertentu yang, jika bertentangan dengan Injil, kita harus menolak, dan tradisi apostolik lisan yang diperintahkan oleh Paulus harus kita terima.

Satu-satunya argumentasi gereja lain yang dapat dibuat adalah, sekali Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, semua tradisi lisan apostolik sudah masuk dalam Kitab Suci. Sebagai hasilnya, kebutuhan untuk mengikuti tradisi lisan tidak diperlukan lagi. Tetapi mereka tidak bisa membuktikan dari Alkitab itu sendiri. Tidak ada di dalam Kitab Suci yang memerintahkan kita untuk mengikuti tradisi lisan hanya sampai Alkitab dikumpulkan dan dikanonisasi, dan kemudian mengikuti Alkitab saja (kata "Alkitab" bahkan tidak ada di Alkitab). Sesungguhnya, Yesus juga tidak pernah memerintahkan kepada siapapun dari para rasulNya untuk menulis apapun. Mereka hanya ditugaskan untuk "mengabarkan Injil kepada semua makhluk, Mat 28:19”. Sebab Kitab Suci adalah firman Tuhan yang hidup yang akan tetap sama dari kemarin, hari ini dan untuk selamanya (bdk. Ibr 13:10), dan tidak ada ayat di dalam Kitab Suci yang menentang perintah Paulus dalam 2 Tes 2:15, kita harus pula mematuhi tradisi lisan dari Gereja sebagaimana yang Paulus perintahkan, atau kita tidak setia kepada Kitab Suci.

C. Baptisan
IV. 1 Petrus 3:21
1 Pet 3:21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah oleh kebangkitan Yesus Kristus.


Kebanyakan gereja lain mengajarkan bahwa baptisan hanya simbolis dan tidak benar-benar menyelamatkan kita. Mengapa kemudian, Petrus mengatakan bahwa baptisan itu tentu saja menyelamatkan kita? Sebab baptisan, tidak seperti yang diajarkan gereja lain, adalah menyelamatkan. Melalui jasa dari kebangkitan Kristus, baptisan, Sakramen Inisiasi dalam Kristen yang dimulai oleh Kristus, membersihkan kita dari dosa asal, membuat kita diangkat menjadi anak-anak Tuhan, dan membawa kita kepada keselamatan.

Tidak seperti yang gereja lain ajarkan, baptis bukan hanya suatu tindakan simbolis yang berupa penuangan, percikan atau membenamkan orang ke dalam air (jika tidak, Petrus tidak akan berkata bahwa itu menyelamatkan kita). Kis 2:38 juga mengatakan hal ini bahwa kita harus bertobat dan dibaptis untuk pengampunan dosa kita. Pertobatan sudah barang tentu menjadi syarat keselamatan, dan baptisan merupakan tanda ke-berolehan keselamatan tersebut. Baptisan bukan hanya suatu pendekatan kepada Tuhan melalui suatu tanda simbolis. Inilah alasan kenapa Petrus mengatakannya "bukan sebagai suatu penghapusan kotoran dari badan”. Kebanyakan ahli mengatakan Petrus sedang mengacu pada khitanan (upacara ritual inisiasi dalam Perjanjian Lama) ketika ia menulis tentang “penghapusan kotoran dari badan. ”Khitanan adalah suatu isyarat simbolis di depan Tuhan yang tidak pernah dapat menyelamatkan kita. Tetapi, paling tidak, Petrus mengajar baptisan itu tidak berkenaan dengan bagian luar/lahiriah, tetapi bagian dalam dari kehidupan seseorang.

Jadi, Petrus mengajarkan bahwa baptisan itu menyelamatkan kita “dengan nurani yang bersih”. Ini berkenaan dengan bagian dalam kehidupan. Dengan cara yang sama, penulis dari Ibr 10:22, dalam hubungannya dengan pencucian dengan air yang murni (tentang baptis), mengatakan kita dibasuh dan menjadi “bersih dari nurani yang jahat”. Baptis menghapus dosa asal yang menggelapkan nurani kita. Ini memurnikan bagian dalam dari kehidupan seseorang. Baptis bukan hanya suatu eksternal, simbolis, upacara tanda/isyarat, (jika tidak, para penulis yang kudus tidak akan menulis tentang pemurnian dari nurani, di mana dosa dilahirkan).

Jadi, melalui kebangkitan Kristus, sekarang baptisan benar-benar menyelamatkan hidup rohani kita, sama halnya perahu nabi Nuh (yang mana Petrus mengatakan baptisan "sesuai dengan") yang menyelamatkan hidup keluarganya. Di dalam baptisan, kita dicuci bersih dari dosa asal dan menjadi anak angkat laki-laki dan perempuan dari Bapa. Inilah alasan kenapa Paulus menulis kepada Titus, mengenai baptisan, yaitu “Dia menyelamatkan kita dengan rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang mana Dia menuangkannya kepada kita dengan melimpah melalui Yesus Kristus, sedemikian sehingga kita dibenarkan oleh rahmatNya dan menjadi pewaris hidup abadi.” (Tit 3:5-7). Paulus menguatkan pengajaran Petrus bahwa baptisan itu menyelamatkan kita dengan pembaharuan bagian dalam hidup kita, yakni, jiwa kita, yang mana kini diwarisi dengan keilahian Tuhan dan rahmat penyucian. Jadi kita menjadi anak-anak Tuhan dan mewarisi kerajaanNya.

Hanya Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa baptisan, berdasarkan atas jasa Kristus dan pelaksanaannya kepada kita, adalah menyelamatkan. Gereja lain, bertentangan dengan 1 Pet 3:21 (dan Titus 3:5-7; Yoh 3:5; dan Ibr 10:22) memberi pengajaran baptisan itu hanya simbolis. Dalam pelaksanaannya, Gereja Katolik melakukan persiapan yang cukup panjang untuk calon baptis (katekumen), karena menyadari bahwa baptisan adalah sesuatu yang sakral. Baptisan, karena merupakan meterai penyelamatan, harus benar-benar dipersiapkan oleh calon baptis dalam hal pemahaman ajaran Gereja Katolik, dan tentunya adalah pertobatan.


D. Pengakuan Dosa
V. Yohanes 20:22-23

Yoh 20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
Yoh 20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.

Gereja lain percaya bahwa orang Kristen perlu mengaku dosa mereka secara pribadi kepada Tuhan, dan tidak kepada seorang imam. Mengapa, kemudian Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dan mempertahankan dosa? Sebab, tidak seperti kepercayaan gereja lain, Yesus percaya bahwa orang Kristen secara terbaik berkembang dalam kekudusan dengan mengaku dosa mereka kepada para imam Nya dan menerima pengampunan dalam sakramen pengakuan dosa. Pengakuan dosa menjadi cara normatif dimana Tuhan mengampuni dosa kita.

Ayat ini sangat kuat mengganggu posisi gereja lain. Pertama, kita lihat bahwa Yesus menghembusi para rasulNya. Satu-satunya waktu lain Tuhan menghembusi manusia adalah ketika Ia menciptakan manusia dan memberikan nyawa di badannya (Kej 2:7). Ketika Tuhan menghembusi manusia, suatu perubahan terjadi. Di sini, para rasul diubah menjadi "Kristus lain" yang diisi dengan Roh Kudus dan diberi otoritas ilahi oleh Yesus untuk mengampuni dosa.

Begitu juga, Matius menulis, Tuhan itu memberi kuasa kepada manusia (Yesus sebagai Anak Manusia) untuk mengampuni dosa (Mat. 9:8). Kita juga catat bahwa Yesus tidak membedakan antara dosa yang sangat serius (dosa berat) dan dosa yang lebih sedikit (dosa ringan) (seperti pada 1 Yoh 5:16-17). Berdasarkan atas kemurahan hati Tuhan, para rasul bisa mengampuni semua dosa.

Kita juga mencatat bahwa para rasul tidak hanya diberi kuasa untuk mengampuni dosa, tetapi juga untuk mempertahankan dosa. Apa artinya ini? Maksudnya adalah bahwa para rasul diberi anugerah dalam memberikan pertimbangan dan keputusan atas ketulusan dari pengaku dosa, dan mengikat pengaku dosa dengan tindakan penebusan dosa agar diampuni dosanya. Jika di dalam pertimbangan para rasul, pengaku dosa tidak tulus hati, atau dikehendaki harus melaksanakan tindakan penebusan dosa di dalam perbaikan terhadap dosanya, para rasul bisa mempertahankan dosa (menahan pengampunan) sampai kondisi-kondisi mereka dipenuhi. Sementara otoritas seperti itu hanya dimiliki oleh Tuhan sendiri, Kristus membagi otoritas ini bersama dengan para rasul.


Kuasa untuk mempertahankan dosa sangat penting sebab ini memberikan otoritas kepada para imam, tidak hanya untuk mengampuni dosa, tetapi untuk menghapus penghukuman sementara terhadap dosa (Gereja menyebut penghapusan dari hukuman sementara terhadap dosa yang telah diampuni ini dengan sebutan "indulgensi"). Tentunya, jika seorang imam dapat mengampuni dosa berat (yang mana, jika tidak diampuni akan mengirim orang ke neraka), imam tentunya dapat menghapus hukuman sementara terhadap dosa ringan. Ini adalah bagian dari otoritas imam untuk mengikat (menahan dosa dan menentukan penebusan dosa) dan otoritas untuk melepaskan (mengampuni dosa dan penghapusan hukuman sementara terhadap dosa).

Tentu saja anugerah Yesus dalam otoritas yang disebutkan dalam Yoh 20:22-23 hanya dapat diberikan jika pengaku dosa mengaku dosanya secara lisan kepada para rasul. Para rasul tidak memberikannya dengan membaca pikiran si pengaku dosa, dan sekalipun mereka mengaku secara lisan, pengampunan dosa masih akan tergantung pada keinginan pendosa untuk diampuni (pendosa akan menyatakan keinginan itu dengan mengaku dosanya kepada imam). Jika pengakuan lisan tidak diperlukan, cara Yesus memberikan anugerah kepada para rasul tidak akan ada artinya.
Akhirnya, sekelompok kecil gereja lain mengakui bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengampuni dan mempertahankan dosa, mereka hanya dapat mengesampingkan Yoh 20:22-23 dengan membantah bahwa otoritas ini berakhir pada kematian mereka. Masalah dengan argumentasi mereka bahwa ini tidak bisa dibuktikan dari Kitab Suci ( tidak bagian dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa otoritas mengikat dan melepas, dari para rasul akan berakhir pada kematian). Sebaliknya, argumentasi dapat dibuktikan dari catatan sejarah (Gereja sudah dan terus memberikan sakramen pengakuan dosa selama berabad-abad).

Lebih dari itu, gereja lain gagal untuk memberikan penjelasan yang cukup tentang mengapa Yesus harus mewariskan anugerah yang tidak masuk akal seperti itu kepada jaman para rasul, dan kemudian mengambil kembali anugerah itu dari generasi berikutnya. Jawabannya, tentu saja adalah bahwa Ia tidak mengambil anugerah itu kembali. Anugerah dipelihara melalui rangkaian suksesi para imam oleh sakramen imamat seperti yang Kristus harapkan. Tentang pewarisan anugerah ini, Alkitab sering menyebutnya sebagai "penumpangan tangan." Kis 6:6; 13:3; 8:18; 9:17; 1 Tim 4:14; 5:22; 2 Tim 1:6

E. Ekaristi
VI. Yohanes 6:53-58, 66-67
Yoh 6:53 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Yoh 6:54 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
Yoh 6:55 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
Yoh 6:56 Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Yoh 6:57 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.
Yoh 6:58 Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Yoh 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
Yoh 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?".

Kebanyakan gereja lain percaya bahwa roti dan anggur yang ditawarkan oleh Imam Katolik di dalam Misa Kudus hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Mereka tidak percaya bahwa orang Kristen harus benar-benar makan daging dan minum darah Kristus untuk memperoleh hidup abadi. Mereka tidak percaya bahwa daging Kristus adalah makanan yang nyata, dan darahNya adalah minuman yang nyata. Mengapa, kemudian, Yesus berulang-kali mengatakan dalam ayat ini bahwa kita harus makan dagingNya dan minuman darahNya atau kita tidak punya hidup di dalam diri kita? Mengapa Kristus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja adalah makanan, dan darahNya tentu saja adalah minuman, jika darah dan dagingNya bukan benar-benar makanan dan minuman? Pengajaran Yesus tentang Ekaristi ini adalah yang paling besar di dalam seluruh Kitab Suci, dan ayat ini adalah ayat yang sangat membuat masalah dan pertentangan di gereja lain, bahwa roti dan anggur dalam Misa Kudus hanya sebagai lambang.


Ketika Yoh 6 dengan penuh doa dibaca, kita lihat bagaimana Yesus secara berangsur-angsur memberi pengajaran orang beriman tentang roti dari sorga yang membawa hidup, yang akan Ia berikan kepada dunia (melalui pemecahan lembaran roti, mengacu kepada hujan manna yang diberikan kepada bangsa Israel, dan akhirnya mengacu kepada roti yang Yesus akan berikan, yang mana adalah dagingNya sendiri). Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan Yesus tentang bagaimana mungkin ia bisa memberi mereka dagingNya untuk dimakan, Yesus menjadi lebih harafiah di dalam penjelasanNya. Yesus mengatakan beberapa kali bahwa kita harus makan (di dalam bahasa Yunani, "phago") dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang secara harafiah berarti "untuk mengunyah").

Ketika bangsa Yahudi mempertanyakan keanehan pengajaranNya lebih lanjut, lebih lanjut pula Yesus menggunakan kata yang lebih harafiah lagi (di dalam Yunani, "trogo") untuk menjelaskan bagaimana kita harus makan dagingNya untuk memperoleh hidup abadi (yang mana secara harafiah berarti "untuk menggerogoti atau memamah") (Yoh 6:54). Di bagian lain Perjanjian Baru, kata “trogo” hanya digunakan dua kali (Mat. 24:38; Yoh 13:18) dan selalu digunakan secara harafiah (makan secara fisik). Gereja lain tidak mampu memberikan satu contoh di mana kata "trogo" pernah digunakan dalam makna simbolis. Untuk mengarahkan ke titik utama dari pengajaranNya, Yesus mengatakan bahwa dagingNya tentu saja makanan riil, dan darah Nya adalah tentu saja minuman riil (Yesus tidak mengatakan sesuatupun tentang roti (dan anggur) yang menjadi lambang Tubuh dan Darahnya).

Apakah kemungkinan-kemungkinan yang paling memaksa dari bagian ini, dan apa yang terjadi pada ujung ceramah Yesus. Kita mengetahui bahwa bangsa Yahudi memahami bahwa Yesus mengatakan secara harafiah. Ini ditunjukkan oleh pertanyaan mereka, "Bagaimana mungkin manusia memberi kepada kita dagingNya untuk dimakan?" Mereka tidak bisa mengerti tentang mengapa mengkonsumsi daging Yesus dapat membawa hidup dan bagaimana mereka bisa mungkin melakukan hal seperti itu. Kita juga mengetahui bahwa Yesus bereaksi terhadap pertanyaan mereka dengan menjadi lebih harafiah lagi tentang memakan daging Nya dan meminum darah Nya. Tetapi kita belajar dari ujung ceramah Yesus, bahwa banyak dari pengikut Nya, oleh karena kesulitan memahami pengajaranNya, memutuskan untuk tidak lagi mengikutiNya, dan Yesus membiarkan mereka pergi. Kemudian Ia menghampiri para rasulNya dan menanyai mereka "Akankah kamu juga pergi?".

Akankah Yesus, yang adalah inkarnasi dari Firman Tuhan yang menjadi manusia untuk menyelamatkan umat manusia, mengijinkan pengikut nya untuk meninggalkanNya jika mereka salah mengerti tentang pengajaranNya? Tentu saja tidak, apalagi pengajaranNya tentang bagaimana mereka memperoleh hidup abadi yang mana adalah inti dari misi Yesus. Yesus selalu menerangkan arti dari pengajaranNya kepada para muridNya (Mrk 4:34).

Yesus tidak mengatakan, "Hei, orang-orang, kembali ke sini, kamu semua salah mengerti". Ia tidak melakukan ini sebab mereka semua tidak salah. Mereka memahami dengan tepat, kita harus makan daging Yesus dan minum darahNya, atau kita tidak memiliki hidup di dalam diri kita. Gereja lain yang menentang, bahwa roti dan anggur yang diberikan oleh Gereja Katolik di dalam Misa Kudus adalah hanya simbol (dan bukan secara ajaib menjadi tubuh dan darah Kristus melalui tindakan dari Imam yang bertindak "sebagai persona Christi") harus membaca Yoh 6:53-58, 66-67, mengapa Yesus menggunakan kata-kata yang Ia katakan, dan mengapa Yesus mengijinkan pengikut Nya untuk meninggalkanNya jika mereka memahamiNya dengan benar (yang mana adalah satu-satunya kejadian di dalam Injil di mana Kristus mengijinkan murid Nya untuk meninggalkanNya berkenaan dengan pengajaran doktrin).

Ketika kita merenungkan misteri ini dengan pikiran dan hati yang terbuka, kita diajak untuk percaya dan mengetahui bahwa Ekaristi menjadi cara Bapa untuk memberi kita PutraNya di dalam perjanjian cinta yang abadi oleh kuasa Roh Kudus. Ekaristi adalah perluasan dari Inkarnasi. Jika kita bisa mempercayai Inkarnasi (Tuhan menjadi bayi mungil), selanjutnya akan mudah bagi kita untuk percaya bahwa Tuhan membuat Dirinya secara hakekat hadir dalam wujud roti dan anggur. Gereja telah mengajar untuk 2000 tahun lamanya bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak dari Iman Kristen, kesempurnaan dari pengorbanan anak domba Paskah, yang mana kita dikembalikan kepada Tuhan dan mengambil bagian di dalam hidup ilahiNya. Paulus mengatakan, "anak domba Paskah kita telah dikorbankan, oleh karena itu, mari kita merayakan pesta". (1 Kor 5:7-8).

VII. 1 Korintus 11:27
1 Kor 11:27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.

Walaupun gereja-gereja lain mengajarkan bahwa Ekaristi hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus, Paulus dalam ayat ini mendasari pengajaran Katolik yang mengajar bahwa Kristus itu nyata, sungguh-sungguh, dan secara hakekat (substansi) hadir dialam Ekaristi. Paulus mengkonfirmasikan apa yang Yesus ajarkan dalam Injil Yohanes bab 6. Jika kita ikut serta dalam Ekaristi dengan tidak layak, kita bersalah karena kejahatan mencemarkan tubuh dan darah Kristus (yang secara harafiah, membunuh Kristus). Ini pengajaran yang sangat khidmat dan kuat membuktikan dengan pasti pemahaman Katolik tentang Ekaristi dan meninggalkan keraguan kecil, bila ada, tentang kehadiran yang riil (Real Presence).


Suatu ilustrasi tentang penerapan dari ayat ini yang mungkin sangat menolong. Suatu waktu, sebut saja Toni yang seorang Katolik sedang berdebat dengan seseorang dari gereja lain di tempat kerja, tentang Kehadiran Kristus yang riil (Real Presence) dalam Ekaristi. Toni menerangkan kepadanya bahwa dalam ketiga Injil Sinoptik tentang Perjamuan Terakhir, seperti juga dalam pengajaran Paulus yang menerima secara langsung dari Kristus, Yesus mengambil roti, memberkati dan memecah-mecahkannya, dan berkata, "Inilah tubuhKu". Dengan cara yang sama, ia mengambil anggur, mengucap syukur, dan berkata, "Inilah darahKu" (Mat 26:26-28, Mar 14:22-24, Luk 22:19-20, dan 1 Kor 11:21-25). Toni menekankan bahwa Yesus tidak mengatakan "Ini mewakili tubuh dan darahKu," atau " Ini adalah lambang tubuh dan darahKu" (meskipun ada banyak kata kerja dalam bahasa Aram untuk kata “mewakili”). Toni menjelaskan lebih lanjut kepadanya, bahwa Tuhan tidak, dan tidak bisa, menyatakan sesuatu tanpa membuatnya, dan menantang dia untuk menemukan dalam Kitab Suci, ayat untuk membuktikan Toni salah, dan ia tidak bisa.

Sebagai gantinya, gereja lain memberikan penjelasan, dengan ilustrasi foto istrinya diambil dari dinding di dalam ruangannya, dan diberikannya kepada Toni, dan berkata, "Inilah istriku". Kemudian ia menanyai Toni, "Apakah ini bukan benar-benar dia, siapakah dia?". Ia pikir ia membuat Toni diam.

Pertama-tama Toni memberi selamat pada dia atas pasangan cantik yang dikaruniakan kepadanya seperti itu. Toni kemudian berpura-pura menyobek foto itu dan menjatuhkannya ke lantai, berpura-pura menginjak-injaknya. Toni membuat sedikit kegaduhan. Ia melihat Toni dengan ekspresi terkejut dan bingung. Toni kemudian menanyainya, “Bukankah sekarang saya bersalah telah mencemarkan tubuh dan darah istrimu?”

Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Tidak”. Toni balik bertanya kepadanya, “Mengapa tidak?”. Pikirannya benar-benar berputar, tetapi Toni berpikir bahwa ia tidak mengetahui arah pikiran Toni. Toni menyela untuk membantunya, dengan mengatakan “aku akan memberitahu kamu mengapa, dari poin yang baru saja kamu buat. Karena foto istrimu hanyalah simbol dari dia (istrimu), dan bukan benar-benar dia?”. Sampai titik ini, ia setuju, tetapi masih bingung. Toni kemudian menambahkan, “menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah istrimu karena menyobek fotonya dan akan menyakitkan hatinya adalah tidak mungkin, sebab kamu tidak bisa mencemarkan suatu simbol, apakah ini benar?” Ia menyetujui.


Toni kemudian mengarahkan pembicaraan ke titik utama dengan mendekatinya dan menanyakan dengan pelan-pelan. “Kemudian mengapa Paulus di dalam 1 Kor 11:27 menyatakan kepada kita bahwa kita menjadi bersalah dengan mencemarkan tubuh dan darah Kristus jika kita menerima Ekaristi dengan tidak layak? Itu adalah sesuatu pernyataan yang tak masuk akal jika Ekaristi hanyalah suatu simbol, tidakkah seperti itu?”. Setelah jeda beberapa lama terlihat kebingungan dari teman Toni dari gereja lain tersebut untuk berkata-kata. Yang dapat dilakukannya adalah meminta Toni untuk mengembalikan foto istrinya kepadanya dan berjanji bahwa ia akan membaca ayat dalam konteks yang benar dan akan kembali lagi kepada Toni. Tetapi ia tidak pernah melakukannya.






F. Pengurapan Orang Sakit
VIII. Yakobus 5:14-15

Yak 5:14 Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Yak 5:15 Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.

Sementara gereja lain biasanya mempunyai beberapa bentuk bantahan untuk kebanyakan ayat dalam Kitab Suci yang mendukung pengajaran Gereja Katolik (yang selalu dapat dibuktikan balik), mereka biasanya hanya mempunyai sedikit kata-kata untuk Yak 5:14-15. Kebanyakan gereja lain menyimpan ayat ini, tidak pernah untuk berhubungan dengannya lagi. Ini adalah karena tidak ada tempat untuk meletakkan ayat ini dalam Teologinya. Tidak cocok di bagian manapun.

Bagian ini mendasari Sakramen Pengurapan Orang Sakit dari Gereja Katolik (yang dulu disebut "Pemberian minyak suci secara sungguh-sungguh/Extreme Unctuation") Sakramen ini, yang adalah salah satu tujuh sakramen, Yesus mengadakan untuk GerejaNya, dan diberikan kepada orang-orang dalam bahaya kematian, menderita penyakit yang mematikan, atau berhadapan dengan penanganan medis yang serius.

Ayat ini menunjukkan beberapa hal yang telah diajarkan oleh Gereja selama 2000 tahun. Pertama, untuk menerimakan sakramen, orang harus meminta uskup atau para imam Gereja. Ini memerlukan seorang laki-laki yang secara khusus ditahbiskan untuk melakukan pekerjaan khusus tersebut, dan berkaitan dengan apa yang kita mengerti tentang Gereja (jangan lupakan Petrus, kunci-kunci, suksesi kerasulan, pentahbisan imam, kuasa untuk mengikat dan melelepaskan, dan pondasi dari kebenaran).

Kedua, Yakobus mengatakan doa imam yang penuh iman akan menyelamatkan penderita sakit dan Tuhan akan menaikkan dia ke atas. Ini menunjukkan tindakan para imam Gereja dalam pribadi Kristus (“in persona Christi") di dalam melanjutkan karya penyelamatan Kristus. Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat kita, tetapi Ia menginginkan kita untuk mengambil bagian di dalam imamatNya yang abadi, dan Ia memanggil manusia (laki-laki) tertentu untuk mengambil bagian dengan cara yang sangat mendalam untuk menuju keselamatan (melalui jabatan imamat yang dijelaskan di sini). Sehingga para imam, melalui kuasa Kristus, menyelamatkan jiwa penderita sakit.

Akhirnya, berdasarkan atas doa dan tindakan dari para imam, dosa-dosa penderita sakit diampuni (ini yang sebenarnya menyelamatkan jiwa manusia). Gereja lain mengalami kesulitan besar dengan ayat ini terutama karena ayat ini menunjukkan bahwa para imam mempunyai otoritas dan kuasa untuk mengampuni dosa (yang diberikan kepada manusia oleh Kristus, lihat juga Mat 9:8, Yoh 20:23). Tidak sama dengan apa yang Alkitab nyatakan, tidak ada di manapun dalam teologi atau praktek di gereja lain yang menyatakan tentang pengampunan dosa oleh pendeta atau sakramen untuk orang sakit.


G. Penderitaan
IX. Kolose 1:24
Kol 1:24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.

Kol 1:24 Who now rejoice in my sufferings for you, and fill up that which is behind of the afflictions of Christ in my flesh for his body's sake, which is the church

Seperti pada beberapa ayat sebelumnya, di dalam ayat ini, kata church dalam bahasa inggris sebenarnya lebih cocok diterjemahkan sebagai gereja, yang merupakan Tubuh Kristus. Umat Kristen percaya bahwa penderitaan yesus dan kematianNya secera keseluruhan cukup untuk pengampunan semua dosa dunia. Mengapa kemudian Paulus mengatakan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam penderitaan Kristus? Bagaimana hal ini mungkin? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh pemahaman Gereja Katolik yang sudah berumur 2000 tahun, bagaimana kita sebagai umat Kristen mengambil bagian dalam penebusan dan penyelamatan Kristus.

Kebanyakan gereja lain memberikan Anda janji manis ketika mereka memberikan pengajaran tentang penderitaan. Sebab di dalam aliran gereja lain tersebut pada umumnya Anda semua hanya perlu untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, dan diselamatkan, tidak ada yang lain, penderitaan sederhananya dipandang sebagai sesuatu yang harus dipikul sebagai bagian dari keadaan manusia, tanpa nilai atau manfaat untuk diri kita atau orang lain. Karena Gereja Katolik percaya bahwa masing-masing dari kita, berdasarkan baptisan kita, mengambil bagian dalam Imamat abadi Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa doa kita, perbuatan baik, dan bahkan penderitaan adalah melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah konsekwensi dari menjadi anggota persekutuan para Kudus. Ini adalah juga yang ditulis oleh Paulus tentang suratnya di Kolose 1:24.

Di ayat ini, Paulus mengatakan ia bergembira di dalam penderitaannya untuk kepentingan orang lain. Dari yang yang kita pahami tentang Paulus, kita dapat dengan menyimpulkan bahwa pada kenyataannya ia tidak bergembira di dalam keadaan seperti apapun (dia menderita). Ia bergembira karena telah menderita untuk ikut menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Memang sangat sedikit surat-surat tentang teologi ini. Kita juga lihat bahwa kegembiraan Paulus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anggota Gereja yang lain. Maka kegembiraan Paulus tentang nilai dari penderitaannya di dalam pekerjaan penebusan berdasarkan pada pemahaman bahwa penderitaanya adalah untuk membantu orang lain (bukan karena ia menikmati sakit dalam penderitaan). Ini menjadi lebih jelas seperti pada saat Paulus menjelaskan pengajarannya dalam konteks Tubuh Mistis Kristus, dan hanya dalam konteks ini pengajaran Paulus bisa dimengerti.

Paulus menjelaskan bahwa ia melengkapi apa yang menjadi kekurangan dari penderitaan Kristus. Tetapi Paulus tidak melakukan ini untuk kepentingan Kristus Sendiri, sebab penderitaan Kristus adalah cukup dan sempurna untuk penebusan kita. Paulus tidak bisa menambahkan apapun kepada kekuatan penderitaan Kristus. Justru, Paulus menjelaskan bahwa ia mengerjakan ini untuk kepentingan Gereja (Tubuh Mistik) di mana Kristus menjadi kepalanya. Mengapa? Sebab Tuhan menginginkan kita untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus dalam melanjutkan pekerjaan penebusanNya. Jadi, di dalam Gereja dan untuk Gereja, Yesus Kristus, dengan cara yang misteri, memberikan ruang dan mengijinkan penderitaan kita untuk dipersatukan dengan penderitaanNya, untuk memenuhi kehendak Bapa. Dalam baptisan kita, di mana kita menjadi anak-anak di dalam PutraNya dan mengambil bagian dalam ImamatNya, bahwa penderitaan kita dapat melanjutkan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah hal yang mulia, tetapi ini sama seperti cinta Tuhan kepada kita, dan ini justru oleh karena cinta Tuhan kepada kita semata.

Bagaimana kita, seperti Paulus, melengkapi kekurangan dari penderitaan Kristus untuk kepentingan Gereja? Kita memberikan penderitaan kita sebagai pengorbanan pujian kepada Tuhan. Sebagai ganti dari memikul penderitaan, kita secara harafiah akan menderita melalui doa untuk menyempurnakan pekerjaan penebusan Kristus. Ini adalah apa yang Gereja sebut sebagai "penderitaaan penebusan". Jenis penderitaan ini yang membuat Paulus bergembira, dan inilah alasan kenapa cara kita menjalani penderitaan menjadi sangat penting. Penderitaan seperti itu dapat bermanfaat tidak hanya bagi mereka yang menderita, tetapi bagi semua anggota Tubuh Kristus. Jenis penderitaan yang terburuk adalah penderitaan yang sia-sia. Hanya Gereja Katolik, yang selama 2000 tahun telah hidup dan diajar oleh pengajaran Paulus dalam penderitaan.

H. Perbuatan
X. Yakobus 2:24
Yak 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Sebagai tambahan terhadap kepercayaan mereka di dalam Alkitab Saja ("Sola Scriptura"), kebanyakan gereja lain percaya bahwa semua orang harus menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi untuk dibenarkan oleh Tuhan (pembenaran adalah proses dengan mana manusia digerakkan oleh rahmat, menuju ke arah Tuhan dan meninggalkan dosa, dan menerima pengampunan dan kebenaran Tuhan). Jadi, kebanyakan gereja lain percaya bahwa orang dibenarkan dan diselamatkan oleh iman nya di dalam Kristus saja (yang disebut "Sola Fide" atau Iman Saja). Tetapi jika ini benar, kenapa kemudian Yakobus mengatakan bahwa seorang manusia dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja?

Yakobus mengatakan ini, sebab kita dibenarkan, dan akhirnya diselamatkan melalui kedua-duanya, iman dan perbuatan kita, dan tidak hanya iman saja. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat di dalam Alkitab di mana frase "iman saja" muncul adalah di dalam Yakobus 2:24 di mana di situ dikatakan kita dibenarkan oleh perbuatan dan bukan oleh iman saja. Sehingga Alkitab tidak pernah memberi pengajaran di manapun bahwa kita dibenarkan, diselamatkan, atau yang lainnya, oleh iman saja. Sementara dalam hal ini, posisi Gereja Katolik nampak jelas nyata, teologi iman dan perbuatan berkenaan dengan keselamatan kenyataannya cukup rumit, dan telah menjadi salah satu sumber utama perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja lain. Karenanya, poin-poin harus dibuat untuk menanggapi kontroversi ini dan memperjelas pengajaran Katolik

Pertama, Katolik akhirnya percaya bahwa kita diselamatkan, bukan oleh iman atau perbuatan, tetapi oleh Yesus Kristus dan hanya Dia. Kematian Yesus Kristus dan kebangkitanNya adalah semata-mata sumber dari pembenaran (sedang dalam hubungan yang benar dengan Tuhan) dan keselamatan kita (berbagi dalam kehidupan ilahi dengan Tuhan). Tetapi sebagai hasil dari kematian dan kebangkitan Kristus, kini kita mampu menerima rahmat Tuhan. Rahmat/anugerah adalah hidup ilahi milik Tuhan yang mana diberikanNya ke dalam jiwa kita. Inilah pengertian bahwa Adam pada permulaan kalah untuk kita, dan Kristus menang kembali untuk kita. Rahmat ini yang menyebabkan kita untuk mencari Tuhan dan untuk percaya dalam Dia (bagian "iman"). Non-Katolik biasanya berhenti sampai di sini.

Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk merespon terhadap rahmatNya dengan membawa iman kita ke dalam tindakan (bagian "perbuatan"). Inilah alasan kenapa Yesus selalu mengajar tentang keselamatan kita dalam konteks apa yang benar-benar kita lakukan selama hidup kita di dunia, dan bukan berapa banyak iman yang kita miliki ("segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40,45)). Ketika Yesus memberi pengajaran tentang kedatanganNya yang kedua di mana Ia akan memisahkan domba dari kambing, Ia mendasarkan keselamatan dan kutukan atas apa yang benar-benar kita lakukan ("perbuatan"), apakah benar atau jahat. (Mat 25:31-46). Di dalam Yak 2:14-26, Yakobus dengan cara yang sama menginstruksikan kepada kita untuk meletakkan iman kita ke dalam tindakan dengan melakukan perbuatan baik, dan tidak hanya dengan memberikan persetujuan iman intelektual. Yakobus mengatakannya dengan "jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17, 26).

Maka kita harus melakukan lebih dari menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi. Bahkan setanpun percaya bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan "mereka gentar" (Yak 2:19). Kita harus pula berbuat baik. Iman menjadi permulaan proses yang mengarahkan kita kepada pembenaran, tetapi iman saja tidak pernah memperoleh rahmat pembenaran. Iman dan Perbuatan bertindak bersama-sama untuk mencapai Pembenaran kita. Paulus mengatakannya dengan sangat baik ketika ia menulis bahwa kita memerlukan "iman yang bekerja dalam kasih" (Gal 5:6). Kita tidak dibenarkan dan diselamatkan oleh iman saja.


Kedua, adalah penting untuk membedakan antara "perbuatan" yang diajarkan Yakobus di dalam Yak 2:24 dan "perbuatan menurut hukum" diajarkan Paulus di dalam Rom 3:20,28; Gal 2:16,21; 3:2,5,10; dan Efe 2:8-9. Gereja lain biasanya mengacaukan "perbuatan baik" yang diajarkan Yakobus dan “perbuatan menurut hukum” yang diajarkan Paulus" ketika mereka mencoba untuk membuktikan bahwa "perbuatan" adalah tidak relevan kepada pembenaran dan keselamatan. "Perbuatan menurut hukum" yang diajarkan Paulus di dalam Ef 2:8-9 dan di bagian lain merunjuk pada Hukum Musa dan sistem hukum mereka yang dibuat Tuhan, dan diwajibkan bagi mereka untuk memperloleh imbalan dari perbuatan. Mereka akan sangat “bangga” dengan perbuatan mereka dan menghargai perbuatan mereka untuk diri mereka sendiri. (Bdk Rom 4:2; Ef. 2:9). Paulus mengajarkan bahwa dengan kedatangan Kristus, Hukum Musa (tentang moral, hukum, dan peraturan adat) yang membuat Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tidak lagi dapat membenarkan seseorang. Sebagai gantinya, Paulus mengajarkan bahwa sekarang kita dibenarkan dan diselamatkan oleh rahmat (bukan kewajiban terhadap hukum) melalui iman (bukan perbuatan mematuhi hukum) (Ef. 2:5,8). Karenanya kita tidak lagi “bangga” dengan menghargai perbuatan kita untuk diri kita sendiri. Kita menghargainya untuk Tuhan yang memberikan segalanya kepada kita dengan cuma-cuma oleh rahmatNya.

Oleh karena itu, kita tidak lagi diharuskan untuk memenuhi “perbuatan hukum”, tetapi untuk memenuhi “Hukum Kristus” (Gal. 6:2). Inilah alasan kenapa Paulus menulis bahwa “pelaku hukum Taurat (yang relevan dengan hukum Kristus)” akan dibenarkan (Rom. 2:13). Tentu saja, “perbuatan menurut hukum” yang ditulis Paulus dalam Rom. 3:20,28; Gal. 2:16,21; 3:2,5,10 dan Ef. 2:8-9 tidak ada hubungannya dengan “perbuatan baik” yang diajarkan Yakobus dalam Yak. 2:24 atau “hukum” yang diajarkan Paulus dalam Rom. 2:13 (sebab semua menjadi bagian dari Firman Tuhan yang tidak pernah dapat saling berkontradiksi).

Secara ringkas, berdasar Kitab Suci, Gereja telah mengajarkan selama 2000 tahun bahwa kita dibenarkan dan diselamatkan oleh kemurahan hati dan rahmat Kristus melalui kedua-duanya iman dan perbuatan, dan bukan iman saja. Kita tidak lagi berada dalam sistem hukum hutang, di mana Tuhan memberikannya kepada kita (sebagai pemberi pinjaman/pendosa). Kita sekarang berada dalam sistem rahmat di mana Tuhan memberi penghargaan atas perbuatan kita ketika dilaksanakan dengan iman dalam Kristus ( Bapa/Anak). Ini juga berarti bahwa kita harus melanjutkan untuk melatih iman dan perbuatan kita sampai akhir dari hidup kita untuk diselamatkan. Inilah alasan kenapa Yesus mengatakan kepada kita untuk "bertahan sampai akhir" untuk bisa diselamatkan (Mat 10:22; 24:13; Mar 13:13). Ini adalah juga mengapa Paulus memperingatkan kita bahwa kita bisa kehilangan keselamatan kita jika kita tidak bertekun (Bdk Rom 11:20-23; 1 Kor 9:27). Iman Katolik ini membantah novel gereja lain tentang gagasan "sekali selamat tetap selamat".

Copyright 2006 by John Salza (johnsalza@scripturecatholic.com)
Alih Bahasa : Fantioz (fantioz@yahoo.com)